BAB 9 - Ungkapan

24.7K 3.2K 975
                                    

Holaaa, yaampun udah sebulan nggak nulis. Mantul pokoknya. Chapter ini lebih panjang dari biasanya ko, tenang aja 😂

Follow @indahmuladiatin untuk tau info2 ceritaku ya.

Jangan lupa vote dan comment. Dukung cerita ini guys!

Happy reading. I hope you like this chapter ☺️

❄️❄️❄️

Kiara memejamkan mata, sambil memikirkan obrolan singkat dengan Dimas di perpustakaan tadi siang. Akhirnya satu kata yang sudah lama dia simpan, dapat disampaikan. Meskipun begitu, rasanya tetap saja kurang, karena tidak ada jawaban dari Dimas. Yaa dia cukup tahu diri kalau cowok itu membencinya.

Benci, apa benar-benar sangat benci sampai menganggukkan kepala saja tidak mau.

"Udah lama nunggu?" tanya Revan. "Sorry, harusnya lo kabarin kalau jadwal balik lo dicepetin."

Mata Kiara terbuka, buru-buru dia mengubah mimik wajahnya. "Nggak apa-apa, gue emang mau santai dulu.  Oh iya kenapa lo mau anter gue pulang? ada urusan?"

"Hem," jawab Revan. "Mampir ke toko buku bentar, kita cari beberapa buku untuk keperluan event."

"Hem, oke."

Kali ini Revan membawa mobil. Untungnya pagi tadi Kiara nebeng Fio, jadi dia tidak perlu meninggalkan kendaraannya di kampus. Selama perjalanan, seperti biasa, Revan lebih banyak diam dan fokus ke jalanan di depan. Tidak ada niat basa-basi sama sekali.

Kiara sendiri bersyukur karena memang tidak ada niat untuk ngobrol sekarang ini. Lebih asik menatap jendela di sampingnya. Memperhatikan jalanan-jalanan kota Bandung yang sore ini cukup padat.

Tes. Air mengenai jendela. Satu- persatu hingga menjadi banyak. Kiara tersenyum tipis. "Gerimis."

"Hem, kalau gitu kita parkir di basement, biar nggak kehujanan nanti," kata Revan tanpa menoleh.

Seperti Revan dan Kiara, orang-orang juga memilih parkir di basement. Antrian masuk jadi cukup panjang dan lama. Untungnya ini bukan weekend.

Tujuan utama mereka adalah toko buku. Benar-benar langsung ke toko buku. Tidak mampir kemanapun. Kiara pun juga langsung memilih buku yang Revan inginkan. Revan juga mencari di bagian lain agar lebih cepat.

Kiara mendapatkan empat buku, dan langsung menghampiri Revan. "Ini cukup?"

"Wow," balas Revan. Cowok ini memeriksa buku itu. Melihat daftar isi dari setiap buku. Kepalanya mengangguk-angguk. "Cukup, gue juga udah dapet bukunya."

Senyum Kiara mengembang. "Ada yang mau lo cari lagi?"

"Cukup," balas Revan. Tapi bukannya beranjak mengajak Kiara pergi, Revan justru lanjut fokus pada tumpukan buku. "Lo bisa santai dulu di sini, lo suka buku kan?"

"Beneran nggak apa-apa nih? gue kalau pilih buku lama loh," ledek Kiara.

Revan mengangkat bahu. "Gue free."

Jawaban itu membuat Kiara tersenyum geli. Dia duduk di kursi kayu dekat Revan berdiri. Matanya memperhatikan cowok itu. Meski kesan awal Revan padanya sangat dingin dan menyebalkan. Sekarang rasanya sikap itu mulai membaik. Meski tetap saja Revan adalah orang yang paling malas basa-basi. Bicara langsung ke intinya, dan tidak suka bicara masalah yang tidak penting.

"Kenapa duduk?" tanya Revan.

"Mau duduk aja," jawab Kiara.

Satu alis Revan terangkat, tapi dia menyusul duduk di samping Kiara. "Boleh gue tanya?"

Paper Hearts (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang