Begitu Mendamba

140 21 0
                                    

Pada siang hari di bawah teriknya mentari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada siang hari di bawah teriknya mentari

Jefran memarkir motornya asal di parkiran. Pemuda blasteran itu kembali ke sekolah setelah mengantar pulang kekasih barunya. Di tangannya terdapat dua botol minuman dingin. Satu teh untuk dirinya, dan satu lagi kopi untuk sosok yang sedang mengukir penat membersihkan kelas di dalam sana.

Setiba kakinya melangkah, Jefran terkekeh. Pemuda yang sedang sibuk di depannya itu terlihat persis ibu rumah tangga dengan tangan yang di penuhi alat-alat kebersihan.

"Ga usah ketawa kamu, saya lagi ga mood buat di ketawain." Abi melayangkan protes tanpa menoleh ke arahnya membuat Jefran semakin tertawa lepas.

Setelah tawanya mereda, tangan kanannya terulur untuk mengambil kain pel di belakang Abi. "Santai mahmud, sini biar ku bantu."

Posisinya begini, Abi menyapu ke depan, di belakangnya ada Jefran yang mengepel mundur. Punggung keduanya sesekali menempel menghantarkan sengatan-sengatan kecil pada tubuh yang lebih kurus.

Abi berdehem keras guna menyamarkan kegugupannya. Jefran di belakangnya menoleh, lalu kembali sibuk dengan aktivitasnya mengepel lantai.

Jangan salahkan Abi jika pikirannya melayang jauh dari realita. Otak menyimpangnya itu sudah berandai-andai, dia dan Jefran menikah lalu membersihkan rumah mereka bersama. Lalu saat sudah selesai, dia akan kelelahan tapi itu tak jadi masalah karna ada Jefran yang senantiasa memijat punggungnya.

"Dep, woy! Kok ngelamun. Itu sampahnya udah terbang kenapa di biarin?"

Suara Jefran menyadarkan Abi dari lamunan liarnya. Sedikit tergesa mengumpulkan sampah-sampah yang terbawa angin lalu memasukkannya kembali ke dalam tong sampah.

Kini keduanya telah duduk di lantai luar kelas dengan kaki yang di selonjorkan. Jefran mengusap wajahnya yang basah karena keringat dengan punggung tangan. Abi tak tahan, hatinya berteriak heboh di dalam ingin menggantikan tangan Jefran dengan tangannya.

Segera laki-laki bersurai hitam itu merogoh saku celananya. Menemukan sebuah tissu kemasan di dalam sana kemudian menyodorkannya pada pemuda di hadapannya.

"Nih."

Alis Jefran terangkat, tanpa berucap apapun langsung mengambil benda tersebut untuk mengusap wajahnya yang basah.

Abi membuka botol minumannya gugup, mengalihkan pandangan kemana saja asal tak menatap pemandangan seksi yang mengundang nafsunya.

"Aku belum ceritakan soal kemarin."

Kalimat yang Jefran lontarkan mampu menarik atensi Abi untuk kembali menatapnya. Ini benar-benar topik paling sensitif yang Abi hindari.

"Kamu tau kan, aku udah lama suka Karina?"

Tanpa perlu di jelaskan, Abi sudah tau. Begitu melihat binar mata dan raut bersemangat Jefran jika sudah membahas tentang Karina membuatnya menarik kesimpulan.

Orang yang sangat dicintainya itu juga sangat mencintai orang lain.

"Hmm." Dehemnya pelan sambil meneguk minuman botolnya hingga tandas guna menetralkan hatinya yang mulai panas.

"Aku ga pernah nyangka dia bakal nerima, tapi kemarin benar-benar menyenangkan. Aku bahagia dep, rasanya kaya lega gitu dia balas perasaanku."

Menyenangkan ya? Lalu bagaimana dengan hari-hari yang di laluinya bersama Abi, apa tidak semenyenangkan itu?

"Sukur kalo kamu senang." Hanya itu yang bisa Abi katakan. Memangnya apalagi? Dia tak mungkin berharap sosok di depannya ini akan membalas perasaannya. Tidak, itu mustahil.

Jefran membenci cinta sesama jenis, membenci kaum sepertinya. Sangat menjijikkan bagi pemuda itu, jadi apalagi yang bisa dia harapkan?

"Kamu kapan?" Tanya Jefran tiba-tiba.

"Apanya?" Alis Abi tertaut bingung.

"Ya cari pacarlah bro, kapan?"

"Ga tau, belum kepikiran."

Jefran tertawa mengejek, jawabannya selalu sama saat dia melontarkan pertanyaan serupa. Sahabatnya ini seolah tak menunjukkan ketertarikan pada siapapun membuat Jefran sedikit khawatir.

"Cari pacar sana. Atau kamu pacarin aja Jovanka, dia udah ngejar-ngejar kamu dari dulu."

Abi hanya mendengus sebagai jawaban, rasa malas menderanya ketika Jefran mulai membawanya masuk ke dalam topik ini.

"Saya ga suka."

"Loh kenapa? Jov cantik tuh, badannya juga bagus. Tinggi, serasi sama kamu."

Tapi saya sukanya sama kamu-hati Abi ingin meneriakkan kalimat ini di depan wajah Jefran.

"Kamu mau muji dia berapa banyak pun saya tetap ga suka. Dia centil, ngintilin saya kemana-mana saya ga suka."

Jefran terbahak, jadi itu alasannya-pikirnya. Kemudian memancing Abi dengan berujar, "trus kamu sukanya yang gimana?"

Abi tak langsung menjawab, matanya menatap lurus pada Jefran yang kini mulai kehilangan senyumannya. Dalam satu tarikan napas Abi berujar, "saya suka yang perhatian, bantuin saya kalo lagi susah, nyuruh saya tidur setiap malam, ngingatin saya makan, peduli kalo saya lagi banyak masalah, dan yang paling penting selalu sedia dengar cerita saya setiap hari. Apa kamu tau siapa orangnya? Tolong carikan saya yang seperti itu."

Jefran tak menjawab, mulutnya terkunci rapat. Ada sengatan yang tiba-tiba memacu aliran darahnya. Jantungnya berdetak cepat, ia tak bodoh selama ini untuk menyadari.

Ini tak mungkinkan? - batinnya berperang.

Orang yang dimaksud Abi bukan dirinya, ada banyak di luar sana orang yang menyanggupi kriteria yang sahabatnya itu sebutkan. Setidaknya pemikiran ini yang Jefran ulang-ulangi di dalam kepalanya.

"Udah ga usah dipikirin, saya banyak maunya jadi ngelantur. Yok pulang!"

Abi menarik lengan Jefran untuk berdiri. Pemuda itu masih belum tersadar sepenuhnya dari keterkejutan. Abi melangkah lebih dulu meninggalkan Jefran yang masih memikirkan beberapa kemungkinan dalam otaknya.

Tiba-tiba Jefran bersuara, "Memangnya ada orang yang seperti itu?"

Langkah Abi terhenti, terdiam sebentar seolah mematung dengan kalimat yang Jefran lontarkan. Tanpa berbalik, Abi menggumam dalam hati,

Ada, kamu orangnya.

"Pasti ada. Makanya saya bilang sama kamu, kalo kamu pengen saya cepat-cepat punya pacar tolong carikan saya yang seperti itu. Mungkin ga cuma jadi pacar, saya nikahin langsung di pelaminan."

Setelah berujar demikian Abi melanjutkan langkahnya. Jefran mengekori dari belakang, keduanya tiba-tiba saling diam hingga tiba di parkiran.

"Saya ada les habis ini, nanti kita pisah di pertigaan."

Jefran hanya mengangguk sebagai jawaban. Tak lupa memamerkan senyumnya pada Abi sebelum menaiki motor gagahnya.

Keduanya mengemudikan motor berdampingan, hinggap sedikit cemburu di hatinya. Pasti tadi Karina memeluk pemuda itu dengan erat, pasalnya motor Jefran memang kurang ajar modusnya.

Apa daya, belum berjuang di garis start saja dirinya telah di paksa mundur oleh keadaan.

Sampai di pertigaan, Jefran membunyikan klakson motornya sambil melambaikan tangan ke arah Abi. Abi mengangguk sebagai jawaban. Lelaki itu kemudian melajukan motornya ke tempat bimbingannya akan berlangsung.

Huft, hari yang melelahkan. Les sepulang ujian itu benar-benar menguras otak. Abi rasanya ingin mengistirahatkan otaknya sebentar. Penat itu yang terasa, di tambah tak ada Jefran disisinya. Hari ini tak akan bisa dia lalui dengan cepat .

Adorasi Dama (NOMIN)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang