Epilog

43K 3.5K 697
                                    

Holaa semuanya. Akhirnya. Selesai juga. Dan setelah ini kudu fokus ke cerita Raka. Mohon ditunggu dulu, biarkan saya bernafas lega dan membangun feel untuk masuk ke cerita Raka dan keluar dari cerita ini 😂

Follow ig @indahmuladiatin untuk informasi2 ceritaku.

Happy reading guys! Jangan lupa vote dan komentar sebanyak-banyaknya.

❄️❄️❄️

Jingga Kiara

Alarm dari ponsel membangunkan aku yang terlelap beberapa jam lalu. Dengan berat mataku terbuka, tanganku meraba mencari keberadaan ponsel di atas nakas. Cahaya dari ponsel langsung menyilaukan, sudah jam setengah lima pagi.

Di sampingku, Dimas masih tertidur lelap. Meski hari ini seharusnya adalah hari libur, namun karena ada proyek di luar kota, Dimas harus lembur, bahkan tidak pulang. Meski sudah sering begini, tapi rasanya hari ini aku ingin sekali Dimas di rumah saja.

Tanganku mengusap pelan pipinya. "Dim, bangun."

Beberapa kali kupanggil namanya hingga Dimas bergumam pelan dan menenggelamkan wajahnya di bantal. Kasian sekali, semalam dia pun pulang terlambat karena pekerjaan di kantor. "Dim, kamu kan harus berangkat pagi-pagi."

"Jam berapa?" tanya Dimas dengan suara masih serak.

"Setengah lima," jawabku. Aku menyisir rambutnya yang berantakan. "Kamu mau aku buatin apa?"

Dimas membuka mata, tangannya menarik tanganku agar lebih mendekat. Dia mendekapku dipelukannya. "Biarin aku tidur sebentar. Sepuluh menit."

Aku tersenyum dan membalas pelukannya. Tanganku mengusap punggungnya hingga Dimas kembali tertidur. Tanpa terasa, aku meneteskan airmata, astaga, kenapa sih, bukankah Dimas sering mendapat tugas di luar kota.

"Udah sepuluh menit," ucapku.

"Hem."

"Dimas.." rengekku.

Akhirnya dia pasrah dan melepaskan pelukannya sambil memasang wajah kesal. Dengan berat hati, dia bangun dan pergi ke kamar mandi. Beginilah dia, meski kami sudah menikah satu tahun yang lalu, terkadang dia masih bersikap kekanak-kanakan. Aku menyusulnya untuk memberikan handuk. "Mau minum teh atau kopi?"

"Boleh aku pilih libur aja?" tanya Dimas.

Aku tersenyum dan mengecup pipinya. "Aku juga mau itu, udah cepet mandinya. Aku buatin nasi goreng."

"Oke."

Setelah menikah, kami tinggal di apartemen tempatku sebelumnya. Meski jarak antar apartemen ini dan tempat kerja Dimas lumayan jauh, tapi dia tidak masalah dengan itu. Katanya dia bisa menggunakan transportasi umum, karena di sinia aksesnya mudah.

Menurutku, dia juga lelah karena sering lembur dan banyak menghabiskan waktu di jalan. Sayangnya dia tidak pernah mengeluh soal itu. Aku yang sudah mengusulkan untuk pindah berkali-kali pun diabaikan.

Rutinitas membuat sarapan selesai tepat di saat Dimas juga sudah selesai bersiap. Dengan kemeja yang digulung hingga siku, dia menghampiri dapur dan mengambil cangkir kopinya. "Kali ini tugasnya berapa hari?"

"Sekitar tiga hari mungkin."

Sambil menyusun makanan di meja makan, aku mengeluarkan keluhanku tentang pekerjaannya. Bukan apa-apa, dia kan juga harus memikirkan kesehatan juga. Minggu lalu pun dia sakit karena kelelahan.

"Kalau gini terus mending kita pindah deh, lagian kegiatan aku di sini kan nggak sebanyak kegiatan kamu. Aku juga nggak perlu pulang malem," kataku berusaha meyakinkannya.

Paper Hearts (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang