Cuaca terasa sangat dingin, angin-angin bertiup sedikit kencang menerpa daun-daun yang sedikit kering. Malam terasa sangat sepi, hanya langkah kaki yang bersahutan yang terdengar nyaring memenuhi koridor. Koridor rumah sakit sudah sepi, hanya satu dua orang yang terlihat menampakkan diri untuk berlalu lalang menuju beberapa ruangan. Taehyung merasa gugup, dwinetranya bergulir kanan dan kiri tak menemukan objek cocok untuk dinikmati. Langkahnya terus menyusuri koridor, yang menemaninya di kesunyian itu.
Sesekali pemuda kelahiran Daegu itu melirik ke samping kiri, mengamati lelaki paruh baya yang terlihat khawatir. Ia tahu, jika lelaki itu pasti memikirkan Jimin, anak itu berhasil menyedot banyak perhatian dari sekelilingnya, wajahnya yang manis, tingkahnya yang polos, juga kejujurannya dalam segala hal. Taehyung iri, sangat iri sekali dengan Jimin, sudah sejak lama ia ingin menyingkirkan anak itu dari orang-orang terpenting dalam hidup Taehyung. Namun, ia tidak berani melangkah terlalu jauh dan berbahaya agar tidak terlalu berimbas pada hidupnya.
Taehyung menghela nafas panjang, ia selalu saja diabaikan, apa dirinya itu transparan? Sangat menyakitkan sekali rasanya tidak dianggap ada. "Kau sangat mengkhawatirkannya!" Taehyung menyinggung. Lelaki paruh baya itu melirik sekilas, lalu kembali memandang ke depan sembari tersenyum singkat dan lemah, "Dia terlalu baik untuk dilukai!" Taehyung tersenyum kecut, lalu bagaimana dengan dirinya? Apa semua orang tidak menyadari, jika ia tengah mengenakan topeng tebal untuk menutupi lara hati dan kelemahannya?
"Ia sudah memiliki banyak orang yang memerhatikannya, kenapa kau terlalu khawatir berlebihan. Dia tidak kesepian!" suara Taehyung mengecil, anak itu menunduk memandangi langkah kakinya yang sedikit memberat. Ia merasakan genangan airmata tengah mengembun di pelupuk matanya, namun ia sesegera mungkin mengusapnya dengan lagak ingin menyugar rambut. "Tapi dia menanggung beban berat sedari ia kecil!"
"Kau bahkan hanya menitik beratkan pandanganmu padanya, tanpa sedikit pun melihat orang lainnya yang sama menderitanya dengan dia!" ungkap Taehyung. Ia berjalan lebih cepat setelah mengatakan hal itu, mendahului sosok Dohan yang memandangi punggungnya dengan sendu. Taehyung sesegera mungkin menaiki bus di halte dekat rumah sakit, ia mengabaikan teriakan Dohan yang berusaha mengejarnya.
Taehyung duduk di bangku belakang, menyandarkan kepala di kaca jendela bus. Ia memasang maskernya agar orang-orang mengabaikan keberadaannya. Menangis sendiri untuk melegakan hati, di temani deruan bus yang memecahkan sunyinya malam. Dadanya terasa sesak, jantungnya berdebar cukup kencang dengan rasa seperti di tusuk-tusuk menggunakan jarum. Tangannya tak berhenti memukul-mukul dada karena kesesakan itu, ia juga menggigit bibir bawahnya menahan raungan tangis.
Ia membutuhkan tempat bersandar, tetapi tak seorang pun datang untuk menariknya untuk bersandar pada mereka. Taehyung ingin bercerita, namun semua orang menutup telinga dan pergi meninggalkannya. Ia telah mencoba banyak hal untuk menarik perhatian orang-orang di sekitarnya, dari yang baik sampai buruk, tetapi tidak ada seorang pun yang tertarik untuk mendekat.
Sudah cukup ia menjadi malu di saat sekolah menengah pertama, di mana ia terlalu berharap dapat memiliki teman yang mau menerima dirinya. Sayang sekali ia tertipu, mereka mendekat karena ingin memanfaatkan harta yang Taehyung miliki saja. Sungguh sakit hati ajakannya di tolak dengan alasan jika temannya sedang tak enak badan, tetapi sesungguhnya mereka malah berpesta ulang tahun bersama teman sekelas lainnya, hanya dirinya yang tidak diundang. Taehyung hanya tersenyum perih, meninggalkan gerbang depan rumah temannya itu dan pergi menenangkan diri di tepi sungai.
Akal sehatnya saat itu juga semakin terkikis, ia dengan bodohnya melompat ke sungai untuk bunuh diri. Sayang sekali Tuhan tidak menakdirkan dia mati, seseorang menyelamatkannya dan meninggalkannya di bangku dekat sungai, penolongnya hanya meninggalkan sebuah gelang hijau muda dengan sebuah bandul kecil berbentuk burung phoenix yang lucu.
Taehyung memasuki ruang latihan dance dengan malas, disana Jungkook memandangnya dengan mimik yang menyimpan banyak pertanyaan. "Hyeong, kau habis mengunjungi Jimin hyeong kan? Apa dia baik?" Taehyung meliriknya sekilas, "Datang saja sendiri ke rumah sakit!" Jungkook sedikit memundurkan diri, memutus pandangannya dengan Taehyung dan memainkan ponsel.
Dohan sampai di ruangan dengan raut tak terbaca, memandangi Taehyung yang selalu memutus semua kontak mata. Dohan hanya bisa menghela nafas lelah, bahkan ia hanya akan melatih dua anak itu dengan waktu singkat, suasana hati Taehyung sungguh tidak baik untuk latihan keras, anak itu pasti akan lebih mudah tersulut emosi jika latihan hari ini terlalu lama.
Taehyung menapaki koridor asrama dengan pelan, langkahnya terasa semakin memberat, pandangannya terus menunduk dan tangannya mencengkeram erat tali ransel kecilnya. "Taehyung!" Dohan menarik tangannya, rupanya si guru dance itu telah sampai mendahului Taehyung. Taehyung melepaskan tangan lelaki itu dengan cepat, "Aku sangat mengantuk, jika anda ingin berbicara, anda bisa mengatakannya saat latihan dance besok!" Dohan memandangnya sedih.
"Tidakkah kau lapar?" Dohan mencari celah untuk berbicara, "Tidak!" Taehyung meninggalkannya, anak itu terduduk di kursi depan kamarnya dan menidurkan diri di sana, mengingat kunci yang ia miliki hilang. Jaebum dan Lucas juga menginap di rumah manager Jungsoo, ia tidak memiliki harapan untuk tidur di dalam kamar. "Tidurlah di ruanganku!" Dohan masih mengikutinya, dan Taehyung menghiraukan kehadiran lelaki itu. "Tidak perlu!" tolaknya.
Dohan jadi merasa penuh salah, ia mendapatkan pilihan sulit untuk memilih salah satu diantara keduanya, ia juga tidak berdaya akan hal itu. Di sudut lain, kelakuan keduanya menjadi tontonan berharga dari seseorang. Ia menggeleng-geleng melihat interaksi keduanya, serta sedikit merasa kasihan dengan drama hidup mereka. "Mereka sendiri yang membuat masalah semakin rumit, padahal yang sebenarnya permasalahan bisa selesai dengan pengakuan dari semua pihak bersalah!" monolog orang itu lalu pergi begitu saja.
Dohan mengusak kasar surainya, memerhatikan Taehyung yang sudah memejamkan mata, jika Dohan memindahkan Taehyung ke ruangannya, anak itu pasti akan marah saat terbangun, ia tidak tahu lagi bagaimana harus menyikapinya. Ia menuju ke lantai atas dan mengetuk salah satu pintu beberapa kali, hingga seseorang muncul dari balik pintu. "Oh, guru Dohan. Ada apa?" tanya seorang pemuda dengan baju tidur yang kusut. "Seojoon~ah, bisa kau menampung Taehyung untuk sementara, anak itu kehilangan kunci kamarnya dan tidur di luar!"
Seojoon mengernyit, "Taehyung yang sekamar dengan Jaebum dan Lucas itu kan?" Dohan mengangguk, "Boleh saja guru Dohan, memangnya Jaebum dan Lucas belum kembali?"
"Mereka berdua kemungkinan akan menginap di rumah manajer Junsoo!" Seojoon mengangguk-angguk, Dohan meninggalkan Seojoon yang menghampiri Taehyung. Sebenarnya Dohan tidak benar-benar meninggalkan Seojoon setelah mengeluarkan alasan jika ia tidak sengaja melihat Taehyung tidur di depan kamar. Ia mengintip Seojoon sampai Taehyung benar-bensr mau masuk ke kamar Seojoon, barulah ia bernafas dengan lega.
◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆
Hey!
What's up guys?
I hope you've a nice day!Don't forget for vote this story!
April 12-2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight Sonata || Vmin || Friendship/Family √
Fanfiction[Story END] [Fiksi penggemar - Park Jimin] [Friendship, Family, Struggle] Jimin hanyalah anak panti asuhan yang tersisihkan, dirinya tidak pernah mengira dapat memasuki sebuah agensi musik sebagai calon seorang penyanyi. Ia tahu agensi itu hanyal...