BAB 15 - Kekecewaan yang Menumpuk

25.3K 3.1K 1.1K
                                    

Hola guys! Syukurlah bisa up karna minta libur 🤣
Langsung aja yaa.. silakan tenggelam di dunia paper hearts untuk beberapa menit kedepan. Semoga jangan lama-lama tenggelamnya, nanti keluarga kamu sedih 😂

Follow instagram aku @indahmuladiatin untuk info2 ceritaku

Jangan lupa vote dan kasih komentar untuk dukung cerita ini yaa. Happy reading! 🧚‍♀️🧚‍♀️🧚‍♀️

❄️❄️❄️

Malam ini, pemandangan indah menyambut Kiara. Udara yang semakin sejuk, dengan langit malam yang dihiasi cahaya bulan dan ribuan bintang. Setelah resepsi selesai, Kiara, Mona dan Sasya tidak boleh pulang dan disuruh ikut menginap di sini.

Usai percakapan tadi siang, Kiara juga tidak lagi melihat Dimas. Entah cowok itu pergi kemana. Tapi sebelum pergi, Dimas sempat bilang kalau dia tidak suka ditatap dengan pandangan kasihan, tidak butuh katanya.

Kiara tersenyum sedih, masih memikirkan alasan Dimas melawan Damian waktu itu. Jadi itu karena dirinya. Dulu dia memutuskan untuk putus dari Dimas karena menyesal sudah menyakiti Adrian dan membuat hidup cowok itu hancur, dan ternyata keputusannya itu juga membuat hidup Dimas hancur sekarang. Andai waktu itu mereka tidak putus, mungkin dia bisa melarang Dimas melawan Damian. Mungkin sekarang Dimas masih bisa bermain basket.

Lagi-lagi rasanya ingin sekali menangis. Cengeng sekali dirinya. Pertahanannya jadi semakin lemah. Bertahun-tahun mencoba menatap hidupnya lagi selama di Melbourne, semua seperti sia-sia setelah kembali ke sini.

"Kia?"

Kiara menoleh dengan kerutan di dahinya. "Kenapa Kak? Kak Aya mana?"

"Aya lagi nyari Dimas," jawab Ando. "Bunda khawatir karena dari selesai acara, anak itu nggak ada."

"Aku juga nggak tau, daritadi aku nggak liat Dimas," jawab Kiara.

Ando tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya. Mengerti kalau Kiara juga tidak tahu dimana Dimas. Sejak dia mengenal Aya beberapa tahun lalu, dia pun secara otomatis harus mengenal Dimas. Dimas yang cuek tapi sangat melindungi Aya. Dimas yang misterius dan sulit ditebak.

"Yaudah, kalau liat Dimas, tolong bilang sama dia, Bunda nunggu," kata Ando sebelum lanjut berjalan.

Kiara menganggukkan kepalanya dan tersenyum tipis. Apa kalau nanti bertemu Dimas, cowok itu mau mendengarnya bicara. Jangan-jangan, setelah pembicaraan tadi siang, Dimas kembali menjauh seperti kemarin-kemarin. Kembali cuek luar biasa, dan kembali mengabaikannya.

"Ra," panggil Sasya. Anak itu jalan dengan Mona dan Angga.

"Lo liat-"

"Dimas?" potong Kiara.

"Eh hehe, tau aja. Iya, lo liat Dimas nggak? daritadi dia nggak ada," kata Sasya.

Kiara memilih duduk di kursi dan menyandarkan punggungnya. Angin membuat anak rambutnya berantakan. "Gue nggak tau."

"Ck apa dia balik duluan ya?" gumam Angga.

"Ngga," panggil Kiara. "Seberapa parah cidera tangan Dimas?"

"Eh? Dimas cidera? kapan?" tanya Sasya.

Angga dan Mona saling melempar pandangan. Jelas kedua orang ini tahu. Mungkin jadi orang yang paling tahu ceritanya sejak awal. Beberapa detik lengang, dan Kiara hanya menunggu salah satunya buka suara.

"Jadi lo udah tau?" tanya Mona hati-hati. Takut salah bicara, dan akhirnya membongkar semuanya.

Kiara tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya. "Gue udah dapet jawaban langsung dari Dimas, kalian nggak perlu takut salah ngomong. Karena emang bukan maksud kalian buat ngebongkar semua."

Paper Hearts (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang