Ketika sudah terlanjur mengirimkan Dariya pergi sebagai salah satu calon, Alisia baru merasa menyesal. Gurauan-gurauan yang diucapkan asal-asalan oleh Alexei juga bukannya membantu, malah memperburuk suasana hatinya.
"Ambrose Hancock pasti merasa Putri Alisia sangat baik hati. Mengasihaninya dan dengan penuh perhatian membantunya mencarikan istri."
"Apakah kau bisa menutup mulutmu, Alexei?"
"Aku tidak memintamu mendengarku," balas Alexei sengit. "Aku hanya, uhm, menulis jurnal harian untukku. Isinya adalah kejadian menarik yang membuatku meringis atau mau tertawa karena lucu. Kebetulan kau salah satunya."
"Tidak lucu untukku."
"Lucu, untukku. Aku pemilik jurnalnya, jadi terserah aku." Alexei tersenyum manis, merentangkan kakinya dan menyenderkan tubuhnya malas di kereta kerajaan yang membawa mereka menuju Lombards.
"Sangat menyedihkan, menjadi seorang Ambrose Hancock," tambah Alexei dengan desahan dramatis dan wajah muram yang dilebih-lebihkan. "Bukan hanya gagal meminang wanita yang diinginkannya, wanita itu malah memilihkan istri terbaik untuknya."
Alisia meraih cambuknya, dan Alexei buru-buru menutup jurnalnya. "Kau tentu tidak mau merusak kereta kita dengan cambukmu. Lubang yang kau buat di dinding kereta akan membuat kita berdua kedinginan."
"Kalau kedinginan, mungkin kau akan menutup mulutmu lebih rapat."
"Tidak, aku malah akan menggeretakkan gigiku dengan suara yang membuat sakit kepalamu semakin menjadi-jadi."
Alisia memberikan tatapan memperingatkan, dan Alexei menutup mulutnya. Sepanjang sisa perjalanan mereka lalui dengan diam. Alisia sedang malas berbasa-basi dan apa yang dilakukan Alexei tidak membantu suasana hatinya menjadi lebih baik. Sejujurnya, Alisia tidak tahu harus memasang wajah seperti apa di depan Ambrose.
Sekarang, ketika kedatangannya diumumkan, dan dirinya akhirnya bertatapan lagi dengan Ambrose, Alisia benar-benar merasa luar biasa bersalah.
Bagaimana tidak?
"Hamba merasa berterima kasih atas perhatian yang diberikan oleh Tuan Putri dan Yang Mulia Raja Alexei."
Ketika mata Ambrose menatapnya dengan perasaan terluka, sesuatu yang tidak nyaman membuat perut Alisia terasa bergolak mulas. Mata Ambrose biasanya menatapnya dengan cara yang lain, seolah pria itu memaklumi semua yang dilakukan Alisia. Tetapi, hari ini, pria itu terang-terangan tidak menyembunyikan perasaannya yang terluka.
Oh, bukankah aku terlalu kejam?
"Aku sudah melakukannya sesuai arahan Yang Mulia Putri Alisia," Dariya menyampaikan dengan wajah berbinar.
Alisia tersenyum memuji, tetapi melihat Ambrose masih menatapnya dengan pandangan terluka, Alisia tidak berani banyak berkomentar.
"Idemu memang selalu yang terbaik," cibir Alexei. "Sesuai kebiasaan lamamu, pembalasan dendammu selalu paling menyakitkan."
Alisia melemparkan injakan sekencang mungkin ke kaki Alexei, tetapi pria itu hanya berjengit sedikit. Tentu saja, dengan wajah tersenyumnya yang datar, ia masih bisa menyuarakan umpatan keparat ke arah Alisia.
"Aku tidak membalas Ambrose, aku murni hanya ingin membantunya."
"Ha," Alexei tergelak, seolah Alisia bercanda dengannya. "Hanya orang gila yang mengira apa yang kau lakukan membantunya."
Alexei duduk di tempat yang disediakan untuk para utusan khusus dan menempatkan diri dengan nyaman. "Calon dari Byron lumayan juga, bukan?" Alexei melempar lirikan ke arah gadis-gadis yang berdiri di sebelah Ambrose, menunggu dengan patuh bak merpati manis untuk dikenalkan kepada sang Tuan rumah. "Biar bagaimana pun, Ambrose Hancock cukup lumayan. Masa depan menjanjikan, harta lumayan, wajah tidak buruk, sifat gentleman. Apa lagi yang diperlukan untuk mendapatkan seorang istri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Alisia [18+] [COMPLETED]
Historical FictionPutri Alisia Boryanovna Dragomirov, putri mahkota dari kerajaan Avar adalah cerminan wanita cantik namun tangguh yang membuat banyak pria gentar. Anehnya, sekalipun Alisia tampaknya sama sekali berbeda dengan tipikal wanita yang diinginkan seorang A...