Banyak yang terjadi sejak satu bulan setelah kepergian Candra ke Jakarta untuk menempuh ilmu. Kahiyang telah kembali bersekolah, sedangkan Agniasari mulai menemukan minatnya pada sastra dan dunia kepenulisan. Suasana kediaman Bhanurasmi pagi itu cukup riuh. Lalu lalang dua gadis perawan yang tengah bersemangat menyiapkan sesuatu membuat satu rumah bangun.
Ini adalah hari yang sangat spesial untuk Kahiyang, hari ini adalah hari terakhirnya di sekolah, yaitu hari kelulusan. Kahiyang telah menantikan hari ini sejak lama, hari dimana akhirnya dia keluar dari sekolah dan dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih serius. Kahiyang ingin menjadi guru, jadi rencananya setelah lulus, ia akan menyusul Candra ke Jakarta demi melanjutkan pendidikannya.
"Bagaimana? Sudah cantik belum?" tanya Kahiyang berbinar-binar.
Agniasari mengangguk mantap sembari mengacungkan kedua jempolnya. "Cantik sekali! Seperti wanita perpendidikan."
"Tentu saja, semua anak-anakku berpendidikan," sahut Bhanurasmi yang sedari tadi mengintip dari celah pintu kamar kedua anak gadisnya.
"Simbok, apa ini terlihat aneh?" Kahiyang merujuk pada selop biru yang berhak cukup tinggi. Selop itu memang senada dengan kebaya bunga yang kini tengah ia kenakan, namun Kahiyang masih ragu untuk memakainya atau tidak, menurutnya sepatu berhak tinggi terlalu mewah untuk digunakan diacara kelulusan sekolah seperti ini.
Bhanurasmi menghampiri anak gadisnya itu, ia merapihkan sudut-sudut kebaya Kahiyang dengan penuh kasih sayang. Tangan kanannya terulur menyentuh pipi Kahiyang pelan, wanita paruh baya itu tersenyum, tak pernah ia sangka kalau anak-anaknya telah tumbuh dewasa, pilu rasanya jika mengingat perjuangannya selama ini, menghidupkan tiga anak sebagai orangtua tunggal. Tapi itu semua terbayarkan, ketiga anaknya berkembang menjadi anak yang baik-baik.
"Ndak terlihat aneh sama sekali. Kamu terlihat cantik, Kahiyang." Bhanurasmi tersenyum, masih mengelus pipi anaknya.
"Bukankah ini terlalu berlebihan, Mbok? Kan cuma acara kelulusan, aku tidak butuh selop semahal ini," tutur Kahiyang.
"Tenanglah, kamu akan terlihat cantik."
"Simbok tau bukan itu yang aku khawatirkan," cibir Kahiyang.
Bhanurasmi terkekeh, "Sudahlah pakai saja selop mewah itu. Lagi pula, simbok punya rencana untukmu."
"Rencana?" tanya Kahiyang dan Agniasari bersamaan.
"Sudah beberapa minggu belakangan ini pria asing yang mengejar Kahiyang tidak melakukan apapun. Simbok yakin hari ini dia pasti akan mendekatimu lagi, mengingat hari ini hari kelulusanmu, dia pasti akan datang, atau paling-paling memberimu sebuah hadiah kelulusan," pungkas Bhanurasmi sembari berjalan mengelilingi kamar.
"Lalu, rencanamu apa, Mbok?" tanya Kahiyang lagi, kali ini dengan alis yang bertaut dalam.
"Kamu akan memakai semua perhiasan dan baju mahal. Cincin ametis, gelang permata, kalung perak dengan liontin mutiara, anting berlian, semua, semua akan kamu gunakan. Supaya kamu terlihat berkilauan bak putri keraton."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐮𝐫𝐚𝐭 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐊𝐚𝐡𝐢𝐲𝐚𝐧𝐠
Historical Fiction[Terinspirasi dari kisah nyata. Beberapa kejadian bedasarkan pengalaman yang sebenarnya] ~°~° Suatu siang, selepas pulang sekolah rakyat, Kahiyang yang polos dan periang dikejutkan dengan temuan secarik surat tanpa pengirim dalam andong yang orangtu...