THIRTY ONE

1.5K 257 48
                                    








───anxiety.












Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Aku kembali ke asrama lebih larut dari biasanya. Semua orang sudah terlelap dan aku hampir saja kesiangan di pagi hari jika Zoya tidak membangunkanku.

Aku terkantuk-kantuk selama sarapan. Aku belum membuka surat yang datang pagi ini karena kepalaku pening. Rasanya aku ingin membolos.

"Lebih baik kau menemui Madam Pomfrey," usul Anne.

Mataku langsung terbuka lebar. Kugelengkan kepala hebat. Aku tidak ingin bertemu dengan James, terlebih setelah kejadian semalam. Aku menyesal mengecup pipinya. Aku seperti menaruh harapan untuk James, padahal aku tidak bermaksud seperti itu. Sialnya aku sendiri tak tahu apa maksudku melakukan hal itu. Seolah tubuhku ingin menuruti permintaan James saja. Seolah aku tak ingin menyesal jikalau ia benar-benar akan meninggal.

"Lea...," Regulus menegurku. Ia menurunkan surat yang baru saja ia baca. "Sepertinya kau harus membuka suratmu."

Aku berkedip pada Regulus. Intonasinya membuat suasana dingin sampai-sampai Zoya menghentikan ocehannya dengan Severus, Liam juga berhenti mengunyah. Seluruh atensi padaku sekarang.

Suratku datang dari Bibi Walburga. Heran. Bibi jarang menulis untukku. Sesuatu yang janggal tak pernah berakhir baik.

Kubuka suratku perlahan. Aku membaca setiap katanya penuh hati-hati. Semakin jauh ku membaca, semakin erat genggamanku pada kertas ini.

Ayah sakit.

· · ────── 𐂂 ────── · ·

Selama perjalanan pulang dengan Liam, aku tak dapat bergerak. Aku kelelahan setelah panikku menyerang kembali saat aku mengganti baju dari seragam ke kasual. Hampir satu jam aku tak dapat tenang. Kusandarkan kepalaku pada bahu Liam sedari kami di kereta sampai di mobil tanpa pengemudiku yang menjemput saat ini.

Pintu mobil dibuka oleh Dulcis. Ia menyapa Liam dan aku sopan. Masih dengan tangannya yang bergetar.

"Di mana Ayah?" tanyaku.

"Master Alphard sedang ada di ruang kerjanya," jawab Dulcis.

"Mengapa Ayah masih bekerja?" gumamku khawatir.

Dulcis mengambil alih tas besar yang dibawa Liam dan berjalan di belakang kami sampai masuk rumah. Dulcis ber-apparate untuk meletakkan tasku ketika kami menuju ruang kerja ayahku.

𝐎, 𝐑𝐎𝐌𝐄𝐎! | James PotterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang