15. Permohonan Maaf

860 126 23
                                    

Halo semuanya! Apa kabar pembacaku yang budiman dan budiwoman? Semoga baik-baik saja ya wkwkw.

Seperti yang dapat dilihat, YAK BTUL! Saya kembali dari dunia perhiatusan, yey!!! Alhamdulillah saya udah selesai sama ujian-ujian pra universitas dsb, doain semoga semua prosesnya lancar!!!!

Anyway, pasti udah kangen banget kan sama Meneer Jean dan Kahiyang? Nah, maka dari itu langsung saja mari kita lanjutkan kisah ini setelah perhelatan yang sangat amat lama.

Terima kasih atas penantian kalian semuanya! SAYA CINTAH KALIAN 😤❤

.oo0oo.

"Menurutku, kamu seharusnya meminta maaf pada simbokmu, mengingat, kamu sendiri yang memancing tentang masalah ini," tutur Jatra jujur menasihati adik sepupunya yang tengah menunduk pasrah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Menurutku, kamu seharusnya meminta maaf pada simbokmu, mengingat, kamu sendiri yang memancing tentang masalah ini," tutur Jatra jujur menasihati adik sepupunya yang tengah menunduk pasrah.

Kahiyang mengangguk pelan, tak mengelak dan menyetujui nasihat Jatra barusan, setelah sedetik lalu Kahiyang telah membeberkan apa permasalahan yang menimpa keluarga kecil mereka. Memang benar dia harus meminta maaf pada ibunya setelah pertengkaran tidak terlalu penting mereka tadi siang. Kini seluruh hati gadis ini terbalut oleh rasa bersalah, penyesalan karena tidak mendengarkan ibunya tadi.

"Aku tahu, kamu pasti merasa kalau kamu tidak salah. Tapi tetap saja Hiyang, simbokmu benar, lagi pula, mungkin saja pingitan ini akan membuatmu mendapatkan kesenangan baru? Dan baguslah kamu dipingit selama aku berada disini. Itu berarti aku dapat menghabiskan waktu lebih banyak denganmu, Candra, dan Agni," jelas Jatra lagi.

Kahiyang melirik kecil ke arah Jatra. Pria itu sudah dia anggap sebagai kakak laki-lakinya sendiri, tak khayal mengapa dia dan Jatra dapat sangat dekat. Itu karena ikatan batin yang mereka jalani sejak kecil sudah kuat. Bijaknya Jatra juga sebelas duabelas mirip dengan babanya, itu membuat Kahiyang selalu merasa aman dan nyaman berada di dekat pemuda itu.

"Iya, Kangmas Jatra benar. Hiyang tidak seharusnya berkata seperti itu pada simbok," lirih Kahiyang.

Jatra berhenti seketika. Membuat Kahiyang yang berada di belakangnya sontak terbentur punggung lebar pemuda ini. Kahiyang terkejut, wanita itu membelakkan matanya lalu mengusap kepalanya yang tidak sakit. Jatra perlahan berbalik, sebuah senyum simpul terukir di wajah pria itu, sebuah senyuman yang selalu pria itu beri padanya jika dia mendapatkan sebuah ide atau pencerahan, senyuman khas yang Kahiyang paham betul apa arti dari senyuman itu.

"Ah, mas punya ide yang lebih baik daripada kita berkeliling rumah!"

"Apa itu mas?" tanya Kahiyang penasaran.

"Bagaimana jika kamu meminta maaf pada simbokmu sekarang? Mas akan bantu jika kamu merasa kesulitan, bagaimana?"

"E-eh, kenapa harus sekarang? Hiyang malu," elak Kahiyang menggelengkan kepalanya cepat.

𝐒𝐮𝐫𝐚𝐭 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐊𝐚𝐡𝐢𝐲𝐚𝐧𝐠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang