SEVEN

2.4K 434 66
                                    








━━━'beginner's luck'.











Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











PAGI ini Anne sudah mulai berbicara. Aku masih merasa bersalah padanya walau Anne bilang ia sudah memaafkanku. Setidaknya hatiku sedikit tenang.

Kemarin Zoya Curie lagi-lagi menanyaiku mengapa gaunku kotor saat kembali dari perpustakaan. Aku menjawab jujur jika aku tersandung, tapi tidak mengatakan kalau James Potter penyebabnya.

Berbicara soal James, ia tidak menggangguku lagi. Sikap kami biasa seperti dulu, saling acuh.

Aku tahu dia kapten quidditch, kami terkadang berpapasan saat pergantian jam latihan. Melihat wajahnya memotivasiku untuk menjadi beater yang kuat. Karena setiap wajahnya menyambut pandangan, tanganku gatal ingin melemparnya dengan apapun.

"Aku tahu kau menatapku terus sebelum latihan, Black," celetuk James.

Usai latihan aku berniat untuk istirahat di asrama. Kebetulan saat kembali, berpapasan dengan The Marauders di salah satu koridor.

Aku, Regulus, dan Sirius kompak menoleh pada seorang Potter itu.

"Black yang mana?" Tanya Sirius.

"Yang perempuan," jawab James sembari mengarahkan kepalanya padaku. "Dan kau tidak bermain quidditch," gumamnya pada Sirius.

"Tapi Regulus main," Sirius balas bisik.

Alisku terangkat satu. Cukup terkejut karena ia bicara padaku. Diriku hafal, setelah aku dan James cekcok, pasti tak lama kemudian lelaki itu yang memulai percakapan denganku. Tidak ada sirat kesal sedikitpun dari mulutnya, namun aku tahu ia tidak pernah lupa pertengkaran kami.

"Aku memotivasi diriku," aku membalas pernyataan James.

"Apa karena aku tampan?" James mengangkat dagu. Alisnya dimainkan.

Aku hampir muntah melihatnya sok tampan, sedang disampingku ada Regulus yang bukan tandingannya. "Karena wajahmu sasaran empuk bludger," tuturku.

"Bludgerable," celetuk Sirius sembari menjentikkan jari di depan wajah James.

Aku mendengar Regulus terkikik. Sirius melirik adiknya dan diam-diam ikut terkekeh pelan. Alangkah indah momen ini. Aku merindukannya. Aku tersenyum, hampir tidak nampak.

"Kurasa dia benar," timpal Remus Lupin.

"Aku... setuju," Peter nimbrung.

James tengah diam menatapku. Tiba-tiba saja ia merengut, seolah baru tersadar jika kawan-kawannya menistakan dirinya. "Kalian bukan temanku." Pemuda itu berjalan dengan hentakkan kaki keras, seperti anak kecil yang marah karena tidak dibelikan es krim.

𝐎, 𝐑𝐎𝐌𝐄𝐎! | James PotterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang