36

3.8K 197 28
                                    

Konten uwu.

***

Sesuai dengan perkataannya. Aryo benar-benar datang kerumah gadisnya dengan membawa martabak manis. Sungguh, Aryo sangat romantis seperti ini.

"E-em hai," canggung Ara saat membuka pintu menampilkan sosok yang selama ini ia rindukan. Aryo tersenyum manis dan menyerahkan kantung plastik martabak kepada Ara. Ara melirik sejenak lalu mengambilnya.

"Gak disuruh masuk?"

Pertanyaan konyol itu langsung membuat Ara kikuk. "E-eh ayo masuk," ajaknya. Aryo tersenyum karena sedari tadi, dirinya sudah tahan.

"Aryo tunggu sini yah, Ara mau ambil minum dulu." Aryo hanya diam dan melirik seisi ruangan rumah gadisnya. Tidak ada yang berubah, masih sama seperti dirinya pernah lihat.

"Ekhem," deheman seseorang paruhbaya laki-laki membuat Aryo menoleh sambil mengangkat alisnya satu. Aryo langsung berdiri dan berjalan ke arah paruhbaya itu dengan menunduk sopan.

"Saya Aryo, pacarnya anak bapak.."

Peruhbaya itu tersenyum miring dan duduk di sofa single. "Saya tahu," jawabnya dengan dingin. Sungguh, jika itu bukan calon mertuanya Aryo langsung membunuhnya sekarang juga.

Aryo memejamkan matanya dan duduk di kursi panjang.

"Seorang psikopat," gumam paruhbaya itu sambil terus menatap Aryo tajam. Aryo menoleh mendengar gumaman itu, apakah Papah Ara mengetahui identitasnya? Jika iya, tahu dari mana tentang kebenaran itu?

"Kenapa!?" sentak paruhbaya itu membuat Aryo menggelengkan kepalanya.

"Eh, ada Papah... Oh iya ini minumnya," ujar Ara sambil membawa dua gelas teh hangat. Aryo hanya diam menatap gerak gerik paruhbaya yang dijuluki sebagai Papah dari gadisnya.

"Papah ada acara malam ini. Kamu baik-baik ya dirumah! Buat kamu, jangan macam-macam dengan anak saya!" hardiknya dengan tatapan yang tajam bak musuh. Bahkan Aryo tidak menyangka, jika Papah dari gadisnya sangat menyeramkan.

"Baik, Papah permisi."

Sepeninggalan peruhbaya tersebut membuat Aryo menghela nafasnya tenang. Entahlah, aura paruhbaya itu sedikit seram.

"Kamu takut sama Papah?"

Aryo menoleh mengerjapkan matanya. "Enggak!"

"Masa psikopat takut sama psikopat," gumam Ara pelan sangat pelan sekali. Tetapi Aryo dapet mendengarkan gumaman itu. Telinga Aryo itu tajam, mau kalian berbicara pelan pun Aryo dapat mendengarkannya.

Aryo mengerutkan keningnya, ada yang tidak beres di keluarga gadisnya.

"Oh iya, nih minum dulu—— wah, kamu bawa martabak kesukaan Ara?" Antusias Ara. Aryo mengangguk dan tersenyum seakan melupakan rasa gelisahnya.

"Maafin gue..." lirih Aryo saat Ara sedang memakan martabak kesukaannya dengan sangat lahap.

Ara menoleh, "enggak papa kok, Ara ikhlas kalo itu di ambil Aryo. Lagi pula, Aryo janji enggak bakalan ninggalin Ara dan lagi pula, Ara mau-mau aja tanpa ada paksaan sedikit pun!" ucapnya dengan satu tarikan nafas. Aryo tersenyum gemas dan mengusap kepala Ara sambil menggelengkan kepalanya.

"Gue gak pernah ngerasain jatuh cinta kedua kalinya.."

"Dua kali?" Ara mengerutkan dahinya. Dua kali? Jadi, siapa orang pertama? Seakan salah paham, Aryo menjelaskan secara detail.

Aryo mengangguk. "Lo orang kedua Ra, orang pertama itu buku catatan harian."

Ara terdiam sejenak memikirkan buku catatan, apa isi bukunya. "Buku?"

ICE BOY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang