Dia.

716 36 8
                                    

Di sebuah tempat yang tak bisa dilihat mata telanjang, disentuh tangan kotor, dan dimasuki manusia berhati nurani...

"Baiklah..." Orang yang mengenakan jubah sehingga mukanya tak terlihat oleh bayangan yang dihasilkan jubah itu membatin "Mereka sudah bertemu, peringatan tersirat sudah dilontarkan, dan sejauh ini rencana kami berjalan dengan lancar. Sebaiknya langkah berikutnya juga berjalan dengan lancar."

Sosok itu sedang duduk di kursi dengan meja dihadapannya, tempat yang ditempatinya hanya berpenerangan satu lampu pijar diatas meja itu, menimbulkan suasana mencekam. Di hadapannya, terdapat buku catatan yang terlihat tua yang dipenuhi dengan tulisan, dan simbol yang hanya dikenali olehnya. Ditangannya, dia sedang memegang sekuntum bunga mawar berwarna merah. Duri di mawar itu tidak menghalanginya untuk menggenggam mawar itu kuat kuat, membuat telapak tanganya meneteskan darah.

Dia menatap bunga itu lekat-lekat sambil menyiulkan lagu yang terdengar menyenangkan, tapi dalam suasana ini, lagu itu terdengar menyeramkan. Kemudian entah darimana asalnya, api membakar bunga yang indah itu. Sebagai lanjutan dari siulannya, dia bernyanyi dengan nada yang terdengar terlalu ceria. Terlalu ceria, hanya dengan mendengarnya kita tahu ada hal tak menyenangkan di dalam kepalanya.

"I'm coming for you~"

******
Aria Pierré.

Aku mengerang. Sial, siapa sih yang menabrakku tadi? Mana kencang lagi, kurasa dia sedang berlari tanpa berpikir atau minimal menggunakan matanya! "Heh, pake mata lo dong--" Aku sudah siap mendamprat orang yang menabrakku, kemudian aku melihat sosok itu.

Aku membelalak. Begitupun juga dia.
Apa...
Aku melihat diriku sendiri. Sumpah, aku sempat mengira aku sudah menabrak cermin tak kasat mata kemudian berpikir "Wow, acara prank TV jaman sekarang niat banget ngerjain orang." Seperti yang kukatakan tadi, aku seperti sedang bercermin, wajah kami, warna kulit kami, bahkan gerakan mengusap kepala kami sama!

Yang berbeda hanyalah warna mata kami berdua dan baju yang kami kenakan sekarang. Kalau aku memiliki warna mata merah darah, dan memiliki warna mata hitam pekat, aku bahkan tak bisa melihat pupil matanya. Seandainya aku berganti baju jadi seragam sekolah ini dan menggunakan lensa kotak berwarna hitam, dijamin deh, kami tidak bisa dibedakan.

Kami berdua perlahan-lahan bangkit berlutut. Kemudian, kami sama-sama memiringkan kepala kami kearah yang sama dengan kebingungan, seolah-olah sedang melihat alien atau semacamnya. "Kamu..?" Aku bertanya padanya sambil menunjuknya dia juga melakukan hal yang sama, tapi dia tidak mengeluarkan suara.

Kemudian aku tersadar. Ini kan asrama orang bisu-tuli, mungkin saja orang di depanku ini juga tuli dan atau bisu! (Author: Ditulis dan atau krn kalo org tuli ya otomatis bisu, soalnya audio yg ditangkepnya kan ga seberapa, jd kesusahan buat ngeresponsnya. Pernah mikir ga "Kalo org tuli, kira kira bahasa apa yg dipikirinnya?" lol, Author setiap saat). Kami berdua bangkit berdiri "Kamu.. Tuli?" Dia menggelengkan kepalanya, kemudian menunjuk bibirnya, mengisyaratkan dia bisu "Oh.." Hening sejenak.

Hell, gue nggak nyangka tuan gue malah diem aja begitu ketemu sama setengah bagian dirinya!

Dan hell, aku tak menyangka aku cukup gila untuk mendengar suara-suara di dalam kepalaku!

"Jadi.." Aku berbicara dengan canggung "Kenapa muka kita bisa sama?" Great, pertanyaan yang bagus, dasar mulut sial. Dia hanya mengangkat bahu dan menggelengkan kepalanya dgn sikap malu-malu."Er.. Mungkin ga kita kembar?" Dia terlihat kaget, kemudian dia lagi-lagi menggelengkan kepalanya dan mengangkat bahunya.

Sebuah dehaman yang dipaksakan menarik perhatian kami, dan aku menemukan Alex sedang berdiri tak jauh dari kami dengan ekspresi geli di wajahnya. Geli dengan apa, hah? Aku bertabrakan dengan orang yang sama persis dengan diriku dan bersikap idiot?

The Hell QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang