33 - Samar [Flashback]

5 0 0
                                    

07 Agustus 2011

Hujan pada malam ini mengguyur seluruh kota Jakarta dengan murka. Olivia sudah terlelap di ranjangnya sedangkan Dewa langsung mengarah ke luar kamar lalu ia memanggil bodyguardnya, bernama Anton yang sudah ia percayai selama lebih dari 10 tahun.

"Anton!"

"Siap Pak Dewa,"

"Ikuti arahannya, saya mau subuh nanti ia sudah tidak ada di rumah ini lagi!"

"Siap pak!"

Anton memasuki kamar yang di pintunya memiliki ukiran bertulisan Nalendra. Tanpa berlama-lama ia segera masuk ke dalam kamarnya dan mengenggendong Nalendra dengan hati-hati. Bisa terlihat betapa sedihnya raut wajah Anton saat ini, bagaimana bisa Ayahnya ingin menghancurkan hidup anak yang tidak bersalah.

Anton dan Nalendra sudah berada di dalam mobil, anak laki-laki itu masih dalam keadaan terlelap mungkin ia sangat lelah bermain dengan adik laki-laki kesayangannya.

"Om Anton? Kita mau ke mana?" ucap Nalendra sambil menggosok-gosokan matanya pelan.

"Loh sudah bangun?" tanya Anton menoleh singkat sambil tersenyum.

"Al mana om?! Kok dia enggak ikut?"

"Om Anton mau bawa kamu pergi dari penjahat, Le."

"Penjahat siapa Om?"

Anton memberhentikan mobilnya di pinggir jalan lalu menoleh ke arah Nalendra. "Nale, kamu tidak pantas hidup dengan Dewa."

"Maksudnya Om, Papa Dewa?"

"Nale, kamu masih sangat kecil untuk tahu yang sebenarnya. Om bawa kamu kembali ke panti dan setelah umurmu sudah cukup, akan Om ceritakan semuanya. Tidak kurang dan tidak lebih."

"Tapi Nale tetep mau main sama Al. Nale juga masih mau ketemu sama teman perempuan di sebelah rumah Nale—," balas Nalendra menangis.

"Teman perempuan di sebelah rumah itu pasti akan senang kalau Nalendra bisa jauh dari Papa kamu. Apa Nale tidak sakit kalau setiap hari harus dipukuli?" tanya Anton mengenggam lembut tangan Nalendra.

"Tapi Bunda sama Papa enggak ninggalin Nale kan Om?"

"Selama tiga kali seminggu, Om akan datang menemui Nale. Om janji." ucap Anton meyakinkan.

"Tapi Nale maunya sama Al ya om—," balas Nalendra terisak.

"Ayo kita keluar." ucap Anton mengalihkan pembicaraan.

Nalendra dan Anton turun dari mobil dengan payungnya untuk menuju kesebuah panti asuhan. Lalu tiba-tiba Nalendra melepaskan genggamannya dari Anton, ia berlari dengan cepat untuk kembali ke rumahnya. Anton yang panik langsung mengejar Nalendra, keaadan saat ini masih hujan deras sedangkan mata Anton terganggu dengan kabut. Ia kembali kehilangan jejak Nalendra, akhirnya Anton kembali ke mobil dalam keaadan tangan kosong.

Nalendra menutup mulutnya sendiri dengan tangannya, ia bersembunyi di belakang tempat sampah yang besar. Setelah Nalendra tidak melihat Anton, ia kembali menangis sejadi-jadinya. Sangat berat untuknya merasakan hal seperti ini mengingat umurnya yang masih genap berusia 10 tahun.

Lalu tiba-tiba seorang pria bertubuh kekar menghampiri Nalendra, ia meraih tubuh kecil Nalendra. Nalendra tak asing dengan perawakan pria itu tetapi dengan cepat ia menutup matanya dengan kedua tangannya. "Bunda, Nale takut. Nale mau pulang!" teriak Nalendra sambil menangis.

"Sedang apa kamu di sini?!" tanya pria separuh baya itu.

Nalendra mengangkat kepalanya perlahan lalu setelah melihat pria separuh baya yang tak asing itu langsung ia berhenti menangis dan malah tersenyum. "Hik—shh, Om tolongin Nale."

DarahmeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang