.
.
.Di tengah malam, Yeonjun terbangun dari tidurnya karena terusik oleh sebuah suara. Dia bangun dari kasur dan menekan saklar lampu, namun lampu kamarnya tak menyala. Dengan ragu, Yeonjun berjalan ke arah jendela, ingin memeriksa apakah memang ada pemadaman listrik atau hanya lampu kamarnya saja yang minta diganti.
Dengan mata setengah tertutup, Yeonjun membuka tirai kamarnya, namun sebuah cahaya remang remang seperti obor memaksanya untuk membuka mata, memfokuskan pandangannya. Setelah jelas, Yeonjun sangat terkejut melihat apa yang terjadi di luar sana.
Salah seorang dengan topeng menoleh ke arah jendela kamarnya, Yeonjun panik, hingga dia terjatuh ke lantai. Dia berlari ke luar kamar, mencari kedua orang tuanya. Ternyata mereka juga terbangun seperti Yeonjun, mengintip lewat jendela dengan tatapan ngeri.
Yeonjun mendekat dan ibunya merangkul pundaknya. Yeonjun tak percaya dengan apa yang dia lihat. Rumahnya ada di depan sungai utama Rejowerno, orang orang membawa obor, mengibarkan sebuah bendera dengan lambang lambang yang pernah Yeonjun lihat namun tak dia hafal artinya.
Dia mengambil kertas dan menggambar bentu serupa. Seorang guru mengatakan jika San seharusnya masuk ke jurusan IPS karena nilainya dalam pelajaran sejarah, baik umum dan kompleks sangat baik. Bahkan guru Bahasa Indonesia yang kemarin memberi mereka tugas untuk membuat teks laporan hasil observasi dibuat kagum dengan kemampuan San menjelaskan apa yang terjadi di masa lalu.
Ketika siswa lain mengambil topik yang mudah seperti sawah, hewan ternak, dan hal umum lainnya, San mengambil judul "Perang Salib" untuk tugasnya. Dia bahkan menjelaskan dalam tulisannya tentang kemungkinan rahasia yang disembunyikan oleh Priory of Sion selama beratus ratus tahun. Bahwa Kesatria Templar tak dibentuk untuk melindungi para peziarah di tanah suci, melainkan untuk mengambil rahasia itu dari reruntuhan kuil.
Mengingat San yang membacakan hasilnya di depan kelas saja membuat Yeonjun pusing, dia bertanya tanya darimana San mengumpulkan niat untuk mengangkat topik sensitif nan berat seperti itu? Padahal mukanya San itu lebih ke anak pembuat onar yang suka banget ama jamkos, 11-12 ama Wooyoung. Walau Yeonjun akui, ketika San bersemangat dengan suatu hal, maka dia akan sangat totalitas dalam melakukannya.
"Apa yang mereka lakukan dengan pakaian seperti itu malam malam begini di sungai Rejowerno?" Batin Yeonjun.
Setelahnya, salah seorang dari rombongan misterius itu berteriak cukup keras,
"Empat pilar akan hancur, kutukan akan menyelimuti Rejowerno sebelum desa ini hancur dalam cahaya. Ini adalah penebusan dosa. Semata mata untuk menghapus kutukan Wahyu di Penghujung Tahun, membunuh si Penunggang bersama Bangkai Kematiannya."
*Esok paginya, Yeonjun berangkat pagi pagi sekali ke sekolah. Dia menunggu San dengan ragu dan cemas, dia ingin segera mendengar jawaban dari mulut kawannya itu. Yeonjun sudah mengumpulkan beberapa informasi umum agar otaknya tak overload mendengar jawaban San nanti.
Saat saat mendebarkan itu akhirnya usai ketika San memasuki kelas bersama Yohan, Wooyoung dan Changbin, dengan tergesa, Yeonjun menarik tangan San agar duduk di bangkunya, lalu menyodorkan kertas itu ke hadapan San. Reaksi pertama San adalah terkejut dan menatap Yeonjun dengan tatapan bingung.
"Kau tau ini, kan?!" Tanya Yeonjun ga santai.San mengangguk dengan takut, "lambang Okultisme."
"Jelaskan padaku kenapa orang orang mengibarkan bendera dengan simbol ini kemarin malam." Ucap Yeonjun.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Klub 513 | vol.2 | Ep.1 : Penunggang Bangkai Kematian
FanfictionWooyoung : "RUKUN AGAWE SANTOSO!" Yohan : "Ngapain rukun? Tawuran aja tawur!" San : "Katanya Yeonjun kalo ga tawuran ga asik, ajaran sesat memang." Yeonjun : "Itu Santoso mulutnya kok bacot sekali? Mau ditapuk pakai sandal, ya?" Changbin : "Kalian s...