08. Candaan Siang

962 180 97
                                    

"Maaf Meneer, andong ini orangtuaku sudah pesan untuk sehari penuh, jadi seharusnya tidak bisa dinaiki oleh orang lain," jelas Kahiyang pada pria jangkung di hadapannya ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf Meneer, andong ini orangtuaku sudah pesan untuk sehari penuh, jadi seharusnya tidak bisa dinaiki oleh orang lain," jelas Kahiyang pada pria jangkung di hadapannya ini.

Pria itu tersenyum ramah, seakan paham apa yang Kahiyang katakan. "Saya tahu," balasnya.

"Um ... kalau begitu maaf, hanya aku yang akan naik disini, bukan Meneer. Jika Meneer ingin pulang, bisa silahkan mencari andong lain," kata Kahiyang kebingungan menyarankan sebuah solusi.

"Tapi saya ingin naik andong ini juga, tidak mau andong lain." lelaki itu memasang wajah yang ikut bingung pula.

"Hmm, bagaimana ya? Tapi simbok sudah pesan ini, iya kan, Kang?" Kahiyang melayangkan pertanyaan pada Kang Darto, memastikan jika ingatannya tidak salah dan benar kalau ibunya telah memesan andong ini.

Lelaki tua itu menganggukkan kepalanya kencang, cukup kencang hingga blankon yang ia pakai hari itu sampai hampir terjatuh, pria itu menyetujui apa yang Kahiyang barusan katakan. "I-iya, Ndoro Bhanurasmi sudah memesan andong saya untuk satu hari ini. Hanya untuk Kahiyang."

Pria asing itu menatap Kang Darto sesaat, lalu kembali menatap Kahiyang, si meneer asing terdiam sebelum sedetik kemudian dia melayangkan satu senyuman ramah pada Kahiyang yang langsung dibalas senyuman kikuk gadis ini. Kahiyang memutar otak, apa yang harus dia lakukan sekarang? Apakah ia harus mengalah memberikan jasa andong Kang Darto untuk meneer asing ini, atau dia sebaiknya melawan saja dan kukuh untuk tetap naik andong ini, toh ibunya sudah membayar upah sejumlah uang untuk Kang Darto.

"Ya sudah, kalah begitu Meener bisa naik andong ini," ucap Kahiyang mengalah. "Aku akan ambil andong lain saja, lagi pula uang saku milikku masih cukup jika hanya menyewa andong lain untuk pulang," lanjut Kahiyang panjang sembari mengendikkan bahu. Pada akhirnya dia tak tega dengan meneer Belanda satu ini dan membiarkannya naik andong milik Kang Darto, dari tampangnya juga sepertinya dia pria yang baik, walau Kahiyang bingung ingin membalas apa karena pria itu selalu tampak melebarkan senyumannya untuk Kahiyang.

"Kenapa naik andong lain?" tanya meneer asing ini pada Kahiyang.

Kahiyang mengerutkan dahinya, kenapa malah bertanya padanya? Kan sudah jelas kalau dia yang ingin naik andong ini. "Lho, kan Meneer sendiri yang bilang ingin naik andong ini, biar aku saja yang mengalah, aku--"

"Siapa bilang saya ingin naik andong ini sendiri?" potong meneer asing dengan pertanyaan yang semakin membuat Kahiyang bingung bukan kepalang, bahkan kalau Kahiyang dapat memilih, gadis ini lebih memilih menyelesaikan seratus soal matematika dibanding harus berada di situasi membingungkan seperti ini.

"Maksud Meneer?"

"Kurasa kita satu arah tujuan, bagaimana jika kita berbagi jasa andong Kang Darto?" pria asing itu memberi saran lain.

Gadis ini menyilangkan kedua tangannya di dada. Seakan berfikir sejenak sebelum menjawab, "Baiklah, aku tidak keberatan. Kamu keberatan, Kang?" tanya Kahiyang pada Kang Darto yang sedari tadi diam membisu.

𝐒𝐮𝐫𝐚𝐭 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐊𝐚𝐡𝐢𝐲𝐚𝐧𝐠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang