Bertaut

98 19 0
                                    

Pada siang hari bersama dua insan yang mulai terjebak dalam asmaraloka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada siang hari bersama dua insan yang mulai terjebak dalam asmaraloka

Hening menyelimuti, mentari sudah mulai naik. Menyinari dua insan yang masih betah mendayung perahu di tengah-tengah panas yang menyengat kulit.

"Dep turun yok, lu tambah item tar kek pantat panci." Gevan bersuara.

"Kamu benar-benar suka cari gara-gara sama saya." Sahut Abi tak terima.

Gevan tersenyum mengejek, mendayung perahunya lumayan cepat agar mereka bisa sampai ke tepi danau. "Godain lu itu  kek lagi ngorek upil. Geli-geli nikmat."

Kaki Abi terulur menendang Gevan. Posisi mereka berhadap-hadapan sedikit berjauhan. Agak menyulitkan Abi untuk membalas setiap gombalan maut pemuda itu.

"Dasar jorok."

"Sama-sama sayang."

Mendengus sembari buang muka, Abi lebih dulu turun saat perahu mereka tiba di tepian. Gevan benar, kulitnya terasa terbakar sekarang. Mungkin sudah berubah kecoklatan.

Sementara si pemuda yang turun terakhir terkekeh melihat Abi yang salah tingkah dengan godaannya. Gevan tak berbohong, menggoda Abi menghantarkan nikmat tersendiri.

Melihat Abi yang bingung, Gevan mempercepat langkahnya. Mendahalui laki-laki yang lebih kurus darinya itu untuk duduk di atas dipan bambu tak jauh dari danau. Gevan memberi isyarat pada lelaki itu untuk bergabung.

Arloji Abi sudah menunjukkan notasi angka satu. Namun sedikitpun mereka tak berniat untuk meninggalkan tempat itu.

"Sepertinya saya mulai menerima kamu jadi teman saya."

Gevan menoleh, menampilkan senyum menawannya pada Abi. Untuk kedua kalinya, Abi merasa sang bulan berpindah ke sampingnya.

"Boleh saya tanya sesuatu?"

"Silahkan."

"Kamu... gay?"

Sontak Gevan terbahak, dengan polosnya Abi menatap heran ke arahnya yang sama sekali tak tersinggung.

"Enggak." Gevan menjawab setelah tawanya mereda.

Entah kenapa ada sorot kekecewaan yang terpancar dari wajah di sampingnya, Gevan menyadari itu.

"Kenapa nanya gitu? Gua keliatan kek gay emang?"

"Bukan gitu, tentang pandangan kamu soal tadi saya pikir kamu gay."

Gevan menghela napas, "Dep kan udah gua bilang lu ga bisa nilai orang dari body luarnya doang."

"Iya saya tau, maaf."

"Gua straight asal lu tau. Tapi ga menutup kemungkinan kalo gua bakal jadi gay."

Abi tersedak ludahnya sendiri. Ajaib sekali pemuda ini, pikirnya.

Adorasi Dama (NOMIN)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang