Dua Puluh Sembilan

3.4K 433 34
                                    

29


"Apa yang sudah kau katakan padanya?" tanya Alisia dengan pandangan menuduh. "Apakah kau melarangnya memiliki anak?"

"Tidak, tetapi mungkin sesuatu yang mirip seperti itu... Tidak persis, tapi kukira Helena menangkapnya seperti itu."

"Astaga, Alex..."

Alexei mengeraskan tinjunya. Ia benci setengah mati ketika Alisia memanggilnya dengan nama panggilan yang sama dengan Ibunya. Ia sungguh tidak perlu diingatkan mengenai kebodohan seorang wanita yang terjebak oleh hubungan asmara dan melupakan keluarganya sendiri. Ia tidak perlu diingatkan tentang kesalahan masa lalu yang membuat Celsia terlahir dengan status tidak jelas, dan kegilaan Ayahnya mengenai martabat dan kehormatan keluarga.

Alex membenci kenyataan bahwa dalam keluarganya ada sosok yang perlu dikasihani karena kehilangan kewarasannya setelah melakukan kesalahan tolol. Alexei tidak pernah membuat kesalahan dan tidak pernah bermaksud menggunakan hatinya. Jadi, ia seharusnya tidak akan pernah menjadi gila karena ketololannya sendiri.

Itu yang ia pikirkan.

Karenanya, ketika Helena datang kepadanya, menawarkan pernikahan dengan segala rasionalitasnya, Alexei menerima. Gadis itu juga datang kepadanya untuk menawarkan perjanjian yang menguntungkan kedua pihak. Sisi terbaiknya, mereka sama-sama menyetujui bahwa perasaan tidak akan terlibat sama sekali. Sungguh, bukankah ini jawaban dari Tuhan atas permohonan Alexei?

Ia meminta pasangan yang tidak akan membuatnya tolol, karena mereka sudah berjanji untuk tidak menggunakan hati.

Tetapi, ternyata ia salah, bukan?

Karena kalau ia tidak melakukan kesalahan, kenapa Helena pergi darinya? Kenapa ada sesuatu yang buruk, meronta dalam dadanya, membuatnya ingin memaki semua orang ketika menyadari bahwa Helena pergi darinya?

"Apakah ada pelayan yang membantunya kabur?"

ALisia mendelik marah. "Bisakah kau berhenti mencoba menyalahkan orang lain? Sudah jelas penyebab masalahnya adalah dirimu, Alex. kau harus ingat jelas apa yang kau katakan padanya."

"Persetan dengan apa yang kukatakan! Tidak ada yang bisa kulakukan untuk menarik ucapanku kembali! Dan jangan pernah panggil aku dengan nama tolol itu."

"Kau tahu jelas nama panggilanmu sama dengan nama wanita yang melahirkanmu, jadi kenapa kau menghinanya?"

"Karena dari antara semua orang, aku tahu akibatnya berlaku tolol! Dan itu hal yang tidak pernah kulakukan!"

"Oh ya? Dan apa yang kau sebut dari dirimu sekarang? Menurutmu tindakanmu tidak tolol? Kau tidak menyadari bahwa ucapanmu membuat istrimu pergi karena mau melindungi anaknya?"

"Brengsek Alisia, berhenti bicara. Aku masih berlaku sopan padamu karena kudengar kau juga sedang hamil. Bisakah kau pergi saja dari sini kalau kau sama sekali tidak membantu?"

Alisia menarik kerah Alexei dan melotot ke arah saudaranya. "

"Dengar, kau gagal membuat Helena yakin bahwa kau menyukainya. Apakah pernah, sekali saja, kau tulus menunjukkan perasaanmu padanya? Bahwa kau menyukainya, bahwa kau sungguh memang ingin menikahinya sekalipun tidak ada perjanjian di antara kalian? Apakah memang apa yang ada di antara kalian murni hanya penyegelan perjanjian semata? Apakah kau sungguh tidak merasakan apapun padanya, Alexei?"

Alexei terdiam, kesulitan bernafas ketika runtutan kalimat dari Alisia menyerangnya seperti peluru. Ia membayangkan Helena dan kemudian menghela nafas, lelah.

"Keluarlah, selagi aku masih sabar, Alisia," balas Alexei marah.

"Oh, kau sama sekali tidak membantu, dasar pengecut." Alisia melepas kerah Alexei yang ditariknya dan mendorong pria itu kasar. "Selama sikapmu seperti itu, Helena tidak akan kembali. Aku akan mencarinya dengan caraku sendiri. Dan apa kau tahu, ketika aku menemukannya, aku tidak akan memberitahumu. Karena kau tidak pantas untuk Helena."

-000-

"Bagaimana keadaanmu, Lady Ellen?"

Helena tersenyum dan menerima keranjang berisi buah dan roti yang diulurkan oleh anak kecil di depannya. "Terimakasih banyak, Ben, kau sangat baik sudah membantuku berbelanja." Helena mengambil sekeping roti dan sebuah apel lalu memberikannya kepada Ben. "Ini untukmu."

"Terimakasih banyak Lady, kabari saja aku ketika kau membutuhkan sesuatu. Aku siap kapanpun."

Helena tersenyum dan menutup pintu. Ia meletakkan keranjang rotinya di ruang makan dan memakannya dengan mentega segar yang diberikan oleh Nyonya Adelaide dari rumah sebelah. Pandangan Helena turun ke perutnya yang membesar. Sudah sebulan lebih ia bersembunyi di sini, daerah dekat pesisir laut, sebuah desa kecil yang masih sedikit penduduknya.

Dengan identitas palsu yang dikarangnya, ia adalah Lady Ellen, seorang Lady dari keluarga bangsawan yang diusir keluarganya karena malu dengan dirinya yang hamil diluar nikah. Awalnya beberapa penduduk takut-takut menerimanya, namun setelah Ellen memberikan beberapa keping emas kepada Kepala Desa, pria setengah baya itu dengan baik hati memberikannya rumah kosong yang terbengkalai dan bahkan mengutus beberapa pemuda untuk membantu mempersiapkan rumah itu dengan layak untuk Helena.

Helena menyukai kenyataan bahwa penduduk desa tidak banyak yang berusaha mencari tahu tentang dirinya. Mereka menghindari aib, tetapi menyukai uang dan perhiasan yang dibawa oleh Helena. Karena itu mereka tetap memperlakukan Helena dengan sopan.

Helena mengelus perutnya lagi. Ia masih memikirkan masa depannya. Apa yang harus dilakukannya setelah melahirkan anaknya. Apakah anaknya seorang putra? Apakah seorang putri? Ia harus menunggu sampai Alexei mengabarkan pernikahannya dengan Ratu yang lain, secara resmi, baru ia bisa kembali kepada pamannya.

Mungkin Pamannya akan mengusirnya, mungkin akan mengasingkannya, mungkin juga akan mengasihaninya dan membiarkannya membesarkan anaknya di Byzantine. Biar bagaimanapun, Helena agak berjasa dengan mengirimkan Alexei ke Byzantine. Kalau tidak, bukankah Pamannya tidak bisa merebut tahta? Walaupun mungkin nanti Helena kembali dalam keadaan tidak lagi berharga, setidaknya bukankah Pamannya seharusnya merasa agak berhutang budi?

"Kalau perempuan, aku akan memberimu nama Leah. Sementara kalau lelaki, aku akan memberimu nama Allen," ujar Helena sambil mengelus perutnya lagi.

Helena tersenyum muram. Ia sengaja menggabungkan nama Alexei dan namanya sendiri ketika memilih nama untuk anak mereka. Setidaknya, dengan begitu, sesuatu tentang Alexei akan ada dalam bentuk anak-anak mereka, sesuatu yang bisa dikenangnya sekalipun pria itu tidak lagi bersamanya.

Helena menghela nafas. Semenjak kehamilan, dirinya jadi agak sentimentil dan melankolis. Sungguh konyol karena pada saat seperti ini, ia jadi agak merindukan suaminya.

Helena tersenyum dan mengelus perutnya lagi. Sebenarnya, bukan hanya 'agak', tetapi ia sangat merindukan Alexei. Ia menduga-duga bagaimana reaksi Alexei ketika menyadari kepergiannya. Apakah pria itu marah karena mengira Helena menipunya? Atau jangan-jangan Alexei malah merasa lega karena Helena memilih untuk pergi sebelum diusir?

Toh tujuan yang ingin digapai oleh Alexei sudah tercapai. Ia sudah memperoleh wilayan perbatasan yang diinginkannya, produksi yang dibutuhkan oleh rakyat Avar, dan perjanjian kerjasama dengan Kerajaan Byzantine.

Sebuah pengakuan serta kemajuan bagi Kerajaan Avar. Jadi, sesungguhnya peran Helena memang sudah tidak dibutuhkan lagi. Helena tersenyum sedih dan menghela nafas lagi.

Suaminya yang seringkali menyembunyikan perasaannya, Helena sungguh tidak bisa menebaknya. Alexei pandai menghapus jejak apapun dari emosinya. Dalam sekejap, tawanya bisa berubah jadi topeng dingin tanpa ekspresi, membuat Helena meragukan matanya sendiri, bahwa benar ia sempat menyaksikan suaminya tersenyum hangat.

Jadi, sebenarnya, apakah ia memahami Alexei? Helena mengusap perutnya lagi. "Ayahmu adalah sosok paling misterius dan sulit kupahami dalam hidupku. Semua takut mendengar namanya, ia terkenal dingin dan kejam. Tetapi anehnya, dia tidak pernah memperlakukanku dengan buruk..." bisik Helena pada bayinya.

Tok-tok

Helena terkejut dan menatap ke arah pintu rumah. Seingatnya ia tidak punya janji hari ini. Ia baru punya janji temu lagi besok. Pedagang perhiasan yang dikirim oleh Kepala Desa akan datang untuk menaksir harga perhiasannya. Apakah mungkin pria itu datang lebih cepat dari jadwal?

Helena membukakan pintu dengan bingung. Ia terkesiap ketika melihat sosok yang menantinya di depan pintu, tersenyum dengan wajah canggung serta khawatir.

"Helena," sapa suara itu, "akhirnya aku menemukanmu..."

>>TBC

My Beloved Alisia [18+] [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang