.
.
.Karena tragedi mengerikan itu, sekolah dipulangkan lebih cepat. San mengayuh sepedanya menuju rumah, dalam hati dia membatin betapa indah hari pertamanya di SMA 13 Laksmada. Ngira diri sendiri punya indra keenam, ngisi buku kenakalan gara gara Yohan hingga berakhir mengepel serambi Masjid, melewati drama biar temenan ama Wooyoung dan diusir dari kelas oleh guru PPKN, nontonin dramanya Yeonjun ama Wooyoung, sekarang liat orang mati kegantung di dalam kelas. Terlalu banyak yang terjadi hari ini. San menghela nafas lelah, untung dia sabar.
Sampai di rumah, Byeol menyambutnya di depan pintu. San memarkirkan sepedanya di gudang dan membuka pintu—bersamaan dengan mengucapkan salam, San masuk ke dalam rumah. Dia melepas sepatunya dan berjalan ke arah dapur, disana Haneul sedang memasak bersama neneknya.
"Kok udah pulang? Bolos?" Tanya kakaknya.
"Kayaknya kakak udah dikabari ama sekolah, deh." Ucap San.
Haneul tertawa, "kakak kira kau shock, jadinya aku bermaksud tak mengingatkanmu dengan apa yang terjadi."
San hanya mengangguk sebelum berjalan ke arah kamarnya. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Hari ini terasa sangat lama, mungkin karena rangkaian drama tadi membuat setiap jamnya terasa begitu lambat.
"San! Bantu kakek sebentar!" Teriak kakeknya dari arah belakang rumah."Iya, kakek!" Balas San bangun dari tidurnya, mengganti baju seragamnya dan segera berlari ke arah belakang rumah.
Sampai disana, kakeknya meminta bantuannya untuk mengangkat karung karung berisi padi hasil panen kakeknya tahun ini."Kakek," panggil San.
"Hm?"
"Kakek tau legenda Rejowerno, kan? Bagaimana menurut kakek?" Tanya San.
Pria tua itu tertawa, "kau bertemu dengan anak itu? Anak yang lahir tanggal 26 November."
"Sebenarnya San malah temenan sama dia." Jawab San.
"Bagus, dong. Kakeknya adalah teman sekolahku. Pria yang begitu menyayangi keluarganya. Pada akhir hidupnya, dia berharap jika cucunya bisa berteman denganmu." Jelas sang kakek, "berharap kau bisa menerimanya sebagai teman bukan kutukan. Pria itu tak mempercayainya, kakek juga begitu. Kau harus melindunginya, karena kutukan tak pernah datang dengan sendirinya."
Mata San melebar ketika menyadari maksud dari ucapan terakhir kakeknya.
"Kakek ingin bilang jika kutukan itu bukan dari legendanya?" Tanya San.
"Ya.. setidaknya itu yang pria tua ini percayai. Temanmu itu memang lahir di tanggal yang dianggap terkutuk, namun di lain sisi, dia lahir di malam yang sangat indah. Kala itu purnama dan terlihat banyak bintang, 'malam berkata jika ini bukan kutukan' — itu yang kakek pikirkan, namun orang orang berfikir berbeda. Mereka buta akan indahnya langit malam, terbutakan oleh ketakutan, mereka berteriak, membawa alat tajam dan obor, memaki, menghina, dan mengutuk bayi malang itu atas nama Tuhan."
"Temanku ini membiarkannya hidup, dengan merelakan putri dan menantunya dihukum gantung di balai desa. Jika benar itu kutukan, dan setan yang membunuh orang di kaki gunung kala itu, bagaimana mungkin setan bisa menyusun batu? Bagaimana mereka menyembelih hewan? Bagaimana mereka memotong bagian tubuh dan mencongkel mata orang itu?" Lanjut kakeknya.
San merenung, kakeknya benar. Kutukan itu mungkin bukan benar benar karena keberadaan Wooyoung ataupun karena San, Yeonjun, Changbin, dan Yohan mengakui keberadaannya. Terlalu tak mungkin kutukan itu bisa menggantung seorang gadis, sangat terlihat jika itu pembunuhan oleh seseorang yang memanfaatkan kepercayaan orang orang untuk mengkambing hitamkan Wooyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Klub 513 | vol.2 | Ep.1 : Penunggang Bangkai Kematian
Fiksi PenggemarWooyoung : "RUKUN AGAWE SANTOSO!" Yohan : "Ngapain rukun? Tawuran aja tawur!" San : "Katanya Yeonjun kalo ga tawuran ga asik, ajaran sesat memang." Yeonjun : "Itu Santoso mulutnya kok bacot sekali? Mau ditapuk pakai sandal, ya?" Changbin : "Kalian s...