.
.
."Kamu mau buat anggota Klub-mu hilang hati nuraninya -_-?" Tanya Yeonjun.
"Apanya yang hilang kalo dari awal hati nuraninya udah gaada?" Tanya Changbin menanggapi.
"Aku vote Changbin :v" Ucap San.
Yohan ketawa, "ini bukan tentang kita menjadi pembunuh wahai anak anakku sekalian. Ini tentang bertahan hidup. Kalian emang ga pernah bilang secara langsung, tapi aku yakin kalian semua pingin lepasin kutukan—atau lebih tepatnya kepercayaan orang orang terhadap Wooyoung. Dia udah menderita dan penderitaan itu harus lepas. Kalau bukan kita yang ngelakuin itu, terus siapa? Masa Wooyoung harus nunggu pangeran berkuda putih yang ganteng banget kayak Mas Rowoon dulu baru bisa bahagia? Kelamaan, anjir."
"Rada kesel, tapi Mas Rowoon emang ganteng, tinggi banget pula ಥ‿ಥ" Ucap Changbin.
"Ya gimana ga tinggi, dia ikut ekstrakulikuler basket sama paskibra. Coba ikut pramuka, beuh! Kamu bukannya jadi pinsa, malah jadi babu di sanggar pramuka." Jelas Yeonjun.
"Anjing sekali kau ini, Yeonjun." Ucap Changbin.
"Ini hanya rencana, oke? Aku ga berharap lebih kalau ini bakal berjalan baik," ucap Yohan dengan muka serius, "sekte yang berisi kumpulan orang bodoh itu belum tau jika kita membawa buku ini, aku yakin besok mereka akan sangat panik karena kita membakar tempat buku ini disimpan, pergerakan mereka akan acak acakan dan butuh waktu untuk menyusun ulang rencananya, sedangkan undangan para orang kaya itu tak akan bisa ditarik ulang."Yohan berdiri lalu membuka tirai jendela rumah Changbin sedikit. Tampak di luar ada banyak rombongan mobil mewah yang melaju melewati rumah Changbin. "Karena malam ini mereka telah tiba di Rejowerno."
Yohan memegang buku yang dibalut plastik itu, "daripada terus mengejar apa rencana mereka juga tentang post script yang Allen tinggalkan, jauh lebih efektif untuk mencegat mereka di ujung jalan. Kita telah mengetahui tujuan mereka juga kerusuhan SMA 13 Laksmada yang muridnya akan saling bunuh di tengah kegiatan classmeeting. Tiga kalung lainnya akan tetap dalam pencarian, aku telah menargetkan tempat yang aku yakini menyimpan tiga kalung ini."
"Tiga tempat itu adalah rumah San, rumah kakek Wooyoung, dan satu lagi antara di sekolah atau rumah Kepala Desa. Aku cukup yakin tetua yang orang orang tadi maksud adalah Kepala Desa Rejowerno." Lanjut Yohan.
"Atas dasar dan keyakinan apa kamu menunjuk empat tempat ini?" Tanya Yeonjun.
"Pertama, bekas tindikan telinga." Yohan menjawab, "kedua kakek Wooyoung dan San sama sama menindik telinga cucu mereka, dalam kepercayaan kita, hanya orang penting yang berhak dan boleh melakukannya. Yang jelas, kemungkinan keluarga Yeonjun terlibat sangatlah kecil. Tak mungkin pula disimpan di Pondok tempat aku tinggal karena tak ada alasan kenapa kalung itu tersimpan di sana."
"Kalau penargetan di sekolah.. em.. gaada alasan khusus. Hanya firasat saja. Tapi sekali lagi, firasat ku sejauh ini belum pernah meleset. Kita selesaikan kalung itu malam ini juga dan berangkat sekolah seperti biasa pagi nanti. Formasi kelompok seperti sebelumnya, aku akan sendirian dan mengecek rumah kepala desa, jika disana nggak ada, besok kita cari di sekolah."
"Aku tak pernah begitu percaya padamu, tapi ya sudahlah." Kata Yeonjun meregangkan otot tubuhnya.
"Jangan sampai kelelahan. Kita hanya punya hari ini dan besok." Ucap Yohan.
"Ucapkan itu untuk dirimu sendiri, Yo." Kata Changbin.
"Kau akan membawa bukunya?" Tanya San.
Yohan tersenyum misterius, "kau tau, San? Buku ini bisa menyelamatkanku nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Klub 513 | vol.2 | Ep.1 : Penunggang Bangkai Kematian
FanficWooyoung : "RUKUN AGAWE SANTOSO!" Yohan : "Ngapain rukun? Tawuran aja tawur!" San : "Katanya Yeonjun kalo ga tawuran ga asik, ajaran sesat memang." Yeonjun : "Itu Santoso mulutnya kok bacot sekali? Mau ditapuk pakai sandal, ya?" Changbin : "Kalian s...