10. Labil

237 64 18
                                    

HAPPY READING
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


Seperti yang dikatakan Raylen kemarin. Hari ini Samuel benar-benar datang untuk menjemput Nasya.

Nasya kesal pada Raylen dan Sang bunda. Baginya, mereka berdua sama saja. Sama-sama menyebalkan. Karena mereka, dirinya harus rela berangkat ke sekolah bersama Pria menyebalkan seperti Samuel.

[Perjalanan]

"Kok beneran datang sih? 'kan gue nggak minta." Nasya sengaja meninggikan suaranya agar Samuel bisa mendengarnya.

"Perintah," balasnya singkat.

Nasya memutar bola matanya malas. Lagi-lagi alasan seperti ini yang Ia dapatkan.

"Yaudah, turunin gue sekarang. Gue gamau jadi pusat perhatian karena dianterin sama cowok."

Raylen tak menggubris ucapan Nasya, dia malah menambah kecepatan motornya. Hal itu tentu membuat Nasya semakin kesal.

Gadis mungil itu memukul-mukul helm yang dikenakan oleh Samuel. "Turunin atau gue lompat!" ancamnya.

"Yaudah, lompat aja."

Jawaban Samuel berhasil membuat Nasya naik pitam. Mana mungkin dia berani melompat dari motor. Itu sama saja dengan bunuh diri. Samuel bodoh.

Alhasil, Nasya hanya bisa pasrah sembari menekuk wajahnya. Untung cantik.

.
.
.

Setibanya di sekolah, Pria itu langsung menuju parkiran untuk memarkirkan motornya.

"Turun," pintanya pada Nasya.

"Iya, ini gue turun!" Nasya turun dari motor, Ia terlihat sangat kesal.

Gadis mungil itu memutuskan untuk meninggalkan Samuel dan segera menuju ke kelasnya. Namun...

Greb

"Mau kemana?" tanyanya ketus.

Nasya mendengus kesal, sudah Ia duga akan seperti ini. "Ke kelas lah, apalagi."

"Yaudah, ayo." Tanpa aba-aba, Samuel langsung menyeret Nasya menuju kelas. Nasya yang diperlakukan seperti itu hanya bisa cengo, tidak paham dengan jalan pikiran Pria dihadapannya ini.

"Apasih. Labil amat jadi cowok!" -Nasya.

***

Nasya kembali menekuk wajahnya saat tiba di kelas. Ia baru ingat Jika dirinya tidak sebangku dengan Rin lagi, melainkan dengan Samuel. Baru saja Ia ingin bercerita panjang lebar pada temannya itu, tapi... ah sudahlah, nanti saja.

"Kata Raylen lo belum sarapan."

Nasya menghela nafas berat, lalu menoleh dan menatap Pria dihadapannya tanpa minat samasekali.

"Emang," jawabnya singkat.

Samuel mengangguk singkat lalu ber-oh-ria. Hanya itu? Nasya pikir Pria itu akan memberi lalu memaksanya makan sama seperti yang Ia lakukan kemarin.

"Gue mau ke belakang," pamitnya tanpa ekspresi. Tunggu dulu, kenapa Ia harus pamit-pamit segala? harusnya langsung terobos aja.

Samuel hanya berdeham singkat menanggapi ucapan Nasya.

.
.
.
.
.
.

"Eh, ngapain ke sini? pergi sana, kita nggak nerima tamu." Rin tertawa kecil di akhir kalimatnya, sementara Nasya yang merasa diusir hanya bisa menekuk wajahnya, kesal.

"Kenapa?" tanya Rin pada akhirnya.

Nasya menampilkan ekspresi sedih yang dibuat-buat. "Balik lagi yuk, kangen," rengeknya.

Rin yang langsung paham maksud dari perkataan Nasya, hanya bisa tertawa renyah sembari memukul-mukul lengan Joy yang ada di sebelahnya.

"Anj, kok gue yang kena?!" Joy menatap tajam ke arah Rin, sementara yang ditatap hanya bisa cengengesan.

Rin kembali fokus pada Nasya. Entah kenapa, Ia tertawa begitu saja saat melihat wajah Nasya.

Gadis mungil itu mengerutkan keningnya, bingung. "Kenapa? ada yang salah?"

"Nggak, cuma lucu doang."

Sebenarnya Nasya ingin sekali menghantam tubuh Rin, namun Ia urungkan demi kebaikannya sendiri. "Balik ya? please demi apapun, ayo duduk bareng gue lagi," rengeknya untuk yang kedua kalinya.

"Yah... nggak deh. Ntar kalau gue balik... lo jadi nggak bisa pdkt sama dia." Rin menunjuk 'dia' yang Ia maksud menggunakan dagunya.

"Oke. Tahan, tahan, jangan ngatain."

"Tap--"

"Tuh, Pak Gundul udah dateng."

Mendengar Rin mengucapkan 'Pak Gundul',  gadis mungil itu segera berlari ke bangkunya. Benar saja, sudah ada Pak Gundul di depan sana bersama dengan... seorang gadis?

"Selamat pagi semua," sapa Pak Gundul ramah. Siswa(i) segera membalas sapaan Pak Gundul.

"Hari ini kita kedatangan murid baru." Pak Gundul menatap murid-muridnya bergantian, lalu menatap Siswi disebelahnya. "Silahkan."

Gadis itu mengangguk antusias. Ia tersenyum pada seisi kelas. "Perkenalkan, nama saya Jennie Apriliani," ujarnya.

"Itu saja?" tanya Pak Gundul memastikan. Jennie mengangguk, membuat Pak Gunduk ikut mengangguk paham.

"Oke. Kamu boleh duduk di--"

"Saya mau duduk bareng Aarav."
























Hai kamu, iya kamu.
Makasih karena udah mau baca cerita ini, makasih juga buat yang sering voment

Intinya makasih semakasih makasih-makasihnya

Lolipop [END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang