23
"Aku memikirkan serangan udara. Dengan panah," Alisia menunjuk daerah pegunungan yang diinformasikan oleh Helena sebelumnya. "Membawa kuda terlalu beresiko. Sekalipun pasukan berkuda biasanya menjadi salah satu andalan kita, membawa mereka melintasi laut membutuhkan waktu terlalu lama dan beresiko."
Ambrose melihat jalur laut dan menyetujui. "Begitu bendera kapal terlihat atau salah satu penduduk menyadari kedatangan kapal asing, pasukan musuh keburu bersiap dan mengabari ibukota untuk bersiap perang. Begitu kapal mendarat, semuanya sudah terlalu terlambat untuk melakukan serangan tiba-tiba."
"Aku akan meminjam pasukan dari Byron," Alexei menunjuk ke peta dan arah Barat Daya yang mengarah ke Frankish. Pasukan dari Frankish bisa membantu untuk menutup jalan kabur ke laut. Ketika terkepung dua arah, mereka tidak punya pilihan selain mundur dan menyerahkan ibukota. Saat itulah Pamanmu, Heraclius bisa maju dan mengambil alih kekuasaan."
"Harus ada taktik untuk memancing prajurit mereka bergerak ke arah gunung, kalau tidak, serangan mendadak tidak akan berhasil."
Alexei terdiam dan menatap Helena. "Ah, kurasa aku tiba-tiba terpikirkan suatu hal yang bagus. Ada berapa gerbang yang mengelilingi Ibukota?"
"Hanya satu, tetapi seluruh Ibukota sebenarnya terlindungi oleh gerbang yang tinggi, jadi... sangat sulit untuk ditembus masuk begitu saja."
"Tetapi ketika satu sudah masuk, bukankah mereka semua sudah terperangkap?" Alisia tersenyum.
"Kuharap taktik apapun yang dipilih tidak terlalu menghancurkan ibukota..."
"Tentu saja tidak akan seburuk itu," Alexei menimpali. "Ada berapa sumber air untuk ibukota."
"Hanya satu, tetapi... aku tidak bisa membiarkan rakyat yang tidak bersalah menjadi korban."
"Pertama-tama, mari kita culik seseorang," Alexei mulai bergerak mondar-mandir keliling ruangan. "Setelah itu, kita akan mengancamnya bahwa kita akan menyerang daerah gunung, kita lepaskan dia, biarkan dia kembali ke pasukan musuh."
"Kalau begitu, posisi kita akan ketahuan," sergah Helena dengan wajah takut.
"Tidak, setelah dia dibebaskan, salah satu dari orang kita akan menyusup ke dalam prajurit dan menyebarkan rumor."
"Rumor?"
Ambrose menggelengkan kepala, nyaris tertawa tidak percaya. "Kau sungguh kejam, aku lega aku bukan musuhmu."
"Ha," Alexei tertawa. "Kau sudah menebak taktik ini? Sungguh tidak seru."
"Setelah dia dibebaskan, kita akan menyebar rumor bahwa orang yang kita bebaskan itu sudah menerima suap dan setuju untuk mengkhianati pasukannya. Setelah itu terjadi, apapun yang ia katakan tidak akan dipercaya."
"Kurasa kita harus membuatnya berhasil sekali, untuk memancing bibit kecurigaan," seloroh Ambrose. "Kita berpura-pura kalah sekali tetapi tidak ada prajurit kita yang tertangkap dan kita melarikan diri dengan prajurit lengkap, lalu kita akan menuliskan surat dan memberikannya kepada si pemimpin pasukan."
Alexei bertepuk tangan. "Kau bisa lebih jahat dariku! Dengan surat kaleng itu, apakah kita akan menuliskan bahwa kita berterimakasih karena dia membantu kita melarikan diri?"
"Benar," Ambrose tersipu malu. "Aku tidak yakin ideku cukup baik."
"Tidak, itu brilian. Pemimpin itu akan menyanggahnya, tetapi dengan bibit ketidakpercayaan yang sudah kita tanamkan sebelumnya, para prajurit akan mulai berbincang di antara mereka, mempertimbangkan kemungkinan bahwa memang pria itu benar berkhianat."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Alisia [18+] [COMPLETED]
Historical FictionPutri Alisia Boryanovna Dragomirov, putri mahkota dari kerajaan Avar adalah cerminan wanita cantik namun tangguh yang membuat banyak pria gentar. Anehnya, sekalipun Alisia tampaknya sama sekali berbeda dengan tipikal wanita yang diinginkan seorang A...