Tiga Puluh

3.8K 487 47
                                    

30


Helena membukakan pintu dengan bingung. Ia terkesiap ketika melihat sosok yang menantinya di depan pintu, tersenyum dengan wajah canggung serta khawatir.

"Helena," sapa suara itu, "akhirnya aku menemukanmu..."

Ambrose Hancock berdiri dengan wajah lelah, kantung mata tebal, dan sebuah surat di tangannya. "Kau tahu, Alisia bermaksud naik kuda sendiri dan mencarimu, tetapi ia sedang hamil jadi tentu saja aku tidak bisa menuruti keinginan liarnya kali ini. Aku kesulitan mencarimu karena kau mengganti namamu."

Helena meletakkan jari di depan bibirnya. "Di sini semua mengenalku sebagai Lady Ellen."

"Lady Ellen, tentu saja," senyum Ambrose lagi.

Helena membukakan pintu untuk Ambrose, mempersilakan pria itu masuk. "Tunggu sebentar di sini," ujar Helena pelan. Ambrose mengamati Helena menghampiri rumah tetangga yang tidak jauh darinya. Seorang bocah lelaki keluar dan setelah diberikan beberapa keping logam oleh Helena, menuntun kuda yang ditunggangi Ambrose ke istal kuda terdekat untuk disikat dan diberikan jerami segar.

"Ben sudah biasa menangani kuda dan membantu di istal, kudamu akan aman bersamanya." Senyum Helena. "Kau tampak lelah, Your Grace."

Helena berjalan ke dapur dan menjerang air untuk membuat teh. Ia juga menyiapkan beberapa keping roti serta buah untuk dimakan Ambrose. "Hidangannya seadanya, kuharap kau tidak keberatan."

Ambrose tersenyum malu dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Aku terlalu kelaparan untuk bisa mengeluh. Apa yang kau siapkan terlihat lebih bagus daripada apa yang kumakan di losmen semalam."

"Bagaimana kabar Putri Alisia?" tanya Helena dengan wajah cerah. "Apakah Putri sedang hamil? Aku senang mendengarnya," senyum Helena yang tulus membuat Ambrose mengulum senyum. Ada rasa iba yang membuatnya ingin menjitak Alexei, tetapi ia tentu saja tidak bisa melakukannya karena masih menyayangi nyawanya.

"Istriku, maksudku, Alisia menunggu di istana, kondisinya baik. Kehamilan membuatnya mual di pagi hari, tetapi selain itu, semuanya baik-baik saja. Bagaimana keadaan Anda, Yang Mulia Ratu?"

Mendengar pertanyaan Ambrose, Helena terdiam.

"Apakah Anda sudah mengetahuinya?"

Melihat AMbrose mengangguk, Helena bertanya lagi. "Apakah Alexei juga mengetahuinya?"

Ambrose mengangguk tanpa daya.

Helena menghela nafas. Ia tidak menduga bahwa tabib yang didatanginya akan ringan mulut, semudah itu membocorkan rahasianya.

"Ia memerintahkan untuk membunuh keluarga Tabib itu, kau tahu? Jadi tidak ada jalan lain bagi si tabib selain membocorkan rahasia Yang Mulia Ratu. Kuharap Yang Mulia Ratu berkenan untuk memberi maaf dan pengampunan bagi Tabib itu."

Perasaan Helena mencelus. "Apakah Alexei semarah itu?"

"Kurasa ia hanya terpukul karena Yang Mulia pergi begitu saja, menghilang tepat ketika Raja kembali untuk menghadiahkan kemenangan ke pangkuanmu."

"Ambrose, kau sungguh pria yang baik," Helena tiba-tiba bicara. "Aku senang karena Putri Alisia dan dirimu, kalian berdua sungguh pasangan yang membahagiakan. Hanya saja, kau tahu, bahwa pernikahanku dan Alexei tidak seperti kalian berdua yang saling mencintai."

"Yang Mulia,"

"Kami memulainya dengan penyegelan," pipi Helena memerah malu saat mengucapkan kalimatnya. "Juga perjanjian yang saling menguntungkan. Dan aku sudah berjanji bahwa tidak akan ada perasaan di antara kami. Apa yang ada di antara kami murni bisnis."

My Beloved Alisia [18+] [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang