Alex Purnama.
Aku bingung setengah mati ketika Aria berbelok ke gang gelap yang setahuku berujung buntu. Yah, aku bukannya paranormal yang tahu begitu saja, aku cuma pernah dikeroyoki orang belagu disana kok. Pemikiran yang bodoh kalau kalian pikir aku sekarat di gebuki sekelompok preman, sebaliknya, justru mereka yang lari terbirit-birit dariku.
Ha-ha-ha, aku memang hebat.
Jadi begini, tadi setelah mengisi muatan dari kantin-- yang kuhutangi karena dompetku yang sudah bulukan ketinggalan, aku cepat-cepat hengkang dari tempat menyebalkan tersebut (karena ibu kantin terus-menerus meneriaki hutangku di depan khalayak ramai. Yah, bukan salahku kan aku pelupa dan dompetku selalu ketinggalan?). Lalu, waktu di jalan pulang, aku melihat Aria, aku tidak repot-repot menyapanya karena malas.
Rupanya jalan pulang kami searah, tapi dia kemudia membelok ke gang gelap yang buntu. Aku ingin meneriakinya, tapi aku memutuskan untuk tetap diam dan berpura-pura menjadi penguntit.
Mana kutahu itu adalah ide yang buruk?
Saat aku memegang bahunya, dia tiba-tiba menyentakkan bahunya lalu berbalik ke arahku dengan tatapan marah, dan aku bersumpah, di matanya yang merah ada percikan api. Tatapannya yang marah kemudian berubah menjadi tatapan heran dan kaget.
"Alex?"
"Lo ngapain masuk ke gang buntu?" Aku tidak mengubrisnya.
"Lo sendiri ngapain berlagak jadi penguntit, sialan!" Dia berteriak frustasi sambil menjambak pelan rambutnya dengan tangan kirinya.
"Lo belom jawab pertanyaan gue" aku menyeringai, suka dengan tampang frustasinya yang sekilas terlihat imut -- Yesus, ada apa dengan kepalaku??
Aria merengut ditanggapi begitu, tapi lalu dia menjawabku dengan wajah yang sekilas bersemu merah "Y-Yah, gue kira lo itu penjahat, jadi gue ngetes doang kesini, siapa tau searah doang gitu.." Ujarnya pelan sambil menatap sepatunya, lalu tiba-tiba ia mendongak menatapku "Lo sendiri?"
Aku mengangkat bahuku "Mau ngasih tau lo kalo disini tuh gang buntu dan suka ada orang mabok tidur disini" Aku melayangkan tatapanku di sekitar gang "Dan gue rasanya ga ada pemabok disini sekarang.."
Hik.
Crap. Ada.
Aria Pierré.
Tubuhku menegang taktakala mendengar suara cegukan orang mabuk yang sedang tidur-tiduran di tempat sampah besar. Orang itu bangkit duduk dengan botol bir di tangan kanannya dan wajah merah bak kepiting rebus, lalu menatap aku dan Alex dengan tatapan aneh "Walah, Walah~ Hik" Dia kemudian melompat berdiri sambil terhuyung-huyung "Cucu-cucuku tersayang~ Hik. Apa kabar? Kakek kesepian~ Hik" Dia dengan tampang teler merentangkan kedua tangannya, seolah-olah ingin memeluk kami berdua.
Aku baru memperhatikan penampilannya. Orang itu mengenakan setelan jas abu-abu mengkilap, dengan kemeja hitam bermotif kotak-kotak putih yang beberapa kancing bagian atas tidak dikancingkan, menampakkan-- ugh, sedikit bulu dada yang menjijikan. Rambutnya yang gondrong dan sudah beruban acak-acakan, wajahnya juga terlihat tua dan berumur, namun beringas. Dia mengenakan kalung dari batu akik, begitu pula empat cincin yang di masing-masing tangan terdapat dua, juga beberapa gelang dan cincin emas lain.
Tapi Alex menyambut pelukan kakek itu. Aku tersentak kaget dan menatapnya dengan tatapan lo-gila-mau-meluk-orang-gila, tapi dia tidak mengubrisku dan menepuk punggung kakek itu "Gimana kabar kakek?!" Teriaknya dengan nada ceria yang kucurigai rada sakarstik "Ah tapi.." Dia mendorong bahu orang itu "Kakek gue udah wassalam" dia berkata begitu dengan nada beku yang membuatku merinding walaupun aku bukan sasaran amarahnya. Kemudian dia menghantam perut orang itu dengan keras, matanya mencorong tajam. Aku hanya melongo.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hell Queen
RandomSang Ratu Neraka. Sejak kecil, tepatnya saat aku berumur lima tahun, aku sudah menyandang julukan menyebalkan tersebut. Ini semua karena bakat- atau kutukan?- ku. Entah bagaimana caranya, aku memiliki bakat ilmu pyrogenesis; dimana seseorang bisa me...