Keynal terjaga di kamarnya dalam keadaan tanpa busana. Entah apa yang terjadi, jantungnya begitu ngilu ditambah dengan rasa perih yang bekedut di area privat-nya. Alangkah terkejutnya lagi, ketika dia mendapati Veranda berdiri di depannya.
“Kamu ngapain aku sih, Ve?” Keynal dengan sigap menarik selimut dan menggulung tubuh polosnya. Laki-laki itu seketika merasa lemas juga kehabisan tenaga.
Veranda mengernyit. “Ngapain gimana maksud kamu?”
“Selangkangan aku nyeri banget.” Polisi tampan itu mengaduh kesakitan.
Veranda mengedikkan bahunya. “Ya, mana aku tahu, sayang?”
“Dari tadi kamu, ‘kan di sini, Ve!” Keynal melirik jam tangan di atas nakas, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari.
“Tapi, ‘kan dari tadi aku tidur.” Veranda menaik-turunkan alisnya.
Keynal yang tidak yakin dengan jawaban istrinya mencoba untuk mengintip asetnya yang tersembunyi di balik selimut. Veranda memalingkan wajahnya dan menahan tawa agar tidak pecah saat ini juga.
“Kamu yakin tidur?” Keynal memberi jeda. “Bukan nidurin aku, ‘kan?”
“Apaansih sih Nal, kok kamu nanyanya, gitu.” Veranda menyeringai. “Emang kalau aku nidurin kamu, kenapa? Toh kita juga udah halal, ‘kan.”
Ekspresi Veranda tampak sangat menggoda, dan mampu menggetarkan iman setiap pria yang melihatnya. Perempuan itu merangkak naik sembari mengedipkan sebelah mata, membuat kontak mata dia dan Keynal saling menyatu.
Keynal yang panik malah bergerak mundur—hingga punggungnya membentur kepala besi tempat tidur. Sedangkan Veranda malah terbahak menyaksikan tubuh suaminya yang gemetaran.
Tangan Keynal meremas selimut di depan dadanya berlagak seperti anak perawan yang telah direnggut kesuciannya.
“Aku mau mandi!” Lelaki itu menyampirkan selimutnya dan berjalan ke kamar mandi dengan langkah yang tertatih-tatih. Meninggalkan Veranda yang tak mampu mengendalikan tawanya.
Jam sembilan, sepuluh, sebelas, duabelas, satu, dua, tiga. Tujuh jam gue pingsan dan nggak tau apa udah Ve lakuin. Mana selangkangan gue ngilu banget lagi.
🍒🍒🍒
Bel pulang telah berbunyi. Veranda bergegas keluar kelas dan menuju ke mobilnya. Namun, di sana sudah ada Endy yang telah menunggu dirinya lengkap dengan setelan pekerjaan kantoran.
“Ve, bisa kita bicara?” Pria yang mengenakan turtleneck abu-abu dan suit jas berwarna hitam itu—berhenti tepat di depan pintu mobil Veranda.
“Maaf, aku harus pulang.” Veranda berjalan ke sisi kanan, tetapi Endy membloking jalannya. Veranda melangkah ke kiri dan pria itu juga bergerak ke arah yang sama.
Veranda melipat kedua tangan dan menatap tajam ke arah Endy. “Okay, aku mau ikut kamu, tapi cuma sebentar.”
Senyum Endy langsung mengembang seketika. “Pakai mobil aku, atau—”
Veranda menggeleng. “Kamu duluan aja.”
Endy mengangguk paham dan segera masuk ke dalam mobilnya. Lelaki itu segera meluncur diikuti Veranda yang mengikuti dari belakang. Tak lama mobil kedua berhenti di sebuah lereng perbukitan.
“Sekarang jelasin, kamu mau ngomong apa?” Veranda berdiri di samping Endy dan menghadap ke bawah tebing yang gelap dan curam.
“Seperti yang kamu pikirkan.” Endy berbalik dan menghadap Veranda.
KAMU SEDANG MEMBACA
VENALOVA (Crime, Drama, Thriller)
Mystery / Thriller2̳1̳+̳ ̳P̳e̳r̳m̳a̳i̳n̳a̳n̳ ̳g̳i̳l̳a̳ ̳s̳e̳o̳r̳a̳n̳g̳ ̳D̳e̳t̳e̳k̳t̳i̳f̳ ̳P̳o̳l̳i̳s̳i̳ ̳u̳n̳t̳u̳k̳ ̳m̳e̳m̳b̳a̳l̳a̳s̳ ̳d̳e̳n̳d̳a̳m̳.