Delapan Belas

4.8K 517 14
                                    

18

Alisia sedang menikmati sarapan paginya bersama Ambrose ketika Alexei datang dan tampak rapi dengan pakaian kebesarannya. Saudara lelakinya itu menjatuhkan kecupan ke kening Alisia dan menyatakan bahwa dirinya akan pulang lebih dulu ke Avar.

"Aku akan berusaha datang kembali saat pernikahanmu dilangsungkan."

Alisia bingung. Seingatnya, saudaranya yang pemalas sudah menyelesaikan penandatanganan dokumen-dokumen penting dan meninggalkan penasehat kerajaan untuk mengurus semuanya dalam wewenangnya. Alexei baru akan dihubungi ketika keadaan sangat mendesak.

"Kenapa?" Alisia melempar pandangan curiga pada Alexei. "Apa sesuatu terjadi di Avar?"

Ambrose terlihat ragu memandangi kakak beradik di depannya dan berdehem. "Kalau diperlukan, aku akan menyingkir. Apa kalian berdua membutuhkan privasi?"

"Oh, tidak, tidak..." Alexei menahan bahu Ambrose dan memaksa pria itu kembali duduk di tempatnya. "Kau tentu boleh berada di sini. Lagipula tidak ada yang mendesak."

"Benar, kau di sini saja," Alisia meraih tangan Ambrose dan menggenggamnya.

Ambrose menatap keduanya bergantian dengan perasaan ragu. Masalahnya, tatapan di antara mereka berdua dipenuhi kecurigaan satu sama lain. Ambrose tidak ingin menjadi pencegah keduanya menumpahkan perasaan dengan jujur. Selain itu, ia hanyalah tunangan sang putri. Mereka belum resmi menikah.

"Aku jujur, tidak terjadi apapun. Hanya saja aku sudah bosan bersenang-senang di sini. Ada hal menarik yang menungguku di Avar."

Sudah jelas Alexei berbohong. Saudaranya itu senantiasa mengeluhkan udara dingin Avar, iklimnya yang tandus, dan kering, lalu orang-orangnya yang kaku. Hanya satu tahun setelah naik menjadi Raja, Alexei mulai mengeluh.

"Kau berbohong. Menarik adalah hal terakhir yang akan kau katakan ketika bicara tentang Avar. Kau tahu ada setumpuk dokumen menunggumu, belum lagi pembahasan dengan para pejabat daerah, penasehat kerajaan, dan urusan macam-macam lainnya. Kau bosan dengan Avar."

Alexei menjawil hidung Alisia dan tersenyum kecil. "Jangan terlalu sok tahu, dasar cerewet. Ada yang menarik menungguku. Aku tidak bisa melewatkannya begitu saja. Kau bisa duduk manis di sini bersama Ambrose dan menonton sepak terjangku. Aku akan menikmati kebebasan manis di Avar tanpa adanya komentar-komentar berisik darimu. Wow, kalau kubayangkan, sangat menyenangkan."

Alisia ingin sekali menjitak kepala Alexei, sayangnya pria itu seorang Raja dan masih membutuhkan wibawanya.

"Bisakah kau menyurati kami ketika kau sudah tiba di Avar, Yang Mulia? Dan mungkin mengabari kami seandainya ada sesuatu yang terjadi."

Alexei berpikir dan mengedikkan bahu. "Baiklah, akan kuusahakan." Senyumnya.

Alisia mengangguk dan mengantarkan kepergian Alexei dengan perasaan cemas. Ia khawatir Alexei menyembunyikan sesuatu darinya karena tidak ingin membuat dirinya cemas. Selain itu, tidak seperti biasanya, Alexei berlalu pergi tanpa menggodanya, membuat hinaan menyebalkan, atau hal lain yang membuatnya kesal.

Sesuatu terjadi, tetapi Alexei tutup mulut supaya Alisia menurut dan menjalankan pernikahan dengan Ambrose dengan tenang.

"Aku masih cemas padanya."

Ambrose mengangguk paham dan sambil membimbing Alisia masuk, Ambrose berujar pelan. "Perlukah kuminta Byron mengutus satu mata-mata untuk mencari tahu dan mengikutinya? Barangkali ia tidak sungguh-sungguh berjanji untuk mengirim surat dan mengabari kita."

Alisia mengangguk. "Itu ide yang bagus. Terima kasih sudah mengusulkannya."

"TIdak perlu berterima kasih. Aku setuju denganmu, kelihatannya ada sesuatu yang terjadi."

My Beloved Alisia [18+] [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang