20. My Chiky

199 49 8
                                    

HAPPY READING
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

02.15 PM
12 IPA 2
--------------

Seperti biasa, kedua manusia randon itu sedang bergosip ria di bagian pojok kelas. Kedua manusia random yang dimaksud adalah Rin dan Joy.

Tapi, sepertinya kali ini ada yang berbeda dari biasanya. Entah sejak kapan makhluk ini muncul dan duduk di sana, tepat di hadapan mereka, yang tanpa sengaja membentuk sebuah lingkaran pergosipan.

Joy memutar bola matanya jengah. "Lo ngapain ke sini sih? pake duduk disitu segala lagi."

Aarav tanpa izin langsung menjitak kening milik Joy, membuat sang korban meringis kesakitan. Iya, Aarav. "Galak amat."

"Gue ke sini karna kangen sama my chiky," ungkap Aarav sambil menatap aneh ke arah Rin. Karena.. yang dimaksud my chiky olehnya adalah Rin.

Joy yang sedang di mode peka langsung mengangguk paham. "Iya dah, bucin mah beda."

Aarav tertawa, sementara Rin, gadis itu kini menatap tajam pada Aarav, meski Pria itu tak sadar bahwa dirinya sedang ditatap.

"Sejak kapan kalian jadi akrab gini?" tanya Rin tiba-tiba.

Joy tampak berfikir sejenak. "Em.. baru aja sih, tadi, di kantin, pas lo mesen makanan," ungkapnya. Lalu, Joy tersenyum jahil. "Kenapa? lo cemburu ya~?"

Rin menampilkan raut wajah kaget yang dibuat-buat. "Gue? cemburu? nggak semudah itu, Kinderjoy."

"Ya, ya, serah."

Aarav tersenyum tipis menyaksikan perdebatan kecil mereka. Baginya, itu hal yang wajar dalam hubungan pertemanan.

"Kalian keliatannya akrab banget, ya. Kenal sejak kapan?" Aarav menatap mereka satu persatu, bersiap mendengar jawaban yang keluar dari mulut mereka.

Joy menatap Rin sekilas kemudian mulai menampilkan smirk andalannya. "Yah... sebenarnya udah lama banget sih. Waktu itu gue nemuin dia lagi grepe-grepe tong sampah, berhubung gue orang baik jadi gue samperin deh, trus gue kasih bakwan setengah, sisanya udah gue makan. Abis itu dia bilang mau ngelamar jadi babu gue, jadi ya gue terima aja deh, kasian soalnya." Joy menyeka air mata gaibnya di akhir kalimatnya.

Mendengar itu, Rin tentu tak terima. Kini, Ia juga ikut mengangkat suara. "Nggak, nggak, hoax banget, yang asli mah ada pembalutnya!"

Flashback on

Seorang anak kecil tengah berlarian di tengah derasnya hujan, Ia baru saja mampir ke warung, membeli pembalut untuk Ibunya di rumah.

Sialnya, di tengah perjalanan, hujan malah turun membasahi dirinya yang kecil. Untung saja, dia menemukan tempat teduh yang lumayan dekat dari tempatnya berdiri.

...

Anak itu memeras ujung bajunya yang basah karena air hujan, berharap baju yang Ia kenakan bisa cepat kering.

"Hei, popokku penuh, beliin yang baru, dong!" Sosok anak kecil yang lainnya tiba-tiba saja datang dan menoel pundaknya.

Anak itu menoleh, kemudian menangis sekencang-kencangnya tanpa alasan yang jelas. Ia tiba-tiba saja menangis saat melihat wajah Anak dihadapannya itu. "Rin nggak punya popok, cuma punya roti sayap!" teriaknya lantang sambil melemparkan sebuah pembalut ke arah Anak yang menurutnya seram itu.

Setelahnya, anak itu- Rin kecil, langsung berlari menerobos hujan dengan air mata yang setia membasahi pipinya.

Flashback off

"Pembalut?" tanya Aarav hati-hati, berniat memastikan bahwa pendengarannya tak mengalami masalah.

Seakan tersadar dari lamunannya, Rin tersenyum canggung lalu menggeleng cepat. "Nggak, lupain aja," ujarnya dengan senyum yang dipaksakan.

"Nggak, yang ini ga boleh diceritain, ini aib, ini hal memalukan." -Rin.

Meski sudah berkata demikian, sepertinya Aarav tak berhenti menatapnya. Gadis Itu pun berdeham singkat, menatap Aarav sekilas, kemudian Joy, lalu... "Pulang nanti kita jenguk Nasya yuk, sekalian kasih kabar kalau dia.. (sengaja di sensor), kira-kira gimana ya reaksinya? pasti seru. Nanti ajak Samuel juga, ya. Soalnya cuma dia doang yang tau rumah Nasya di mana, 'kan katanya tetanggaan. Oke? bye." Gadis itu segera beranjak dari tempatnya, menuju tempat duduknya.

Aarav dan Joy saling menatap satu sama lain, pandangan mereka seakan berkata 'Kenapa tuh anak?'.

***

Sesuai perjanjian, hari ini mereka akan berkunjung ke rumah Nasya, sekaligus menjenguknya. Sebelum mampir, mereka menyempatkan diri untuk singgah di Minimarket terlebih dahulu.

Dan... disinilah mereka sekarang, di Minimarket yang terletak di dekat sekolah. Hanya ada mereka ber-empat. Rin, Joy, Aarav, serta Samuel.

Jika kalian menanyakan Jennie ada dimana, jawabannya adalah.. dia udah pulang duluan karena dijemput sama supir pribadinya.

...

Rin yang melihat keranjang belanjaan Joy dipenuhi dengan cemilan ringan tentu kaget, karena sebelumnya Joy tidak pernah memborong cemilan sebanyak ini. "Lo yakin mau mesen ini semua?" tanya Rin memastikan.

Joy mengangguk mantap. "Bukan buat gue sih, tapi buat Nasya. Gue jamin, abis dikasih cemilan kayak gini dia pasti auto seger. Percaya sama gue."

"Emang uang lo cukup?"

Sekali lagi, Joy mengangguk mantap. "Yakali gue borong sebanyak ini kalau duit gue kurang."

"Yaudah. Yuk, langsung bayar aja kalau gitu. Mereka pasti udah nungguin kita di luar. Lo nya sih, kelamaan."

Joy membulatkan matanya sempurna. "Kok jadi gue?!" tanyanya tak terima.

Rin memutar bola matanya malas. "Kalau mau gelud mending cancel aja dulu, malu diliatin banyak orang."

.
.
.
.
.
.

"Maaf lama, Joy milihnya kelamaan," tuduhnya.

Joy sudah ingin memutilasi Rin, tapi dia ingat sesuatu. Jika Rin di mutilasi, nanti dia nggak punya teman gelud lagi. Jadi, dia hanya bisa sabar, sabar, dan sabar.

"Ga usah didengerin, mending langsung gas aja ke rumah Nasya, keburu malem," peringat Joy yang dibalas anggukan oleh yang lainnya. Syukur.

Tanpa basa-basi lagi, Joy langsung saja naik ke motor Samuel, nebeng. Setelah dirasa tak ada lagi yang tertinggal, Joy segera memerintahkan Samuel untuk melajukan kendaraannya.

Kini, tersisa Rin dan Aarav di sana.

"My chiky, ayo naik," pinta Aarav pada Rin.

Sebelum benar-benar naik ke motor, Rin sempat menatap tajam ke arah Aarav. "My chiky apaan sih?" tanyanya ketus.

"My chicken."

Rin sempat blank sebelum akhirnya Ia tertawa renyah untuk pertama kalinya. "Apaan dah," ujarnya yang disertai tawa.

Mengetahui Rin tertawa karenanya, Pria itu tersenyum bahagia di balik helm-nya.

Lolipop [END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang