Kamu Cantik, Abiraga

121 21 6
                                    

Pada teriknya siang dan peliknya kenyataan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada teriknya siang dan peliknya kenyataan

"Tante, maaf atas tindakan bejat kami tadi. Saya benar-benar khilaf, dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi."

"Halah gapapa. Tan mana minumnya, haus nih abis cipokan." Cubitan kecil Gevan terima dipantat bongsornya. Untung dia tidak bisulan, kalo iya bisa dipastikan bisulnya meletus akibat ganasnya cubitan Abi.

Sementara wanita muda yang menjadi saksi panasnya gairah dua remaja ini masih diam seribu bahasa sambil melipat kedua tangannya di atas dada. Jika beginikan Abi makin tak enak hati. Sudah dia yang jadi korban, si pelaku bukannya merasa bersalah malah santai meminum tehnya.

"Tante saya mohon jangan kasih tau Bunda saya. Bagaimanapun saya gak mau melihat beliau kecewa. Apapun bakal saya lakuin untuk tante, saya janji." Tante Gevan-Joy Puspita Sari merasa tertarik dengan penawaran remaja di depannya.

"Kamu bakal lakuin apapun?"

"Iya Tante."

"Jangan mau sayangku, nanti kamu disuruh beli mobil Ferrari keluaran terbaru."

Merasa tak terima dituduh, Tante Joy menarik celana pendek Gevan hingga melorot. Mengundang pekikan pemuda itu, "Tante sengaja ya mau ngumbar pantat seksi aku?!!"

"Seksi apanya, pantatmu aja korengan gitu."

"Wah, tante emang bener-bener. Apa perlu aku tunjukin disini biar tante liat seberapa mulus pantatku?!"

"Udah, kenapa jadi bahas pantat?" Abi merasa ingin cepat-cepat keluar dari rumah ini untuk menjemput kewarasannya.

Tante Joy berdehem singkat untuk mengembalikan wibawanya, ditatapnya Abi dengan serius. Seolah menyiratkan ketidaksukaan yang mendalam. "Kamu bilang mau lakuin apapun kan?" Abi mengangguk. "Kalo gitu...-"

"Ciuman lagi di depan Tante."

Bagai dihantam bokong Gevan yang katanya seksi itu, Abi merasa kepalanya berdenyut. Permintaan yang tak masuk akal, maunya Tante Joy itu sebenarnya apa?

"Kalian tau nggak? Tante tadi baru nonton Sarawat sama Tine yang lagi ciuman. Terus dapat adegan live gratis dari kalian. Duh, senang Tante tuh. Kenapa coba pas Tante datang ciumannya dilepas? Kan Tante masih mau menikmati tau. Ayo cepetan, ulang lagi adegannya. Kalo bisa makin hot ya, soalnya mau tante rekam trus bagiin ke teman-teman Tante."

Rahang Abi terjatuh dengan tidak elitenya. Dia melirik Gevan frustasi, tidak habis pikir dengan pemikiran Tante Joy yang tak masuk akal. Persiapan ditendang atau diusir dari rumah nyatanya tak berarti apa-apa. Gevan yang iba ditambah takut pacarnya itu akan ketularan gila, menyeret pelan lengan Tante Joy untuk keluar dari pintu kamarnya.

"Tante keluar dulu ya, Gevan mau lanjutin yang tadi. Nanti Gevan cerita selengkapnya, sedetailnya, dan eksklusif hanya untuk Tante." Merasa puas dengan jawaban keponakannya itu, Tante Joy akhirnya setuju untuk kembali melanjutkan aktifitasnya didapur.

Gevan menghela napas panjang, menatap Abi yang sama frustasinya. "Tanteku itu Fujoshi."

"Loh, kok?"

"Kebanyakan nonton film Thailand."

Abi meringis dalam hati, Tante Joy ini begitu ajaib pikirnya. Lantas kini tatapannya sepenuhnya terpusat pada Gevan. Pemuda itu terlihat linglung, mungkin efek demam belum sepenuhnya hilang. Sekarang Abi bisa melihat wajah Gevan yang pucat dan bibirnya yang memerah, seketika kegiatan mereka tadi kembali mengganggu pikirannya. Berpikir keras, jenis setan apa yang merasukinya hingga tak menolak pemuda itu.

"Kapan balik ke Jakarta?'

Pertanyaan Abi menarik atensi Gevan, "Ga balik, aku mau kuliah disini." Melihat wajah Abi yang murung, Gevan tau ada yang tidak beres dengan pacarnya itu.

"Sayangku kenapa hm?"

"Bagaimana menurut kamu soal kuliah diluar negeri?"

"Kamu mau kuliah diluar negeri?"

Pertanyaan yang dibalas dengan pertanyaan itu membungkam Abi, hening dirasa saat Abi tak kunjung menjawab.

"Sayaaang...dengar ya." Gevan melangkah mendekat dan kini duduk di lantai bertumpu pada lutut. Meraih tangan Abi yang dingin. "Seumpama aku adalah batu dan kamu sedang berlari ke suatu tempat yang indah. Hanya ada dua kemungkinan, pertama aku menghambat langkah kamu dan yang kedua kamu bertumpu sama aku, menjadikan aku batu loncatan agar kamu bisa sampai lebih cepat. Tergantung sayangku ini mau memposisikan aku bagaimana."

"Masa depan itu yang akan menemani kamu selamanya sayang, sedangkan aku hanya pengembara hati yang singgah di rumah kamu."

Tangan Abi terlepas, membingkai wajah tegas Gevan yang hangat. "Aku mau kamu singgah selamanya."

"Yang namanya singgah itu ya sementara, saat masaku habis aku harus melanjutkan perjalanan mengembara dari rumah ke rumah lainnya." Abi menjepit hidung Gevan yang bangir dengan dua jarinya, kemudian tersenyum penuh ketulusan.

"Baik, aku minta tuan pengembara yang singgah ini untuk menetap. Aku jamin rumah yang sekarang kamu singgahi amat nyaman untuk beristirahat bahkan terlelap sampai akhir hayat. Dan suasana seperti ini ga akan pernah kamu temukan di rumah manapun. Bagaimana tuan? Tawaran ini ga akan datang dua kali."

Gevan terbahak, manisnya ini rupanya amat pandai mempermainkannya . "Aku mau menetap di rumah kamu selamanya."

Begitu saja Abi ditarik dalam kungkungan. Melanjutkan pagutan mereka yang tertunda dengan lebih panas. Hanya lumatan, tapi Abi merasa salivanya telah turun melewati dagu. Dan tercampur dengan saliva Gevan saat pemuda itu menyesap dagunya kembali. Bibirnya naik menyicip rahang hingga telinga. Berkali-kali berdecak kagum pada kulit Abi yang luar biasa halus.

Racauan Abi menahan nikmat saat bibir tebal itu berada dilehernya, berbisik serak ditelinga Gevan untuk tak meninggalkan bekas sebab akan menambah masalah. Kecupan terakhir Gevan layangkan di atas jakun Abi yang bergerak naik turun. Dia merasa hampir melewati batas, untung bisa dihentikan sebelum mencapai puncak.

Netra hitam itu beradu pandang dengan si pemilik netra coklat yang masih terengah. Bagi Gevan, racauan nikmat Abi lebih merdu dari desahan gadis-gadis yang pernah dikencaninya. Fitur wajah yang tampan dan cantik sekaligus, kulit putih yang halus dan lembut, serta senyuman memabukkan yang menghantuinya sepanjang malam. Oh astaga, Gevan bisa gila hanya dengan menjabarkan betapa sempurna kekasihnya itu.

"Kamu cantik, Abiraga."

"Aku masih laki-laki kalo kamu lupa."

"Aku tau, tapi bagiku kamu cantik. Melebihi gadis manapun yang pernah kutemui."

Adorasi Dama (NOMIN)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang