Pendeta Lucas Pierré
"Jadi? Operasi Elizabeth Mardé sukses?" Aku bertanya dengan gusar kepada dokter yang mengurus Elizabeth. Sekarang pukul sepuluh pagi, sementara operasi yang dijalani Elizabeth sudah selesai sejam yang lalu ketika aku baru saja bangun dari mimpi burukku. Ini semua karena Elizabeth tidak memberi tahuku kapan dimulainya operasi itu mulai.
Elizabeth selalu begitu. Pasti dia tidak mau merepotkanku menunggunya selesai operasi dirumah sakit. Dia tahu aku benci bau rumah sakit, karena selalu mengingatkanku akan ada yang meninggal atau sedang sekarat didalamnya. Padahal aku tidak keberatan menemaninya seandainya aku dikelilingi bau mayat membusuk sekalipun.
"..Pak" aku mendengar dokter mulai berbicara. Nada itu. Jangan nada itu. Nada yang menunjukan keprihatinan, di lain situasi mungkin aku akan senang mendengarnya, tapi dalam hal ini, tidak sama sekali. "Ya?" Aku menegakkan bahu, nada suaraku meninggi, tidak sabar. Juga tidak mempedulikan Maria, Jo, dan Andy menatapku dengan heran "Pak, kami sungguh sudah melakukan apa yang bisa kami lakukan tapi.." Wajahku memucat, aku tidak berani menyelanya. Jangan "Elizabeth Mardé.." Kumohon Yesus, jangan panggil Elizabeth "Sudah tidak dapat diselamatkan lagi".
Ponselku berseluncur dari gengamanku, berciuman dengan lantai biara yang terbuat dari kayu "Halo? Halo? Pak?...." Terdengar suara panik dari seberang sana, tapi aku tidak menghiraukannya. Sumpah mati, sekarang aku berharap ada kru TV yang tiba-tiba muncul di depanku sambil membawa Elizabeth dan berteriak "Prikitiew! Pastur Lucas, selamat! Anda baru saja dikerjain oleh kru TV Supertrap! Dokter yang menelepon anda cuma gelandangan ganteng yang ketemu di jalan, sementara Suster Elizabeth ga pernah sakit!" Lalu akhirnya aku akan tertawa terbahak-bahak, kami akan sarapan bareng dan pagi ini akan menjadi pagi yang indah karena aku masuk TV.
Nyatanya, yang muncul dihadapanku adalah anak yang semalam ada di taman panti asuhan, dengan tatapan kaget dan takut menatapku, seolah-olah tahu penyebab aku membiarkan setitik air mata lolos dari salah satu mataku. Oh iya, mungkin dia anak asuhan panti asuhan, kan aku menemukannya di taman panti asuhan.
Dan pagi ini menjadi pagi terburuk yang pernah kulewati.
Aria Pierré
Tepat sepuluh hari kemudian sejak Pastur Lucas dikabari wafatnya Suster Elizabeth, upacara pemakaman pun dilaksanakan.
Pagi itu aku tidak mempercayai pendengaranku, berharap semuanya hanya bohong belaka. Rupanya, selama tujuh tahun aku menderita di bawah tanah, suster ikut menderita; beliau mengidap penyakit tumor otak, lalu tumor itu mengganas, jadi kanker otak keparat gatau diri.
Hari itu juga aku secara resmi diangkat menjadi anak asuh Pastur Lucas, jadi aku harus berlatih memanggilnya "Ayah". Aku juga melakukan beberapa perubahan, seperti memotong rambutku yang sudah terlalu panjang jadi sepinggang, juga memberiku poni rata yang berhenti tepat di alisku, poni itu ditipisin sedikit supaya tidak terlihat 'berat', entahlah, kata penata rambutku sih begitu. Aku menyukai penampilan baruku, begitu juga Maria, Andy dan Jo-- Maria adalah yang bertugas sebagai suster, Jo adalah orang yang gemuk, nama aslinya Jonathan, tapi dia lebih suka dipanggil Jo, Andy adalah laki-laki yang terlihat normal padahal tidak sama sekali, dia memiliki perilaku preman tapi hati selembut gulali-- mereka memujiku terlihat seperti boneka. Walaupun aku tidak begitu memikirkannya, karena selama sepuluh hari itu otakku dipenuhi oleh Suster Elizabeth.
Aku tidak hadir di upacara pemakaman itu dengan alasan aku sakit. Padahal tidak. Aku tidak sepenuhnya berbohong sih, karena rasanya jauh di dalam diriku ada yang patah. Anak macam apa aku ini? Tidak hadir dalam upacara pemakaman orang yang sangat penting baginya. Tapi aku memang seharusnya tidak menunjukan diri terlebih dahulu, kudengar dari Jo, suster, para guru, anak-anak panti asuhan, bahkan yang sudah diadopsi ikut menghadiri upacara pemakaman itu, seandainya aku hadir pasti akan ada kegemparan disana. Karena; mereka tidak tahu aku sudah lama minggat dari tempat terkutuk mereka mengurungku, Jo, Andy, Suster Maria dan Pas-- Ayah tidak boleh tahu identitasku di mata orang-orang panti asuhan, dan aku adalah rahasia gelap panti asuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hell Queen
RandomSang Ratu Neraka. Sejak kecil, tepatnya saat aku berumur lima tahun, aku sudah menyandang julukan menyebalkan tersebut. Ini semua karena bakat- atau kutukan?- ku. Entah bagaimana caranya, aku memiliki bakat ilmu pyrogenesis; dimana seseorang bisa me...