Hai! Saya back setelah hibernasi, pada kangen yaaa? Sorry buat yang nungguin cerita ini. Cover dan layout saya ganti biar lebih estetik aja wkwk.
Btw di mulmed itu Candra ges~
Kahiyang mendengus malas namun pasrah. Tangannya mengambil satu buah serbet, lalu mulai membersihkan satu per satu buku tumpukan buku tinggi yang ada di atas meja. Saat ini Kahiyang tengah dihukum untuk membersihkan ruang kerja almarhum ayahnya, dihukum atas kesalahan yang menurutnya sama sekali bukan salahnya. Dirinya mendecah kesal setiap kali Bhanurasmi --ibunya, tidak berada disana.
Tentu saja Kahiyang merasa jengkel. Ini sudah seperti mengalami sebuah detensi di rumah sendiri, terkurung tidak boleh keluar rumah untuk beberapa hari sedikit menyiksa batin si aktif Kahiyang, apalagi tentang larangan pergi ke sekolah. Tapi dia menurut demi sang ibu, walau tetap kesal atas titah ibunya yang melarang dirinya pergi kemana pun saat ini, Kahiyang tahu kalau ibunya itu sangat khawatir padanya. Untung saja hari ini adalah hari terakhir dirinya mengalami masa pinggitan dari Bhanurasmi, karena mulai esok pagi, dia sudah dapat pergi ke sekolah lagi seperti biasa.
"Sudah belum, Nduk?" sapa Bhanurasmi memasuki ruangan.
"Sudah dong, lihat ini, lihat itu juga, semuanya sudah bersih dan rapih! Tinggal satu tumpukan buku ini saja," ujar Kahiyang dengan bangga menunjuk-nunjuk benda hasil kerja kerasnya.
Bhanurasmi tersenyum, tangannya terulur untuk mengusap-usap kepala Kahiyang. "Terima kasih ya, sudah membantu simbok membersihkan ruang kerja baba."
"Ndak masalah Mbok, kalau dipikir-pikir, seru juga membersihkan satu ruangan, sensasi yang didapatkan kala melihat ruangan itu sudah rapih, sedikit menyenangkan. Walau lelah pastilah ada," gurau Kahiyang.
"Simbok sedang rindu bapakmu, maka itu simbok menyuruh kamu membersihkan ruangan ini, ruangan kerja baba yang telah lama tidak tersentuh," kata Bhanurasmi sendu.
"Iya, aku tahu. Karena aku juga rindu baba," jelas Kahiyang merasa tidak enak hati karena sempat mengeluh tadi.
"Maafkan simbok menahanmu pergi ke sekolah ya," balas Bhanurasmi mengatakan permintaan maafnya.
Setegas apapun Bhanurasmi pada ketiga anaknya, dia selalu mengajarkan anak-anaknya untuk meminta maaf jika telah melukai hati seseorang, tak peduli tua atau muda, jika memiliki salah, ya harus meminta maaf. Seperti yang dilakukan Bhanurasmi ini, dia tidak merasa malu atau gengsi hanya untuk meminta maaf pada putrinya sendiri. Bhanurasmi tahu, dari semua anak-anaknya, Kahiyang-lah yang memiliki semangat belajar paling tinggi. Dan dengan melarangnya ke sekolah, sama saja seperti membelenggu anaknya sendiri.
"Iya, Mbok, ndak apa. Lagi pula, besok aku sudah bisa pergi ke sekolah, kan!" seru Kahiyang penuh semangat.
"Memangnya segitu rindu dengan sekolah? Ndak mau simbok pingit sana selama-lamanya?" ledek Bhanurasmi pada Kahiyang yang langsung membuat gadis itu membelak tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐮𝐫𝐚𝐭 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐊𝐚𝐡𝐢𝐲𝐚𝐧𝐠
Historical Fiction[Terinspirasi dari kisah nyata. Beberapa kejadian bedasarkan pengalaman yang sebenarnya] ~°~° Suatu siang, selepas pulang sekolah rakyat, Kahiyang yang polos dan periang dikejutkan dengan temuan secarik surat tanpa pengirim dalam andong yang orangtu...