13. Para Korban

4.4K 1.1K 255
                                    

.
.
.

    Wooyoung berangkat sekolah jalan kaki seperti biasa, Yeonjun udah duluan karena dia ada jadwal piket di UKS. Wooyoung memiliki kebiasaan yang cukup mengkhawatirkan, dia berjalan dengan hanya melihat tanah tempat dia berpijak karena tak berani mengangkat kepalanya. Sampai di kelas, dia duduk di bangkunya, lalu mengeluarkan buku bukunya, dia ingin meletakkannya di laci, namun saat dia memasukkan tangan ke laci, sesuatu menggores kulit jarinya.

    Wooyoung meringis dan menatap nanar jarinya yang terluka. Dia mengintip ke dalam laci lalu tersenyum sambil menghela nafas panjang. Dia merogoh isi tasnya dan mengeluarkan sebuah kantong plastik kecil, lalu dengan hati hati dia masukkan beberapa pecahan kaca lancip itu ke dalam sana. Sesekali Wooyoung meringis ketika pecahan kaca itu kembali melukai jarinya.
 
 
  "Rajin banget, masih pagi udah bersih bersih." Sebuah suara menyapa indra pendengaran Wooyoung, dia mendongak dan menemukan Yeonjun lagi berdiri di depan bangkunya dengan tatapan sinis.

  "Rajin, dong. Kan, aku anak baik." Balas Wooyoung sambil membuang kantung plastik beserta isinya itu ke dalam tempat sampah.

  "Kamu harus laporin ini, Uyong. Mereka udah mulai ngadi ngadi." Ucap Yeonjun sambil memberikan tisu dan plester luka pada Wooyoung.

  "Dan aku bakal dicuekin ama bapak ibu guru? Mending gausah, gaada yang bakal berubah." Kata Wooyoung.

  "Kamu jadi manusia kok sabar banget kenapa, sih? Heran aku." Ucap Yeonjun.

  "Kalo ga sabar bukan manusia tapi setan." Balas Wooyoung.

  "Pingin aku jambak itu rambutmu, Yong.." Kata Yeonjun sambil duduk di bangkunya.
 
 
    Yeonjun kemudian membiarkan Wooyoung yang mulai membersihkan dan menempelkan plester pada lukanya itu. Dia menatap keluar jendela kelas dan mendapati jika Changbin mulai berangkat bersama San setelah kematian ayahnya beberapa hari lalu. Ibunya menjalani perawatan dan Changbin sering mengunjunginya selepas pulang sekolah.

    Kemudian dia teringat dengan apa yang mereka hadapi. Hidup damai nan tentram milik Yeonjun rasanya hilang dalam sekejap—semenjak San memutuskan untuk mengakui dan mengajak Wooyoung untuk berteman, Yeonjun udah ada feeling kalo San ini bakal bikin plot baru di kehidupannya.

    Kalo hidupnya itu diumpamakan tata surya, maka San itu umpama bulan yang melintas antara bumi dan matahari sehingga bikin fenomena gerhana matahari buat Yeonjun di bumi. Tapi Yeonjun bersyukur ama itu, kalo bukan karena keberadaan San sebagai murid pindahan yang pingin digetok palanya, dia gabakal baikan ama Wooyoung.

    Yeonjun emang gapunya niat buat jadi salah satu oknum dari Klub 513 yang nyelidikin hal nyeleneh kayak gini. Tapi, ayolah.. kapan lagi ketemu mayat mayat dan jadi pemeran utama di kehidupannya dan orang lain?
  
  
  "MLEKOM!" Teriak Changbin nyaring.

  "KUMSALAM!" Balas Wooyoung tak kalah nyaring.

  "Ayo anak anak setanku yang kecil, mungil, pendek dan lucu, kalo salam yang bener." Ucap Yeonjun sambil senyum manis kek senyumannya emak emak yang liat anaknya berangkat sekolah.

  "Kecil, mungil ama pendeknya gausah disebutin boleh, nggak?" Tanya Changbin.

    Yeonjun menggeleng, "buat anak anak tanpa akhlak kek kalian, sebutan kecil, mungil dan pendek harus tetap terucap."

  "Si Yeonjun body swimming." Ucap Wooyoung.

  "Body shaming, Wooyoung.. shaming bukan swimming, aku pukul, nih? ಥ‿ಥ" Ucap San.

    Wooyoung cengengesan kayak ga berdosa gitu, "gapapa nyerempet dikit lagian."

  "Beda, lah. Body swimming apaan, coba? Tubuh berenang, hah?" Tanya San.

[✔] Klub 513 | vol.2 | Ep.1 : Penunggang Bangkai KematianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang