Padahal sudah biasa,tapi mengapa masih sesakit ini.
🍁🍁🍁
"Ayah,Bunda lihat deh Wawan dapet nilai seratus diulangan matematika. " Junghwan yang masih duduk di bangku sekolah dasar begitu senang mendapatkan nilai seratus. Sempurna.
Langkah kakinya berlari kecil. Mencari Ayah dan Bundanya.
Langkahnya terhenti ketika sudah menemukan Ayah dan Bundanya. Namun ia tidak berani menghampirinya. Disana Doyoung dan Hyunsuk tengah bersama Jiwon dan Jiso.
Melupakan anak bungsunya. Sedari kecil Junghwan sudah tahan banting. Fisik dan batinnya sudah dilatih kuat sejak dini.
Tangannya meremas kertas ulangan tersebut.
Lalu membuangnya asal. Ia berlari ke kamar.
Hyunsuk yang melihat Junghwan ia langsung mengejar adiknya itu.
Tangannya mengambil kertas yang sudah kusut. Membuka perlahan apa yang ada dikertas tersebut.
Hyunsuk tersenyum mendapati nilai Junghwan. Adiknya yang satu ini memang begitu pintar.
Menghampiri Junghwan yang sudah berada di dalam kamar. Adiknya sedang duduk di kursi meja belajar.
" Wan."
"Abang."
Hyunsuk menggenggam tangan Junghwan lembut. "Kenapa hm?."
Junghwan mengelengkan kepalanya.
Hyunsuk memberikan Junghwan sebuah kertas. Kertas yang dibuang sembarangan oleh Junghwan tadi.
"Adiknya Abang pintar banget sih."
Junghwan tersenyum. "Kenapa Bang Hyunsuk ambil?."
"Ini kan kertas ulangan Junghwan. Kenapa dilecek hm?." Hyunsuk sebenarnya sudah tau alasan Junghwan.
Junghwan mengelengkan kepalanya lucu. "Gak papa kok."
"Dengar baik-baik. Kamu bukanlah anugerah sama sekali. Kelahiran kamu membawa kesialan. Saya sangat membenci kamu."
Junghwan menangis dalam diam. Ayahnya begitu membencinya. Sangat membencinya.
🍁🍁🍁
Junghwan terbangun dengan napas yang terengah-engah. Napasnya memburu. Bola matanya melihat sekeliling. Sepi. Sunyi.Apa yang terjadi dengannya? Kenapa ia bisa ada disini. Junghwan mencoba mengingat. Terakhir kali dia berada di gudang bersama Haruto. Haruto memukulinya. Lalu siapa yang sudah membawa ia kesini?.
Junghwan sedikit membenarkan posisinya. Tangannya menyibak sedikit baju yang ia pakai. Melihat bagaimana memar disana. Makin membiru atau mungkin sedikit lagi akan keunguan.
Tangannya menyentuh memar tersebut. Sakit. Kapan memar ini hilang?. Apa akan selalu membekas?. Tentu saja akan selalu membekas di memori Junghwan.
Junghwan menangis kenapa semua ini sangat menyakitkan. Kenapa semua ini terjadi padanya? Kenapa?.
Pintu ruangan Junghwan terbuka.
"Hwan lo kenapa?."
Jaehyuk melihat Junghwan yang menangis. Tangannya meremat selimut dengan kuat.
"JAUH-JAUH DARI GUA."
Jaehyuk tersentak kaget. "Hwan maksud lo apa sih?."
"PERGI. JANGAN DEKET-DEKET. GUA GAK MAU LO KENA SIAL."
"HWAN. Udah gua bilang berulang kali lo bukan pembawa sial. "
Junghwan menutup telinganya dengan kedua tangan.
"Mati kamu."
"Kelahiran kamu membawa sial."
"Kamu gak pantas hidup."
Kepalanya menggeleng keras. "BERHENTI."
Jaehyuk mendekat. Berupaya menenangkan Junghwan.
"Jaehyuk. Tolong suruh pergi suara-suara itu."
Jaehyuk mengenyitkan dahinya. Suara? Suara apa?.
"Suara itu selalu nyuruh gua mati Jae."
Jaehyuk mematung. Dirinya menghampiri Junghwan. "Hwan,tenang aja gua ada disini. Gua bakal selalu ngelindungin lo."
Junghwan memeluk erat Jaehyuk. Sangat erat.
"Lo tenang,gua disini. Gak ada yang berani nyakitin lo."
Jaehyuk mengepalkan tangannya. Ia benci dengan orang-orang yang telah menyakiti Junghwan. Ia benci.
🍁🍁🍁
Doyoung begitu senang. Sekarang semua kasih sayang hanya miliknya. Miliknya.
Hyunsuk juga sudah tidak membela Junghwan lagi. Junghwan sudah sendiri sekarang. Hanya Omahnya saja yang masih peduli dengan Junghwan.
Bibirnya tersenyum sinis. "Gua gak suka lihat lo bahagia."
Doyoung benci Junghwan. Sangat membenci. Kenapa anak itu harus hadir ditengah-tengah keluarga yang sudah bahagia ini. Ia datang hanya membawa kesialan.
🍁🍁🍁
Bau-bau menuju ending. Gak deng canda hehe.
29-Maret-2021
![](https://img.wattpad.com/cover/262185915-288-k31392.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Wound Smile || So Junghwan (END)
FanfictionSenyum. Luka. Hanya itu yang Junghwan punya. End :17 Mei 2021