41. Lapor BK, atau ganti uangnya?

123 33 0
                                    

HAPPY READING
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Rin memasuki kamar milik Nasya, Ia mendapati gadis mungil itu sedang menangis tersedu-sedu di tempat tidurnya.

Dengan langkah pelan, Rin berjalan menghampiri Nasya, dia ikut naik ke atas tempat tidur milik gadis itu.

"Nas," panggilnya pelan, namun tak ada jawaban.

Rin menghembuskan nafas kasar. "Nasya," panggilnya sekali lagi, kali ini dengan suara tegas.

"Bangun, katanya mau curhat!"

Terdengar dehaman kecil dari gadis mungil itu. "Bentar, lagi gabisa ngomong," lirihnya terdengar sedih.

"Lah, terus itu lo ngapain kalau bukan ngomong?" Rin mengernyitkan keningnya, heran dengan jalan pikiran temannya yang satu ini.

"Ayo ih, buruan bangun! lo tega liat gue ngomong sendiri kayak orang gila?!"

Dengan sangat terpaksa, Nasya bangkit dari posisi tengkurapnya. Kini, gadis itu menatap Rin dengan tatapan sendu. Matanya bengkak akibat kebanyakan menangis.

"Astaghfirullah. Mata lo kenapa itu, cuci muka dulu sana, jelek banget!" omel gadis cantik ber-eye-smile itu.

Nasya menggeleng cepat, rasanya Ia sudah tak memiliki tenaga, bahkan untuk berjalan ke kamar mandi sekalipun.

"Gamau, capek," adunya.

Rin geleng-geleng kepala, heran. "Yaudah, sekarang ceritain kenapa duitnya bisa hilang. Bukannya waktu pagi duitnya masih ada? kok tiba-tiba hilang?"

Nasya kembali menggeleng, Ia juga tidak tau-menau soal itu.

"Beneran gatau?" tanya Rin memastikan.

Gadis mungil itu mengangguk mantap, kini mood-nya terasa lebih baik dari sebelumnya.

"Waktu pagi masih ada, bahkan Samuel juga sempet bantuin nagih temen-temen yang lain, abis itu dompetnya aku taruh lagi di dalem tas. Terus waktu itu kalian ngajak ke kantin dan bodohnya gue lupa bawa dompetnya, malah gue tinggalin di tas gitu aja. Eh, tau-tau pas pulang dan Vania mau ngambi duitnya, dompetnya udah ilang, gatau kemana." Nasya menjelaskan dengan ekspresi wajah yang tampak serius. Dilihat dari matanya, Rin bisa menilai bahwa temannya ini tak berbohong, dia jujur.

"Bumay belum tau?"

"Iya, belum."

Rin tampak berfikir, berusaha mencari jalan keluar untuk masalah Nasya yang satu ini. "Em... coba deh, lo ceritain ke guru BK besok, kali aja dia bisa bantu," usulnya.

Nasya menggeleng, takut. "Gamau, guru BK serem," cicitnya.

"Pilih mana, masalahnya cepat selesai atau masalahnya makin rumit?"

"Masalahnya cepat selesai, tapi gausah libatin guru," sahut Nasya cepat.

Sungguh, dia sangat benci jika harus berurusan dengan guru, apalagi sampai meminta solusi atas masalah serius yang Ia hadapi.

"Kalau gitu, lo cuma punya satu cara terakhir," kata Rin serius, membuat Nasya menatap bingung padanya.

"Apa?" tanya gadis mungil itu penasaran.

Rin menunjuk Nasya menggunakan jari telunjuknya. "Lo harus ganti uang senilai tiga juta lebih. Sanggup?"

Sumpah, rasanya Nasya mau nangis aja sekarang. Gadis itu benar-benar bingung harus melakukan apa agar masalahnya cepat selesai. Ia ingin masalahnya selesai, tapi dia tidak ingin berurusan dengan guru BK atau guru lainnya, dan dia tak akan sanggup untuk mengganti uang sebanyak itu.

Jadi, apa yang harus dia lakukan?

Karena tak kunjung mendapat jawaban, Rin kembali mengangkat suara. "Gimana? sanggup?" tanyanya, yang langsung dibalas gelengan oleh Nasya.

"Gue gapunya uang sebanyak itu," lirih gadis bertubuh mungil itu.

"Nah, makanya, jalan satu-satunya adalah lapor ke guru BK! atau kalau lo takut sama guru BK, ke Bumay aja deh, gimana?" Rin menatap Nasya, menunggu gadis itu menjawab pertanyaannya.

"Ih, gamau, yang ada nanti kalau lapor ke Bumay gue bisa langsung dimarahin abis-abisan!"

Membayangkan wajah Bumay saat mengetahui masalah ini saja dia sudah takut setengah mati, apalagi jika harus melapor ke Bumay langsung, berakhir sudah.

"Yaudah, ganti uangnya," kata Rin agak kesal. Sejak tadi dia sudah memberi saran, tapi tak ada satupun saran darinya yang ingin diterima oleh Nasya.

Ting!

Ting!

Tiba-tiba ponsel Nasya berbunyi, menampilkan notifikasi WhatsApp dari Bu Mayang. Dengan jantung yang berdetak kencang, gadis itu meng-klik room chat milik Bu Mayang.

Bu Mayang

Bu Mayang
|Wa'alaikumsalam.
|Ini jadinya bagaimana, Nak?
|Kata Lisa uang arisannya hilang
|Apa benar?
|Kalau iya, apa alasan kamu?

Keringat dingin mulai bercucuran membasahi wajah Nasya, Ia ketakutan setengah mati. Bagaimana ini?

Nasya menatap Rin, menunjukkan chat dari Bu Mayang.  "Rin, gue harus gimana sekarang?" rengeknya.

Rin mengangkat bahunya acuh. "Mending jujur aja, daripada makin rumit," katanya memberi saran.

"Oh iya, gue pulang dulu, ya? Mama pasti udah nyariin. Bye, Nasya, baik-baik ya~"

Tanpa menunggu jawaban dari Nasya, gadis itu segera melangkahkan kakinya, keluar dari kamar Nasya.

Nasya menatap punggung Rin yang perlahan semakin jauh. Ia menghela nafas panjang.

Bu Mayang

Anda
Iya, Bu|
maaf, saya janji bakal ganti uangnya|

Gadis itu menggigit kukunya, panik. Sembari menunggu balasan dari Bu Mayang, dia pergi ke kamar mandi terlebih dahulu, berniat membersihkan wajahnya.

......

Dengan perasaan takut, Ia kembali membuka room chat milik Bu Mayang.

Bu Mayang

Bu Mayang
|saya tidak butuh janji kamu
|kamu ini gimana sih? ceroboh sekali!
|itu bukan uang sedikit, Nak!
|besok pas pulang sekolah, saya tunggu kamu di ruang guru

Anda
iya, Bu, maaf:)|
[read]

Nasya merebahkan tubuhnya di kasur. Ia menutup kedua matanya sambil sesekali menghirup udara, berusaha menetralkan suasana hatinya yang memburuk.

"Capek, ih." -Nasya.

Lolipop [END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang