Kahiyang face reveal ada di mulmed.
Remang malam dingin kala itu menusuk kulit Kahiyang. Rembulan dan bintang menghiasi hamparan kasta langit yang benderang terang layaknya sebuah lampu raksasa. Malam hari itu begitu sunyi, suasana cukup mencekam dengan sesekali ditemani alunan derikkan jangkrik. Semua orang yang berada di dalam omah njero saat itu seakan sepakat untuk membungkam mulutnya masing-masing, tak berani berani mengucapkan satu patah kata pun, apalagi bertanya tentang apa yang terjadi sehingga mereka semua berkumpul disini.
Agniasari melirik ke arah tengah ruang keluarga, disana terdapat Kahiyang yang tengah duduk bersimpuh dengan kedua kaki terlipat ke belakang layaknya seorang sinden, dan kepala yang tertunduk dalam. Di depan Kahiyang berdiri Bhanurasmi, sang ibu yang sudah selama sepuluh menit terakhir hanya berjalan berputar-putar ke kanan dan ke kiri dengan kedua tangan yang ia lipat di dada. Sedangkan dirinya sendiri kini berada di ujung sudut ruangan bersama kakak laki-lakinya Candra, sama-sama bersimpuh tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Jika sudah berada dalam posisi seperti ini di ruang keluarga, sudah pasti ini adalah posisi sidang permasalahan ketika salah satu diantara mereka bertiga melakukan satu kesalahan atau kenakalan besar, tradisi keluarga ini sudah dijalankan sejak mereka bertiga kecil, untuk mengajari ketiganya tentang penyelesaian masalah melalui kepala dingin dan kedisiplinan. Biasanya saat-saat inilah Bhanurasmi akan menindak tegas ketiga anaknya tapi tetap memberikan nasihat dan wejangannya serta tak lupa membuat mereka berjanji tidak akan mengulangi hal yang sama. Dan kalau Agniasari tidak salah menebak, kakak perempuannya inilah yang akan disidang Bhanurasmi malam ini.
Apakah tentang surat-surat yang pria asing itu beri? Jika benar, Kahiyang pasti tengah berada dalam masalah yang sangat besar. Atau malah tentang hal lain yang dirinya tak ketahui?
"Kangmas, ada apa sebenarnya?" bisik Agniasari pada Candra yang berada tepat di sebelahnya.
Candra mengangkat kepalanya sedikit. "Aku juga tidak tahu pasti. Tapi kata para pembantu tadi sore, Mbakyu Kahiyang punya penguntit!" balas Candra.
"Apa?! Penguntit?" tanya Agniasari tak percaya, jadi benarkah dugaannya kalau Kahiyang ketahuan dari surat-surat yang mereka bicarakan tempo hari?
"Kecilkan suaramu!" bisik Candra sedikit panik karena Agniasari yang tak bisa menjaga suaranya.
"Maafkan aku, tidak sadar," desis Agniasari kikuk.
"Dan kamu mau tahu apa kata mereka lagi?"
Agniasari mengangguk mantap. "Katakan padaku, Kang."
"Penguntit Mbak Kahiyang adalah seorang pria londoe!" bisik Candra penuh penekanan.
Agniasari membuka mulutnya sempurna. Jangan-jangan apa yang dirinya pikirkan menjadi kenyataan, satu kronologis cerita telah tersusun seketika di otak Agniasari. Kahiyang, kakaknya itu pasti tertangkap basah karena menerima surat dari pria Belanda dan kini tengah disidang untuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐮𝐫𝐚𝐭 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐊𝐚𝐡𝐢𝐲𝐚𝐧𝐠
Historical Fiction[Terinspirasi dari kisah nyata. Beberapa kejadian bedasarkan pengalaman yang sebenarnya] ~°~° Suatu siang, selepas pulang sekolah rakyat, Kahiyang yang polos dan periang dikejutkan dengan temuan secarik surat tanpa pengirim dalam andong yang orangtu...