Aria, 3 years old
"Gyahahaha! Alia kena!" Teriak temanku, Remi sambil memelukku dari belakang "Wahahaha! Yaahh" aku tertawa. Kami sedang bermain petak umpet di taman panti asuhan, cuacanya cerah, jadi suster memperbolehkan kami main, tentu saja dengan pengawasan guru kami tercinta, Bu Liza. "Sebental ya, aku mau kacih Bu Liza bunga" aku berceloteh dengan mulut cadelku. Tadi, di tempat persembunyianku aku sempat memetik bunga kecil yang cantik sekali, jadi kuputuskan kuberikan untuk Bu Liza saja.
"Bu Liza, Bu Liza!" Aku berlari ke Bu Liza yang sedang duduk di bawah pohon "Ini buat ibu!" Aku tersenyum lebar sambil menyodorkan bunga itu tinggi-tinggi, habis Bu Liza terlihat tinggi sekali. Bu Liza sempat kaget, tapi kemudian beliau terlihat senang sekali "Makasih ya, Aria" ujarnya sambil menerima bunga dariku, lalu bunga itu diselipkan di telinganya, membuat ibu tambah cantik "Ibu cantik cekali!" Ujarku kagum dan polos "Hahaha Aria juga cantik!" Ibu bilang begitu sambil mengangkatku tinggi-tinggi, aku senang sekali diangkat begini!
Lalu ada hal aneh yang tertangkap di mataku.
"Ibu, Ibu" aku berujar sambil menunjuk-nunjuk ke balik pohon yang diduduki Bu Liza. Dengan heran, Bu Liza menurunkan aku dan bertanya "Kenapa, Aria?" "Itu apa?" Aku menunjuk ke balik pohon sekali lagi "Itu apa, apanya?" Bu Liza kebingungan sambil melihat kearah yang kutunjuk "Itu.." Aku juga kebingungan menjelaskannya "Ada yang hitam besaaalll sekali! Matanya melah" Aku menjelaskan apa yang kulihat, ada sesosok yang hitam, hitam seluruhnya, tinggi dan besar, matanya merah menyala "tapi nggak ada apa-apa disana" Bu Liza menunjuk dengan heran. Disaat bersamaan, Remi memanggilku "Alia! Cepetan, yang lain udah ketemu! Kita hom pim pah lagih!" Aku menyahut "Iyaaa bentaall" aku berbisik ke Bu Liza "Ibu jangan seling-seling ke pohon ini, dia nggak cuka, katanya ini lumahnya" aku sempat mendengar sosok itu berbicara, tapi entah kenapa Bu Liza tidak mendengarkan
Ini rumahku, jangan sering main didekat sini!Bu Liza bertambah heran tapi menurut saja "Ya sudah, ibu tunggu di ayunan aja" ujarnya sambil bangkit berdiri, aku mengangguk.
"Aliaaa!!" Remi berteriak tidak sabar "Iyaaa" aku berlari ke teman-temanku, lalu melanjutkan permainan.
*********
Aria, 5 years oldKami sedang sarapan bersama di ruang makan, aku duduk di samping temanku, Lucy "Aria, Aria" Panggil Lucy, aku meneguk jus jerukku lalu menjawab "kenapa?" "Aku baru meratiin, mata kamu kok merah banget? Kaya vampir deh" Semalam, di ruang berkumpul, suster bercerita tentang vampir penghisap darah yang suka muncul di bulan purnama, kebetulan semalam sedang bulan purnama, anak-anak perempuan termasuk aku merengek-rengek ingin tidur bersama suster, tapi akhirnya dimarahi karena seharusnya kami percaya pada Yesus, semetara anak laki-laki pura-pura berani.
Padahal, semalam saat aku hendak pergi ke toilet (ditemani teman, tentunya) aku melihat anak laki-laki berbondong-bondong ke dapur untuk mengambil bawang putih (yang menjelaskan kenapa nasi goreng untuk sarapan pagi ini kurang bawang) aku sempat tertawa terbahak-bahak bersama temanku, tapi akhirnya minta bawang juga, sekedar berjaga-jaga vampir benar-benar datang, dengan perjanjian aku tidak boleh lapor ke juru masak dapur panti asuhan bahwa merekalah penyebab raibnya bawang putih dalam jumlah yang lumayan besar.
"Aku..." Jawabku atas pertanyaan Lucy dengan suara rendah "Memang.. Vampir! Raawwrr" aku menerkam Lucy dengan gaya main-main ingin menggigit lehernya "Lepasin!" Lucy meronta-ronta tapi aku sempat mendengar tawanya disela-sela teriakannya
Prak!Aku dan Lucy buru-buru menekuni sarapan kami karena suster menegur kami dengan jepretan penggaris kayunya yang legendaris, seandainya kami nekat masih main-main, kepala kami jadi sasaran penggaris itu.
"Tapi serius nih" Bisik Lucy, matanya mengarah ke nasi goreng dihadapannya, seolah-olah kami tidak mengobrol "Kok mata kamu merah banget, Ri?" Aku juga tidak menatap matanya dan berbisik kembali "nggak tau, dari lahir udah begini" "Yakin bukan semacem penyakit?" Aku hanya terdiam.
[Time skip, di jam bebas!]
Aku sedang main ular tangga di ruang tengah bersama Dira ketika aku mendengar suara teriakan kucing dan tawa anak laki-laki, aku mengangkat kepalaku dan melihat ada anak kucing yang ditendangi oleh dua anak laki-laki.
Kebetulan, tempat duduk yang kududuki bersebrangan dengan jendela yang terbuka lebar, tentu saja aku bisa melihat apa yang terjadi di luar dengan mudah.
Kontan saja aku berlari kejendela dan meneriaki anak laki-laki jahat tersebut "Jangan ditendangin dong kucingnya! Kan kasian!" Mereka menatapku dengan aneh, lalu tertawa terbahak-bahak "Kamu Aria kan?" Mereka tahu dari mana namaku? "Iya..?" Mereka mengangkat kucing itu seenaknya, membuat kucing itu meringis kesakitan "Hei...!!" "Apa yang bikin kamu kasian sama kucing jelek ini?" Ujar salah satu dari mereka. Kucing itu dibanting kembali ke tanah, lalu mereka kembali menendangi kucing itu.
Amarah merebak dalam diriku, aku memfokuskan mataku ke sepatu mereka, ingin sepatu mereka terbakar, kalau perlu kakinya sekalian supaya mereka tidak bisa menendangi kucing itu lagi.
Tiba-tiba, entah dari mana asalnya, api benar-benar muncul di sepatu mereka, membuat mereka berteriak kesakitan, berlari kesana kemari, mencari genangan air untuk memadamkan api tersebut.
Aku hanya bisa melongo melihat kejadian tersebut, ketakutan.
Aku menoleh ke arah Dira yang menatapku dengan tatapan kosong, dia menghampiriku lalu menenangkanku "Itu kesalahan mereka kaki mereka jadi terbakar apimu" ujarnya dengan tenang, tangannya yang membiru dan dingin menggandeng tanganku yang kini terasa panas "apiku..? Apa.." "Kalau kamu mau, kamu bisa pungut kucing malang itu lalu mengobatinya" selanya sambil menunjuk anak kucing yang tadi mereka tindas. Aku segera melompati jendela dan melakukan apa yang Dira bilang.
*******
Esoknya adalah hari ulang tahun Lucy, pestanya diadakan di taman panti asuhan "Happy Birthday!!" Teriak semua orang bersamaan. Aku senang sekali, jadi aku peluk Lucy sambil meneriakan hal tersebut di telinganya "Auuww Aria.." Lucy memelukku kembali, tapi kurasa kupingnya sempat berdenging karena kuteriaki tadi. Usai acara buka kado yang pertama kali di laksanakan (karena Lucy tidak sabar), aku memuji gaun pink yang dikenakan Lucy hari ini "Gaun kamu bagus banget, cy! Suka deh warnanya!" Ujarku tulus "Ah nggak, gaun merah kamu juga bagus, serasi sama mata kamu" balasnya. Lucy tidak menganggap warna mataku aneh lagi, tapi mulai menyukakinya "Tapi..." Ujarku cemberut selagi memandangi gaun merah polos yang kukenakan, aku lebih suka gaun yang Lucy kenakan. Aku memandangi gaun Lucy sambil menggigit bibirku
Ah, seandainya saja gaun itu milikku...
Tiba-tiba saja ujung gaun cantik itu terbakar api.
"Aah!!" Teriakan yang melengking lolos dari mulut Lucy, matanya membelalak ketakutan sementara ia mengibas-kibaskan gaunnya (untungnya hari ini ia memakai celana pendek, jadi celana dalamnya tidal kelihatan). Aku mencari-cari apa yang bisa kugunakan untuk memadamkan api itu, mataku menangkap segelas air yang menganggur di meja kue ulang tahun, spontan, aku menuangkan air tersebut ke gaun Lucy "Lucy! Kamu gapapa??" Tanyaku setelah api itu padam, aku khawatir, habis, Lucy kelihatan terguncang sekali, seolah-olah baru saja melihat neraka "Kamu... Apain aku?" Dia kembali bertanya kepadaku dengan tatapan ketakutan, seolah-olah aku penyebab kebakaran kecil itu.
Apa-apaan..?
Lalu muncul dua anak laki-laki yang kemarin menindas anak kucing "Kamu juga apain kami? Kaki kami terbakar karena kamu melototi kami kan?! Dasar titisan Iblis!" Aku menatap kaki mereka, ternyata kaki mereka memang sempat terbakar, perban yang sekarang melilit kakinya merupakan bukti.
Sekarang perhatian semua orang terarah padaku yang tidak bisa berkata apa-apa karena kebingungan.
Suster melerai kami, pesta pun berlanjut
Tapi Lucy tidak berani berbicara padaku lagi selama sisa hari itu, dan aku bisa merasakan orang-orang diam-diam mencuri-curi pandang kepadaku.
Aku tahu, dunia yang kutempati tidak akan pernah sama lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hell Queen
De TodoSang Ratu Neraka. Sejak kecil, tepatnya saat aku berumur lima tahun, aku sudah menyandang julukan menyebalkan tersebut. Ini semua karena bakat- atau kutukan?- ku. Entah bagaimana caranya, aku memiliki bakat ilmu pyrogenesis; dimana seseorang bisa me...