Jarum jam menunjukkan pukul dua belas malam, angin bahkan sudah menguarkan hawa dingin yang berbeda. Jimin sedikit berlari sambil terbata-bata, beban berat dipunggungnya sungguh memperlambat langkah dari kaki kecilnya. Ia melihat kanan dan kiri, koridor sudah sangat sepi seperti tidak berpenghuni. Jimin bahkan sudah lupa jika dia memiliki kamar asrama di lantai empat, dia malah menyeberang sedikit jauh dan menaiki beberapa lantai ke sebuah ruangan.
Tanpa henti Jimin menggedor keras pintu itu, padahal ada tombol bel disebelah pintu. Sudahlah, otaknya sedang tidak berjalan, dia tetap menggedor pintu seperti kesetanan.
Tak lama kemudian pintu terbuka, penampakkan pemuda berkulit putih pucat yang memandang dengan kesal, "Kenapa kau selalu saja membuat kegaduhan di ruanganku. Aku bahkan tidak bisa melanjutkan menulis lagu!" ujarnya, Jimin abai dengan gerutuan itu, ia langsung saja masuk dan menuju sofa. "Hei bocah tengik, kenapa kau membawa setan itu keruanganku?" Jimin melirik dengan malas.
"Hyeong, tidakkah kau ingin memberiku air minum? Aku lelah dan haus!" Jimin menyandarkan diri di punggung sofa. "Siapa suruh kau membawa setan itu. Kau tidak ingat jika tubuhmu itu terlalu mungil?" baiklah, Jimin mendesah kesal sekarang, "Omong-omong kau lebih mungil dariku hyeong!"
"Lupakan! Apa tujuanmu membawa dia keruanganku?" Yoongi bersedekap.
"Dia pingsan dan demam hyeong!"
"Itu bukan urusanku, Jim!"
"Ya baiklah hyeong, biar ini menjadi urusanku, dan aku pinjam ruanganmu ini!" Jimin tersenyum usil, Yoongi sudah menunjukkan gelagat ingin menyeret anak itu keluar dari ruangannya, namun urung ketika Jimin menunjukkan layar ponsel miliknya, "Ingat hyeong aku punya aibmu!" Yoongi mendesah, apa sekarang ia tidak terlihat garang sama sekali di mata anak itu?
Yoongi mengusak rambutnya kasar, ikut mendudukkan diri di dekat Jimin sambil berkata lemas, "Terserah apa mau mu!" Jimin senang, hanya dia seorang yang bisa mengancam Yoongi di agensi ini. "Nah, anggap saja ini amal untuk membantu orang!" Yoongi abai, memilih memejamkan mata dan menyumpal telinga menggunakan earphone.
Ruangan itu kembali hening, hanya Jimin yang terlihat mondar-mandir untuk merawat pemuda yang ia bawa dari rooftop, yang jelas saja itu Taehyung. Entahlah Jimin hanya tak tega meninggalkan anak itu terkapar di rooftop, apalagi hawanya yang sangat dingin, belum lagi jika angin malam sangat buruk untuk kesehatan. Jimin berulang kali mengganti air kompresan, juga keluar gedung untuk mencari toko obat yang masih terbuka.
Yoongi bahkan sudah tertidur lelap, dan tidak tau tentang Jimin yang berkeliaran di luar agensi. Yoongi bangun di tengah malam, menggosok-gosok mata untuk mempertajam penglihatannya, dia bangun bukan karena keinginannya, ia terusik dengan suara gemeresak di dekatnya. "Oh~ sudah sadar rupanya!" gumam Yoongi malas, si pucat itu hanya mengatakan hal itu dan sungguh sangat malas untuk mengatakan hal lain, apalagi beranjak dari tempatnya yang nyaman.
"Terima kasih!" Yoongi menoleh, lalu mendecih dan sedikit menenggak air dari gelas di mejanya. "Ucapkan itu pada orang yang selalu kau benci! Sungguh terpaksa sekali aku melihatmu di ruanganku!" sarkas Yoongi, Yoongi sungguh sedikit saja tidak mau memberi celah pada orang yang Yoongi benci, Taehyung bahkan sedikit tersentak dengan ungkapan itu, dan membuat Taehyung ingat jika Yoongi adalah salah satu target yang harus ia awasi karena pemuda berkulit pucat itu mungkin tahu dengan masalah ayahnya di masa lalu.
Suasana mencekam itu sebenarnya membuat Taehyung ingin keluar dari ruangan studio kecil milik Yoongi, tetapi dia juga bisa sedikit memancing Yoongi untuk berbicara mengenai masalah ayahnya bukan?
Taehyung tersenyum kaku, "Ku rasa banyak orang yang membenciku hanya karena aku anaknya? Bukan kah benar begitu Min Yoongi~ssi?" tanya Taehyung sedikit membuat sindiran. "Anak siapa pun dirimu, itu tidaklah berpengaruh, tetapi hati busukmu yang sama dengan ayahmulah yang membuat banyak orang membencimu! Apa kau sungguh tidak sadar bagaimana kau memerlakukan orang sekitarmu Kim Taehyung~ssi?"
"Kau sangat manipulatif!" Yoongi tertawa sarkas, dia melirik Taehyung semakin menarik untuk didebat. "Apa kau tak salah bicara Kim? Dari segi mana aku manipulatif? Atau kau sedang menilai dirimu sendiri dengan perumpamaan diriku?" Taehyung menegang, raut wajahnya sudah memerah padam seperti berjemur di bawah terik sinar matahari siang hari selama tiga jam. "Apa kau pikir aku tidak tahu jika kau berusaha mendekatiku, Hoseok, dan Namjoon hanya karena kau ingin debut dan mendapatkan perhatian ayahmu sepenuhnya? Dan~ apa kau yakin jika tuan Kim akan melirikmu saat kau berhasil debut?"
Ungkapan Yoongi sedikit membuat Taehyung goyah dengan tujuannya, namun ia tidak boleh begitu saja goyah bukan. "No, no, no Taehyung! Perhatian ayahmu tetap akan ia tujukan pada anak panti yang kau benci itu!"
Taehyung mendecih, ia memalingkan muka dari tatapan runcing Yoongi, "Sepertinya aku harus membuat dia hilang dari bumi ini agar orang-orang berhenti melihatnya!"
"Dan aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi Kim Taehyung~ssi!" geram Yoongi, mereka kembali saling menatap dengan mata tajam dan kilat penuh kebencian satu sama lain. Bahkan keduanya terlalu tegang sampai terkejut dengan kemunculan Jimin yang tiba-tiba. "Dari mana saja kau bocah?" Yoongi mengalihkan suasana dan mulai terlihat biasa saja, tetapi Taehyung masih menunjukkan amarahnya.
Jimin melihat ke arah Taehyung yang bersinggungan dengan Yoongi, "Oh kau sudah sadar, aku membelikanmu obat!" kata Jimin menyodorkan obat yang ia beli di apotek setengah jam lalu, demi apa ia baru menemukan apotek yang masih buka dengan jarak yang sedikit jauh dari agensinya. Tanpa pamit dan tidak mengambil obat yang Jimin sodorkan, Taehyung keluar begitu saja dengan menutup pintu keras. "Berhenti melakukan hal yang sia-sia Jim! Lihatlah, dia sama sekali tidak tahu terima kasih pada orang yang menolongnya, setidaknya menerima pemberianmu sebagai rasa terima kasih, tetapi dia tidak mengambilnya!"
Yoongi menyindir, pemuda pucat itu menarik tangan Jimin agar anak itu tidak terus berdiri mematung dengan raut sedih, "Jangan terlalu loyal pada orang, karena orang itu belum tentu akan memberikan timbal balik yang sama!" Jimin tetap tak bersuara, menaruh obat itu di meja kecil milik Yoongi dan membaringkan diri disofa. "Hyeong aku akan tidur, tolong bangunkan aku di jam lima pagi, aku tak ingin terlambat lagi ke sekolah seperti waktu itu!" Yoongi tersenyum tipis dan mengangguk, "Ya tidurlah, kau membuang beberapa jam waktumu untuk hal yang sungguh sia-sia!"
Jimin tidak merespon, anak itu sudah memejamkan matanya dan menutupinya dengan lengan kanan. Yoongi melihatnya dengan rasa kasihan, beranjak dari duduk dan mengambil selimut tipis dari loker Yoongi, lalu menyelimuti Jimin. "Jangan terlalu loyal dan naif seperti ayahmu Jim, karena sifat loyal dan naifnya itulah yang membuatnya celaka!" gumam Yoongi pelan dan menghembuskan nafas berat.
◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇◆◇
Hello!
Apakah masih ada yang menyukai cerita ini? Maaf ceritanya semakin ngawur dan jelek.. 😖Terima kasih buat yang selalu baca dan vote~ I Purple u ARMY... 💜
August 21-2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight Sonata || Vmin || Friendship/Family √
Fiksi Penggemar[Story END] [Fiksi penggemar - Park Jimin] [Friendship, Family, Struggle] Jimin hanyalah anak panti asuhan yang tersisihkan, dirinya tidak pernah mengira dapat memasuki sebuah agensi musik sebagai calon seorang penyanyi. Ia tahu agensi itu hanyal...