Sepuluh

6.4K 633 16
                                    

10

PS: 18+ as usual, be a wise reader

"Karena itulah sejak saat itu, aku berhenti mempercayai siapapun yang memintaku mempercayainya."

Perasaan Ambrose campur aduk.

Seusai bercerita, mereka menikmati sarapan di kamar dalam diam. Alisia mengunyah makanannya perlahan, dan pandangannya menatap kosong makanan di depannya. Pelan, Alisia mendorong piring sup. "Aku sudah kenyang."

"Kau makan terlalu sedikit. Tambah sesuap lagi."

Alisia mendumel, tetapi menurut dan menyuapkan sesendok ke mulutnya. Melihat Ambrose menatapnya serius, Alisia tertawa kecil.

Ambrose menyentuh pipinya, bingung. "Apa ada yang menempel di wajahku?"

"Bukan, tetapi kau selalu memasang wajah serius seperti itu sepanjang waktu. Apakah tidak melelahkan?"

Ambrose menyunggingkan senyum sebelah dan membiarkan Alisia menyentuh keningnya, memijit daerah di antara kedua alisnya agar tidak mengerut. "Sudah kebiasaan."

"Kau jadi cepat tua," canda Alisia.

"Kau tidak suka dengan pria yang terlihat tua?"

Alisia tersedak. "Oh, well, aku tidak pernah berpikir untuk mengencani kakek-kakek..."

"Kurasa jadi nenek-nenekpun kau tetap cantik..."

Alisia tersenyum. Ambrose memang payah, sama sekali tidak romantis. Bahkan pujiannya yang barusan terdengar seperti ejekan. Oh, tetapi Alisia tidak bisa mencegah debaran di dadanya. Tidak dengan cara Ambrose menatapnya seolah Alisia makhluk rentan yang suci. Seolah Alisia sama seperti Celsia. Seolah dirinya tidak pernah kotor. Seolah ia layak dicintai.

"Kau jangan mulai lagi, kalau kau berusaha membujukku, kau tahu bahwa hasilnya akan sia-sia."

Ambrose mengangguk tetapi wajahnya menunjukkan bahwa dirinya belum menyerah.

"Istirahatlah, aku akan kembali menemuimu nanti malam," Ambrose beranjak dari sisi ranjang tempatnya duduk dan meraih wajah Alisia untuk mengecup pelan kening gadis itu. Alisia terbelalak merasakan Ambrose memperlakukannya berbeda.

Seharusnya apa yang ada di antara mereka murni nafsu.

"Nanti malam?" tanya Alisia, tiba-tiba terdengar bingung.

"Bukankah nanti malam aku akan menemanimu tidur?"

"Ah, ya," Alisia terdiam dan merasa asing dengan suaranya sendiri. Ia yang lebih dulu mengajak Ambrose menemaninya. Ia yang terlebih dulu membuka jalan menuju hubungan aneh tanpa status ini. Tetapi kenapa sekarang ada rasa yang berbeda mendadak muncul ketika dirinya menantikan malam tiba?

-000-

Sepanjang acara makan malam, Alisia tampak gelisah.

"Oho," pikir Alexei sambil mengamati adiknya yang tampak berbeda dari biasanya. Tatapan Alexei berpindah ke Ambrose. Berbeda dengan malam sebelumnya di mana pria itu tampak cemas memikirkan Alisia, mala mini Ambrose tampak santai dan penuh pengendalian diri.

Alexei menggoyangkan gelas wine-nya sebelum akhirnya meneguknya. "Menarik," pikirnya sambil tersenyum kecil. Alexei mulai membuat rencana lain di dalam kepalanya. Ia berpikir untuk mengosongkan Lorong di mana kamar Alisia berada. Prajurit mungkin tidak perlu ditempatkan tepat di depan kamar.

Ambrose melirik Alexei sekejap, sadar bahwa dirinya diperhatikan. Alexei mengangkat gelasnya tanpa bicara, dan Ambrose dalam diam melakukan hal yang sama sebelum akhirnya meneguk isinya sampai habis.

My Beloved Alisia [18+] [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang