Pagi itu Jean tidak tentram. Seberkas cahaya menerangi kamarnya, matahari bak mengintip melalui celah tirai putih jendela. Baru dua menit ia membuka mata, pikirannya kembali melayang pada wanita yang ia dambakan, Kahiyang. Jean menoleh ke nakas disamping ranjang, menatap gelisah pada satu lembar kertas kosong. Keraguan merayapinya lagi, hal yang akan dia lakukan selanjutnya, berpengaruh besar pada jalannya kehidupan keluarga Kahiyang. Dan dapat diketahui, kalau itu bukanlah pengaruh baik. Seumpama bom atom yang dilayangkan Amerika pada Jepang, sebesar itu pula pengaruh tindakan ini nantinya.
Tak kuasa, Jean bangkit dari ranjang. Pria itu berjalan tanpa arah, mengitari penjuru kamar, membuat pacuan lingkaran yang berulang. Sekali lagi ia meninjau dampak dari rencananya selanjutnya. Khawatir kalau-kalau perbuatannya akan menyakiti keluarga kecil itu. Namun, disisi lain, Jean tampak tengah diujung tanduk, yang memaksanya melakukan ultimatum terakhir ini. Bukan tanpa dasar Jean merasa demikian. Pasalnya, sejak usahanya yang terakhir, rencana pernak-pernik, Jean belum mendapat kabar apapun dari Kahiyang, atau keluarganya. Dua minggu telah berlalu, sejak rencana pernak-pernik, dan keluarga Bhanurasmi seakan menghilang dari peradaban.
Jean memiliki beberapa informan, yang bertugas untuk membantu melancarkan rencananya untuk meminang Kahiyang. Diantaranya ialah Mbah Moen, seorang wanita tua yang katanya mengenal semua orang di kota ini, Mbah Moen kerap bekerja sama dengan pembantunya, Wani, yang kemudian akan bekerja dengan Jean. Dan tak lupa, Kang Darto, sang kusir yang sering disewa oleh keluarga Kahiyang. Padahal, sejauh ini, Jean merasa kalau semua rencananya sempurna, dan ia tidak perlu memakai ultimatum yang ia sendiri ragu akan moralitasnya.
Tapi katakan pada Jean, jika rencananya berjalan lancar, kenapa keluarga Bhanurasmi seakan menutup diri dari masyarakat? Bak menghindari bukan hanya Jean, namun semua manusia di Kota Jombang. Anggaplah Jean paranoid akan ini, tapi saat Wani pembantunya, mengatakan kalau Bhanurasmi telah mengeluarkan Agniasari dari sekolah, Jean yakin, kalau memang ada sesuatu yang disembunyikan Bhanurasmi. Untuk apa wanita itu mengeluarkan anaknya sendiri dari sekolah? Wanita berpendidikan seperti Bhanurasmi tidak akan mungkin membiarkan anaknya putus sekolah hanya karena ini.
Jean mengernyit dalam. Semua itu diperparah dengan toko mebel milik keluarga Bhanurasmi yang selalu tutup, bertepatan sejak rencana pernak-pernik. Toko mebel itu adalah pendapatan utama keluarga mereka, jika sampai menutup toko selama dua minggu terakhir ini, itu berarti tanda kalau memang keluarga itu sama sekali tidak ingin membuat kontak dengan dunia luar. Seandainya dugaan Jean benar, itu artinya memang Bhanurasmi tengah mengurung dirinya serta anak-anaknya di dalam rumah, entah karena apa.
Perdebatan kembali terjadi dalam benak Jean. Sekali lagi meragukan moral atas hal yang ia akan lakukan. Tapi persetan dengan moralitas, Bhanurasmi selalu mengurung wanita yang ia cintai, kali ini bahkan mengurung Kahiyang bukan hanya dari Jean, tapi dari seluruh dunia. Amarah yang menumpuk telah menggunung, dan itu semua sudah cukup bagi Jean, ia akan melakukannya.
Pria itu lalu bergegas menggenggam kertas yang sedari tadi ada pada nakas. Dengan cepat tangan Jean menulis sesuatu diatas secarik kertas itu. Menggoreskan pena dengan gesit layaknya orang yang tengah kerasukan. Tak ada lagi keraguan dalam hatinya, Bhanurasmi seakan telah menyatakan perang dengan meminggit Kahiyang untuk kesekian kalinya. Wanita itu tidak akan bisa memenjarakan Kahiyang lagi setelah ini. Selepas menulis, Jean memanggil Wani pembantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐮𝐫𝐚𝐭 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐊𝐚𝐡𝐢𝐲𝐚𝐧𝐠
Historical Fiction[Terinspirasi dari kisah nyata. Beberapa kejadian bedasarkan pengalaman yang sebenarnya] ~°~° Suatu siang, selepas pulang sekolah rakyat, Kahiyang yang polos dan periang dikejutkan dengan temuan secarik surat tanpa pengirim dalam andong yang orangtu...