WARN!!! MENGANDUNG KATA-KATA KASAR YANG DAPAT MENYINGGUNG PIHAK-PIHAK TERTENTU. YANG MERASA TERSINGGUNG PART INI BOLEH DI SKIP
Masih pada malam tanpa bintang yang menghias cakrawala
Alderio Rakshi hidup penuh kekangan di dalam penjara aturan sang Papa. Bukannya tak niat mencari kebebasan, Ale hanya ingin Papa melepaskan sang kakak demi kehidupan yang lebih menyenangkan. Biarlah ia yang menjadi sasaran ambisi Papa yang belum terwujudkan.
Gevan itu panutannya. Kakaknya sempurna dalam segala hal tapi Papa terlalu naif untuk mengakuinya. Di mata Papa, seseorang dengan predikat bagus di sekolah, menjuarai banyak lomba, dan tidak pernah membuat masalah adalah definisi anak kebanggaannya. Padahal kalau ditanya apa Ale senang, jawabannya sudah tentu tidak. Karna Papa tidak akan pernah puas menuntut ini dan itu padanya.
Mungkin Ale bisa jadi anak yang di elu-elukan di depan keluarga, tapi jauh di lubuk hati semuanya bagaikan beban tersendiri yang semakin berat untuk ditanggung. Hari ini Papa meminta dibawakan piala Olimpiade Kimia, minggu depan Papa minta lagi dibawakan medali Olimpiade Fisika, begitu seterusnya sampai Ale ingin mati rasanya.
Ale merindukan Gevan, sangat. Tapi dia amat tau kalau rindunya sama sekali tak sebanding dengan air mata Mama yang tumpah setiap kali menyebut nama Gevan. Untuk itu, Ale membuat perjanjian dengan Papa, kalau dia berhasil menjuarai Olimpiade di Singapore tahun ini maka Papa harus memberi izin mereka untuk terbang ke Medan.
Perjuangannya tak sia-sia, buktinya kini ia melihat dengan jelas betapa eratnya Mama memeluk tubuh anak sulungnya. Wanita yang melahirkannya itu seakan tak ingin melepas sang kakak barang sedetik seolah tak ada lagi hari esok untuk melihatnya.
Jarinya dibawa menyeka air yang keluar di sudut mata. Gevan tersenyum manis padanya, rasa lega menyelimuti seolah mengangkat seluruh beban yang tersampir di pundaknya.
Ale tau mengenai lika-liku kisah cinta kakaknya yang begitu rumit. Tante Joy selalu berbagi cerita dengan Mama, tak ada satu kisah pun yang terlewat. Ale tak menentang apapun yang terjadi dalam hidup Gevan, dia percaya kakaknya pasti tau yang terbaik untuk hidupnya.
Tapi malam ini nampaknya terlalu suram bagi bintang menunjukkan kemilaunya. Terkalahkan oleh derasnya hujan yang berlomba-lomba untuk turun. Ale bisa melihatnya, melihat dengan jelas dua bola mata itu tak punya pilihan lain selain putus asa.
"Ma, Gevan sedang berusaha memperjuangkan seseorang." Dua tangan Mama dibawa oleh Gevan dalam genggamannya lantas menciumnya dengan sayang.
Mama tidak punya ekspresi lain selain raut penuh kesedihan. Ale hanya berdiam diri, memilih menjadi pendengar dalam sunyi di balik tembok kokoh kamar Gevan yang pintunya tidak tertutup rapat.
"Nak..orang yang kamu perjuangkan itu tidak seharusnya kamu perjuangkan."
Gevan mendongak, bersitatap dengan mata sendu Mama yang memandangnya penuh kasih. Kepalanya di usap halus, begitu juga dengan punggungnya. Kini gantian tangan Mama yang menggenggam erat tangannya sesekali mengelusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adorasi Dama (NOMIN)✔
FanfictionAdorasi Dama (re) : Pengorbanan Cinta Kasih Medan dan kerasnya kehidupan mempertemukannya dengan sosok penuh kejutan. Abi kira ia tak pernah merasa sulit kecuali saat diam-diam memuja Jefran dalam setiap deru napasnya. Namun ketika 'sosok' itu hadir...