Lima

7.2K 676 11
                                    


PS: 18+ please be a wise reader

"Aku butuh bantuan. Kenapa baju wanita harus menyebalkan begini. Tolong bantu aku, Ambrose."

Ambrose bangkit dengan enggan dan membantu Alisia memasangkan kancing di punggungnya sampai ke atas leher. Sentuhan sekilas jemari Ambrose yang dingin membuat Alisia bergidik. Ambrose pun, seperti halnya pria-pria lain, melakukan sesuai instingnya, mendekap wanita di depannya dan menjatuhkan kecupan ke lehernya yang jenjang.

Sebuah kipas mendarat kencang di punggung tangan Ambrose, memukulnya pelan.

Alisia memutar badan, dan Ambrose kehilangan leher indah Alisia dalam sekejap. Gadis itu tersenyum, tidak terlihat marah. Seolah Ambrose hanya anak kecil yang melakukan kenakalan kecil. Alisia bahkan tidak terkejut, pikir Ambrose sambil merenggut.

"Aku tidak mau makan dengan leher biru-biru."

"Aku bisa memastikan melakukannya di tempat yang tidak terlihat."

"Aku tidak mau terlihat seolah-olah seperti milik seseorang."

Alis Ambrose naik. "Kau tidak mau terlihat seperti menghabiskan malam denganku?"

Alisia tertawa. "Rileks, My Lord. Aku berkata bahwa aku tidak mau terlihat seperti milik seseorang, bukannya seperti menghabiskan malam dengan seseorang. Dua-duanya hal yang berbeda."

Kepala Ambrose terasa sakit. "Aku tidak sembarangan menyentuh gadis yang belum menikah."

Alisia tidak mengindahkan kalimat Ambrose, sebaliknya ia menarik Ambrose keluar bersamanya dan mengunci pintu di belakang mereka. "Aku tidak sembarangan tidur dengan pria yang tidak kukenal. Tetapi satu atau dua malam bersama tidak membuatku harus menikahi seseorang."

Kepala Ambrose sakit seperti dipukul. Ia tentu saja tidak menjanjikan pernikahan kepada sang putri. Mereka berdua hanya murni bermain-main. Tetapi setidaknya, sebagai seorang pria sejati, bukankah ia seharusnya melamar Putri Alisia untuk menikahinya?

Urutan pertemuan mereka, tidak, urutan hubungan mereka berantakan, tentu saja. Seharusnya, Ambrose meminta izin kepada Raja Alexei untuk mendekati saudarinya. Seharusnya, mereka mengawali dengan pertemuan ditemani oleh pengawas, lalu kencan, pertunangan, dan hubungan bergairah. Tetapi semua urutan yang benar sudah terlanjur berantakan.

Semua karena hal yang dilakukan oleh Alisia kepadanya.

Setidaknya, setelah apa yang terjadi di antara mereka, Ambrose harus bertanggung jawab sebagai seorang lelaki, bukan? Untuk melindungi kehormatan Alisia, bukankah setidaknya gadis itu harus mengakui bahwa Ambrose adalah kekasihnya.

"Kau terlihat kebingungan," canda Alisia sambil menepuk pelan hidung Ambrose dengan jari telunjuknya. "Sederhana saja, tidak perlu terlalu banyak berpikir, My Lord. Hubungan kita masih sama seperti sebelumnya, teman Celsia. Kau tangan kanan Raja, aku saudari Ratu. Sesederhana itu."

Ambrose menatap Alisia dengan mulut menganga. Ini terbalik, bukan? Seharusnya wanita lah yang mengiba dan menuntutnya bertanggung jawab. Tetapi Alisia sama sekali tidak merasa demikian. Mungkin, Ambrose hanya salah satu dari mainannya di kala bosan.

Siapa yang tahu, ada mainan lain yang dimiliki Alisia selain dirinya? Lagipula, Alisia cantik, dan selama hidupnya di Avar, siapa yang tahu ada berapa jumlah mainan sang Putri? Apalagi mengingat tekniknya semalam sangat luar biasa.

Dan Alisia terlihat terlalu biasa berhadapan dengan lelaki.

Ambrose diam, perutnya terasa tidak nyaman, seolah dirinya baru saja menelan sebutir pil pahit.

My Beloved Alisia [18+] [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang