Mungkin bisa kalian deskripsikan sendiri mengapa Aaron sangat menyanyangi Ibu dan Adik perempuannya. Mereka sudah berpisah lebih dari 8 Tahun, dikarenakan ayah dan ibunya memiliki tingkat keegoisan yang tinggi, mereka bercerai dan memutuskan untuk membagi sama rata hak asuh anaknya dengan syarat, yaitu setiap satu minggu sekali harus saling bertemu.
Baru beberapa tahun Aurora dekat dengan Ayahnya tetapi tak lama Adam sudah meninggalkannya lagi, bukan seperti dahulu yang masih bisa bertemu setiap minggu, kali ini sangat berbeda. Adam meninggalkan Aurora karena kecelakaan mobil yang tragis.
Aaron paham betul jika Bunda dan Adiknya adalah perempuan lemah yang dipaksakan untuk kuat, maka dari itu Aaron tidak akan rela jika ada yang menyakiti salah satu dari mereka, bahkan Aaron selalu siap siaga untuk pasang badan.
Alasan lain Aaron tidak memiliki kekasih sampai detik ini bukan karena ia tidak laku, belasan perempuan ia tolak dengan alasan ingin fokus berkarir terlebih dahulu, padahal kenyataannya ialah Aaron tidak ingin meninggalkan Aurora sebelum perempuan itu menemukan kekasih untuk menemani masa tuanya. Setelah Aurora menemukannya, maka dari situlah tanggung jawab Aaron dianggap telah selesai.
"Bengong aja lo!" ucap Aurora membuyarkan lamunan Aaron.
"Heh sapa yang ngajarin kamu ngomong sama Abang pakek lo?"
"Hehe santai bos, tegang amat kek listrik!" ucap Aurora tertawa. Sedangkan Aaron hanya melengos.
"Bang, ke Ayah yuk!"
"Ayo! Mau kapan?"
"Hari ini, Bang!"
"Okey sayangku. Siap-siap dulu gih!"
"Okay, Bang nanti sekalian jalan-jalan berdua ya!"
"Iya."
Aurora memanyunkan bibirnya. Ia kesal karena melihat beberapa komentar negatif untuk dirinya. "Bang Aro! Ngapain pake upload ada gue nya sih!" ucap Aurora kesal.
"Kenapa sih emangnya?" tanya Aaron bingung.
"Ara dihujat noh sama fansnya Abang!"
"Yaudah sih biarin aja," balas Aaron tanpa menoleh ke arah Aurora, ia fokus dengan playstationnya. "Tuhkan kalah! Gara-gara kamu nih Ra!"
"Dih kok nyalahin Ara?"
"Kamu tadi pakek ngajakin Abang ngomong!"
"Dahlah Ara mau ke toko buku aja! Bye!" lalu Aurora meninggalkan kamar Aaron dengan raut wajah kesal.
"Titip martabak manis Ra!" ucap Aaron dari dalam kamar.
"Ogah!"
~~~
Aurora pusing setengah mampus, bagaimana tidak, ia baru saja diberi kabar oleh Danilla kalau akan ada praktek sidang pidana dadakan, dengan hati yang terpaksa akhirnya ia pergi ke kampus untuk mengurus kasusnya dan mengikuti peran sebagai JPU atau Jaksa penuntum umum.
"Untung gue gak bego-bego banget." ucap Aurora menggerutu sambil memfotokopi pembuktian untuk sidang nanti.
"Dorrr!"
"Astagfirullah kaget!" ucap Aurora yang hampir melompat. "Ya Allah Juna! Lo pengen gue jantungan apa gimana sih?"
"Hehe santai Ra," balas Arjuna menahan tawanya. "Lo ngapain kesini Ra? Bukannya sekarang bukan jadwal lo peran sidang ya?" tanya Arjuna.
"Si Danilla tuh minta gantiin dadakan, soalnya bokapnya sakit." ucap Aurora sibuk.
"Lo jadi JPU ya Ra?" tanya Arjuna.
"Iya."
"Gue Hakim nih,"
"Lo peran Jun?"
"Heem. Sini gua bantu!" ucap Arjuna menawarkan.
"Enggak usah Jun! Ini udah mau kelar kok! Lo ke ruang sidang duluan gih!"
"Ra bentar! Sorry ya," setelah Arjuna melihat ke luar, ia tiba-tiba menarik bahu Aurora agar lebih dekat dengannya. "Diem dulu Ra! Dua puluh detik!"
"Hah kenapa sih Jun?" tanya Aurora bingung.
"Nah udah Ra! Tadi ada Al." balas Arjuna singkat lalu sedikit menjauh.
"Hah emang kenapa kalo ada Al?" tanya Aurora bingung.
"Pengen buat dia jeaolus. Al cupu banget deketin lo tapi gak nembak-nembak!" ucap Arjuna kesal.
"Haha! Asal lo tau aja nih! Dia udah nembak gue tau, tapi gak jelas nembaknya!" ucap Aurora santai yang membuat Arjuna melototkan matanya.
"Hah demi apa lo? Gak jelasnya gimana?" tanya Arjuna shock.
"Tiba-tiba nembaknya! Kan kesannya kek mainin gue doang!" ucap Aurora.
Belum selesai melanjutkan tiba-tiba Belinda muncul dengan nafas yang terengah-engah "Eh Ra! Jun! Kalian dicariin sama anak-anak malah nongkrong di sini!" ucap Belinda teman seangkatan Aurora dan Arjuna.
"Nanti lo kelarin ceritnya Ra!" ucap Arjuna sekilas. Aurora mengangguk mengerti.