Selamat Hari Kartini!🎉✨
.oo0oo.
Satu bulan telah berjalan sangat singkat. Terasa sebentar jika hidup tak terlalu dimaknai, karena waktu lantas memilih dirinya sendiri. Sudah sebulan penuh juga Kahiyang menaiki andong Kang Darto dengan gratis tanpa harus membayar satu peser pun, karena kata Kang Darto, semua biaya andong sudah ditanggung oleh seseorang. Dibayari oleh donatur misterius yang Kahiyang tengah cari tahu siapa.
Pagi baru saja menyingsingkan sinarnya, menampakkan cahaya berkas kekuningan yang tampak kontras dengan putihnya awan. Sebuah sinyal untuk alam agar memulai harinya kembali. Membagikan sinar keemasan agungnya dengan baik hati kepada bumi dan penghuninya. Menghangatkan setiap sanubari di fajar yang dingin ini. Tapi pagi ini, Kahiyang berjalan gusar kembali ke rumah, setelah tadi di andong ia mengetahui hal yang menyebalkan.
Kahiyang melucuti sepasang sepatu dari kakinya, ia berdecah kesal saat menyadari kalau lagi-lagi sepatunya tertukar dengan milik Agniasari. Ini sudah sekitar kedelapan kalinya ia dan Agniasari bertukar sepatu secara tak disengaja. Enak bagi Agniasari, dia mendapatkan sepatu yang longgar dan nyaman, sedangkan Kahiyang? Ujung sepatu Agniasari saja sudah tak kuat menampung sesaknya jejalan jari-jari kaki Kahiyang yang berujung membuat kakinya terasa seperti dipasangi korset yang sangat ketat.
Malangnya bagi Kahiyang, adik perempuannya itu sudah berangkat ke sekolah terlebih dahulu sejak sedari tadi, jadi tak mungkin bukan, dirinya akan mengejar andong adiknya hanya untuk menukar kedua sepatu mereka kembali. Yang kini membuat Kahiyang mau tak mau pulang lagi ke rumah dan mencoba mencari sepatu lain yang setidaknya tidak menganiaya sepasang kaki miliknya.
Kahiyang melemparkan tas selempang miliknya yang berisi buku ke sebuah bangku dengan jengah, yang secara tak sengaja mengahamburkan buku-buku itu ke bawah lantai. Kini ia berdiri di depan sebuah rak besar, atau lebih tepatnya dapat disebut sebagai lemari saking besarnya. Disana tersimpan lusinan sepatu yang seharusnya salah satu dari itu semua dapat ia gunakan, namun sepertinya Kahiyang tidak bisa mendapatkan apa yang ia cari jika tidak bertanya pada sang ibu. Simboknya yang serba tahu.
"Mbok... Sepatuku tertukar lagi dengan Agniasari! Bisakah Simbok membantuku mencari sepatu lain yang bisa aku pakai?" tanya Kahiyang berteriak untuk memanggil ibunya.
Tak lama dari dalam serambi rumah, keluarlah sosok yang sudah ditunggu-tunggu oleh Kahiyang. Bhanurasmi, ibunya itu berjalan dengan kedua tangan yang menutupi telinga miliknya, seakan mencoba menghalau suara yang masuk supaya tidak merusak gendang telinganya yang berharga.
"Apa yang Simbok bilang tentang peraturan berbicara di rumah ini?" tanya Bhanurasmi pada Kahiyang dengan lembut.
"Jangan berteriak-teriak," sahut adik lelakinya Candra dari belakang tubuh Bhanurasmi. "Mbak Kahiyang selalu berteriak-teriak terus sih jika meminta tolong sesuatu," lanjut Candra lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐮𝐫𝐚𝐭 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐊𝐚𝐡𝐢𝐲𝐚𝐧𝐠
Historical Fiction[Terinspirasi dari kisah nyata. Beberapa kejadian bedasarkan pengalaman yang sebenarnya] ~°~° Suatu siang, selepas pulang sekolah rakyat, Kahiyang yang polos dan periang dikejutkan dengan temuan secarik surat tanpa pengirim dalam andong yang orangtu...