Suster kepala sekolah
Matanya.. Semerah darah. Aku memandangi bayi yang baru saja kupungut tadi dengan heran. Sepanjang sejarah hidupku, aku tidak pernah melihat orang yang memiliki mata merah alami (kecuali mereka memakai lensa kotak, itu pemandangan yang mengganggu dan membosankan) Sekarang aku melihatnya di bayi ini, dan terlihat indah sekali, seperti rubi, matanya yang polos dan tak berdosa bersinar-sinar, seolah-olah bintang terjebak didalamnya. Ah, semakin lama aku memandanginya aku semakin sayang dengan bayi ini.
Mendadak saja pot bunga mungil yang diletakkan di jendela dekatku terbakar, entah dari mana asal api tersebut. Bayi mungil yang kutimang melihat ke arah yang sama denganku, yang aneh adalah, dia menjulurkan tangannya, seolah-olah ingin mengambil pot yang terbakar tersebut. Aku buru-buru menarik tangannya lalu memainkannya "nggak boleh ya.." Kataku lembut sambil tersenyum
Dalam hitungan detik segalanya berubah. Aku dikelilingi api, bayi mungil yang kutimang tersenyum, tapi bukan senyuman polos, melainkan senyuman seseorang yang baru saja membunuh, tapi tidak merasa menyesal.
"Jangan menghalangi jalanku, nenek sialan!"
.... Lalu aku terbangun.
Mimpi buruk. Seluruh tubuhku bersimbah keringat dingin, sudah lama aku tidak mengalami mimpi buruk. Aku memutuskan untuk mencuci mukaku, lalu kembali tidur, aku butuh istirahat. Tubuh tua ini memerlukan banyak istirahat.
Saat membasuh mukaku dengan air dingin, aku berpikir; mimpi tadi bukan sekedar mimpi, tapi kenangan sungguhan yang pernah terjadi padaku. Aku ingat malam itu, semuanya sama persis dengan mimpiku, kecuali bagian akhir yang mengerikan itu. Tuhan, apakah itu pertanda..?
"Jangaaann!!!" Aku tersentak oleh teriakan dari luar jendelaku, aku kenal suara itu, itu suara.. Aria?
Aria, 5,5 years old
Hanya suster kepala sekolah yang tidak menjerit, mulutnya menganga lebar, tapi tidak ada teriakan yang lolos dari sana.
Bu Carol lah yang pertama kali bereaksi-- reaksi sesungguhnya, bukan teriakan semata-- "Aria, apa yang kamu lakukan??" Teriaknya histeris. Oke, itu reaksi yang tidak jauh berbeda dari yang lain "Bu.." Aku masih terguncang. Mulut sialan ini tidak mampu berkata-kata dengan benar, memberikan penjelasan... Entah penjelasan apa, yang jelas aku merasa harus mengatakan sesuatu.
"Aria hanya melakukan pembelaan, Carol." Suara Suster kepala sekolah, Suster Elizabeth yang berwibawa menjawab Bu Carol "Tapi, Sus! Anak ini baru saja melakukan pembunuhan!" Bu Carol masih histeris dan menunjuk-nunjuk diriku. Suster Elizabeth mengangkat tangannya "Memang benar, tapi seandainya Aria tidak melakukannya justru akan ada satu korban yang tidak bersalah" Aku tidak mempercayai pendengaranku, Suster Elizabeth baru saja membelaku? "Tapi.." Bu Carol masih terlihat keberatan.
"Kyaaa!!!"
"Ada yang mati!!"
"Huaaa"
"Pembunuhnya Si Ratu Neraka!"
"Dia memang penghuni neraka!"
"Jahat banget..."
Anak-anak yang melihat kejadian ini berteriak histeris dan mengata-kataiku, aku hanya bisa diam dan pasrah pada keadaan. Aku bisa apa?
"DIAM!"
Lagi lagi, Suster Elizabeth menyelamatkanku, beliau menghentikan kericuhan itu dalam hitungan detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hell Queen
RandomSang Ratu Neraka. Sejak kecil, tepatnya saat aku berumur lima tahun, aku sudah menyandang julukan menyebalkan tersebut. Ini semua karena bakat- atau kutukan?- ku. Entah bagaimana caranya, aku memiliki bakat ilmu pyrogenesis; dimana seseorang bisa me...