᪥ 𝕸𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙 𝕾𝖔𝖓𝖆𝖙𝖆 || 11

414 63 0
                                    

Senin sore, sungguh hari yang melelahkan setelah para guru berlomba-lomba memberikan ulangan dadakan. Anak-anak kelas seni sudah mulai berhamburan keluar kelas dan pulang ke rumah masing-masing, apalagi hujan telah mendera, menyiram bumi setelah lama tertimpa panas sang surya. Jimin berjalan santai menyusuri koridor lantai satu sekolahnya, sudah sangat sepi, hanya satu-dua murid saja yang nampak di beberapa tempat.

Sekarang Jimin bingung untuk kembali ke asrama, ia lupa tak membawa payung karena terlalu buru-buru saat berangkat sekolah, apalagi ia telat. Niatnya ingin menelpon Yoongi, sayangnya baterai ponsel sudah sekarat, dan tidak menyala. Apa sebaiknya ia menunggu Jaebum yang mendapat remidi di ruang guru? Siapa tahu Jaebum membawa payung besar milik Lucas, dia bisa sekalian numpang bukan? Berjalan ke halte membutuhkan waktu lima belas menit, ia bisa basah kuyup jika nekat menerobos hujan.

Jimin berkacak pinggang, melihat guyuran hujan yang menggenangi pelataran sekolah, "Pilihan buruk!" monolog Jimin, ia berbalik dan kembali menaiki tangga lantai dua untuk menuju ke ruang guru tempat Jaebum mendapat remidi. Ia berjalan gontai, memasukkan kedua telapak tangannya pada saku celana, dwinetra sipitnya melirik kanan-kiri, menikmati keadaan sunyi sekolah dan ramainya gerutukan hujan.

Srett...

Jimin terkejut, lalu berhenti untuk sekedar menengok ke belakang. "Tidak ada orang!" gumamnya, ia meneguk ludah dengan kasar, pasalnya tadi ia sungguh mendengar suara sesuatu seperti sebuah kain yang menyenggol kayu kursi tunggu di dekat kelas sepuluh F seni orkestra. Jimin kembali melanjutkan jalannya, kali ini ia tidak tenang, berjalan sedikit cepat sambil merasa awas dengan sekitar. Buk.. Buk... Buk... Langkah lain terdengar sedikit keras di belakangnya, berulang kali Jimin menengok ke belakang, namun ia tetap tidak melihat siapapun yang mengikutinya.

Kali ini Jimin sudah kepalang takut, ia memilih berlari dari pada terus dihantui seperti itu, satu kali ia terjatuh, tersandung sebuah karpet merah milik anak organisasi yang di biarkan menghalangi jalan. Ia sesegera mungkin untuk bangun, kembali berlari dengan kaki kiri yang sedikit pincang.

Prakk... Jimin terjatuh, kali ini bukanlah kesalahannya yang tersandung sesuatu, atau menabrak apapun yang berada di depannya. Kepalanya sangat pening, terasa seperti berulangkali di benturkan di dinding. Jimin memegang kepala belakangnya, terasa sangat basah, ia mengarahkan tangannya ke depan wajah, pandangannya mengabur, ia sedikit menyadari jika tangannya berlumuran cairan merah pekat, ia juga samar-sama melihat dua orang laki-laki berbalut baju serba hitam dan mengenakan masker, setelahnya ia sudah tidak bisa melihat apapun lagi.

◇◆◇

Bunyi bip terdengar ribut, meramaikan sebuah ruangan putih yang sangat sunyi, tidak ada satu pun orang yang tengah terduduk di kursi tunggu dalam ruangan melontarkan ucapan. Mereka saling terdiam, memandangi lantai atau memandang sosok kurus yang terbaring di ranjang pesakitan. "Tidakkah kau ingin melakukan sesuatu PD-nim?" seseorang dengan jas hitam yang sedikit kusut mengerling pada Yoongi, pemuda pucat itu nampak lemas, dan memandang kosong sosok Jimin yang terbaring tak sadar di ranjang pesakitan.

"Aku sudah mengirim orang untuk mencari informasi mengenai hal buruk yang menimpa Jimin!" ujarnya sedikit pelan. Namjoon yang berada di tengah-tengah hanya diam, ia tidak tahu bagaimana harus ikut menyikapi hal ini, tetapi ia akan membantu mengusut masalah ini karena membahayakan nyawa salah satu trainee di agensi yang mau menampung Namjoon apa adanya.

Yoongi melirik lemah, melemparkan sebuah amplop abu-abu yang telah kusut di remat oleh Yoongi. "Ku rasa dia orang dalam! Aku pernah menemui tulisan yang mirip dengan tulisan di surat ancaman itu, tetapi aku lupa di mana aku sempat membacanya!"

"Berikan saja surat itu padaku, aku akan menyertakannya dalam tim yang ku utus!" Yoongi memberikannya, dia tak boleh kehilangan Jimin, karena Jimin adalah kunci dari semua kerumitan di masa lalu, dialah yang akan menjadi penyelesaian masalah di masa lalu yang suram dan mengerikan itu. "Daehyun PD-nim, aku ambil cuti sampai anak itu sadar. Aku akan menjaganya di sini!"

"Kenapa harus cuti, kalian semua bisa mengambil giliran untuk menjaga dia, aku juga bisa menyewa beberapa bodyguard untuk berjaga di depan!" Yoongi tersenyum mengejek, "Dan membiarkan penyusup masuk? Aku tidak mempercayai siapa pun yang berada di agensi saat ini, termasuk kalian berdua!" Namjoon mengernyit, astaga, Yoongi sedang melempar fitnah padanya? Ia bahkan tidak akan masuki urusan orang lain, apalagi menyakiti orang, ia tidak mau di seret ke penjara karena mengusik hidup orang.

Daehyun menghela nafas besar, berdebat dengan Yoongi tidak akan bisa selesai tanpa ada salah satu yang mengalah, lelaki paruh baya itu menoleh pada Namjoon, meminta pendapat melalui pancaran mata. Namjoon mengangguk samar, lalu atensi Daehyun kembali pada Yoongi, "Baiklah, aku memberimu cuti untuk mengawasi Jimin, tetapi aku tetap akan menyuruh beberapa bodyguard untuk berjaga di depan ruang rawat ini!" putus Daehyun, lelaki paruh baya itu memutuskan untuk pergi, bersama Namjoon untuk membuat kontrak dengan agensi sebelah mengenai duet yang akan dilakukan Namjoon.

Ruangan kembali sepi, lebih sepi lagi karena terasa kosong di tempat duduk sampingnya. Yoongi terlihat memandangi Jimin dengan serius dari kursinya, tetapi tak terlalu lama ia menghampiri Jimin. Yoongi berdiri di sisi kanan Jimin, mata kucingnya melihat pemuda panti asuhan itu dengan pancaran sendu, "Kau sungguh mirip dengannya! Apa saat itu kau mencoba menceritakan jika kau telah melihatnya Jimin?"

Yoongi memutarkan kembali saat di mana ia menyuruh Jimin bermain piano berinspirasikan bunga mawar yang ia letakkan di atas piano. Yoongi mengangkat wajahnya, matanya memandang lurus ke kiri ranjang pesakitan Jimin, tersenyum kecut, dan menitikkan sebulir air mata, "Dia selalu ada di dekatmu Jim, namun ia tak mampu untuk membantumu!" air mata Yoongi turun semakin deras, namun sesegera mungkin menghapus air matanya.

Yoongi sedikit terusik, kala knop pintu ruangan tengah diputar, tidak membutuhkan waktu lama dua pemuda muncul di sana. "Hoseok, ada apa kau kemari?" pemuda Gwangju itu tersenyum cerah, menutup kembali pintu lalu meletakkan sekantung barang bawaannya di meja penungggu. "Kau langsung saja lari ke rumah sakit tanpa sarapan, kau kan sudah dari kemarin malam tidak makan hyeong, dan sekarang sudah mendekati malam lagi!" ujarnya.

Hoseok mendekati Yoongi, juga melihat Jimin dengan penuh rasa kasihan, "Ini adalah tragedi terburuk pertama dalam trainee agensi kita!" Yoongi mengangguk, tidak mengelak ungkapan Hoseok mengenai pendapatnya itu. "Ku rasa seseorang sangat iri dengannya. Jika ku lihat, Jimin sangat menonjol dari para trainee lainnya selain Jungkook!"

"Bisa saja seperti itu!" sahut Yoongi, menarik tangan Hoseok agar duduk di tempat penunggu pasien di pojok ruangan.

◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇

Hello! I'm back guys

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hello! I'm back guys...
Hehe menggantung ya? Tunggu chapter selanjutnya ya....

Gimme your vote and your comment about this story, and I owe you a favor for read my story... ❤

Borahae ARMY~

April 06-2021

Moonlight Sonata || Vmin || Friendship/Family √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang