Ketika sudah melangkah agar cepat menuju lokasi, maka dari situlah permasalahan dimulai.
—Algieba A. Rajendra Oshe.Algieba saat ini sedang mempersiapkan diri di dalam kamarnya. Meskipun hari ini sedang libur kuliah, tetapi tetap saja ia mengunjungi tempat itu tanpa ada alasan. Memang laki-laki ini sangat mencintai kampusnya, lebih tepatnya agar menghindari Ibu sambung dan menjauh dari rumah nerakanya.
Tak ada yang berubah dari Algieba, ia tetap menggunakan pakaian yang tak terlalu mencolok, seperti baju dan celana yang serba hitam atau berwarna monokrom dan terkadang ia juga menggunakan pakaian berwarna nude. Bisanya ia menentukan warna pakaian dari moodnya hari itu, bahkan teman-temannya sudah tahu betul apa kebiasaan Algieba.
Sebelum Algieba berangkat ke kampus, ia selalu rutin untuk mengunjungi rumah Olivia terlebih dahulu. Algieba lebih suka bercerita apapun kepada Bundanya, meskipun tidak pernah ada jawaban tetapi dengan itu ia selalu merasakan ketenangan, seakan-akan Bundanya masih bisa memberikan kenyamanan yang orang lain tidak bisa berikan.
Algieba kali ini memilih untuk menggunakan motor sport berwarna hitam kesayangannya dan langsung melaju dengan cepat tanpa berpamitan terlebih dahulu dengan Ibu sambungnya. Fanny yang sedang memperhatikan Algieba dari dalam jendela kamarnya hanya berdiam pasrah, ia sudah biasa diperlakukan seperti ini oleh Algieba.
Sepi, sunyi dan tak bernyawa adalah tempat paling nyaman menurut Algieba. Ia berdiam diri di samping makam Bundanya sambil memandangi batu nisan yang terukir nama Olivia binti Soehardjo di sana.
Ternyata begini rasanya ditinggalkan oleh separuh nyawanya, Algieba berbicara sendiri sambil tersenyum parau. Tidak, ia tidak menangis! Hanya sedang mengadu kepada Tuhan yang tiap kali mengambil kebahagian miliknya. Mungkin memang bukan ini kebahagiaan untuk Algieba, mungkin saja Tuhan sudah mempersiapkan hal indah di hari esok.
Ada suara lain dari isakan Algieba, suara langkah kaki yang sedang menuju ke arahnya dan Algieba berharap itu ialah Bundanya. Algieba menoleh dengan perlahan, menyipitkan matanya agar lebih mudah untuk melihat siapa yang datang, tetapi karena cahaya matahari yang menganggunya membuat ia tidak terlalu jelas melihatnya.
Dengan cepat, badan seorang laki-laki yang kekar itu menutupi Algieba supaya tidak berpapasan langsung dengan cahaya matahari. Akhirnya Algieba mengetahui siapa yang ada di depannya itu, ia tersenyum bahagia, sedangkan laki-laki bertubuh kekar itu tidak tersenyum sama sekali.
"Nale? Tumben lo ke sini," sapaan ramah Algieba kepada Nalendra.
Nalendra langsung mengikuti Algieba untuk berjongkok di sebelahnya. "Long time no see Al,"
"Maksud lo? Bukannya kita selalu ketemu?"
"Kita udah lama enggak ketemu berdua di sini. Udah lama juga gua enggak kesini, mungkin terakhir waktu makamin Bunda Olivia,"
"Gua seneng, lo masih nyempetin buat dateng ke rumah Bunda,"
"Cuman sesekali buat nengokin. Yaudah ayo kita doain Bunda Olivia, keburu hujan."
"Iya ayo!"
Lalu mereka mendoakan Olivia dengan khusyuk. Setelah selesai, Nalendra berpamitan terlebih dahulu karena segera harus menghampiri perusahaan Kala miliknya, sedangkan Algieba masih dalam posisi awalnya.