Dara Murka

72 12 3
                                    

WARN!!! MENGANDUNG KATA-KATA KASAR YANG DAPAT MENYINGGUNG PIHAK-PIHAK TERTENTU. YANG MERASA TERSINGGUNG PART INI BOLEH DI SKIP!

 YANG MERASA TERSINGGUNG PART INI BOLEH DI SKIP!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada siang yang terik dan amarah yang membara

Suasana rumah yang biasanya sepi terasa mencekam kali ini. Dua pemuda tertunduk dengan dalam dihadapan seorang wanita setengah baya. Itu Bunda yang menatap keduanya seakan tak percaya.

"Jelaskan!" Perintahnya tanpa aba-aba.

"Tadi itu salah-..."

Bunda memotong Gevan yang hendak berbicara, "Diam! Saya ga nyuruh kamu ngomong!" Gevan kembali tertunduk, atensi Bunda teralih pada putra semata wayangnya. "Jelaskan!" Ulangnya memerintah.

"Sebenarnya Raden sama Gevan itu-..."

"Nggak!" Bantah Gevan seakan tak ingin Abi mengatakan kebenaran.

"Saya udah bilang saya ga nyuruh kamu ngomong!!" Sentak Bunda menunjuk wajah Gevan. "Lanjutkan!" Perintahnya kembali.

Abi menarik napas dalam, siap dengan segala konsekuensi yang akan dia terima setelah ini. "Raden sama Gevan itu pacaran, sejak tahun lalu." Jelasnya.

Bunda tak menjawab, wanita setengah baya itu masih diam. Tanpa di duga, putra kebanggannya, putra yang selalu dia agungkan di depan semua orang, putra yang selama ini di doakannya setiap malam meminta keberkahan pada Tuhan, nyatanya mengkhianatinya diam-diam.

"Kamu..." Tunjuknya pada Gevan. "Keluar dari rumah saya sekarang juga, dan jangan pernah lagi menginjakkan kaki disini karna seujung kuku pun lantai di rumah ini haram kamu pijaki." Sarkasnya menunjuk Gevan dan pintu rumah coklat itu bergantian.

"T-tapi Bunda.." Abi melerai, memberi isyarat pada Gevan untuk segera pergi. Biarkan dia sendiri yang akan menanggung semuanya.

Gevan menyerah, melangkah dengan gontai menuju pintu. Terakhir kali menoleh ke belakang, melihat Abi yang tersenyum menenangkan dan Bunda yang membuang muka.

Setelah memastikan Gevan tak ada di sana, Abi kembali menghela napas. "Bunda..." Cicitnya pelan.

"Kenapa?" Bunda menangis, Abi hendak merengkuh tapi wanita itu menepis. "Kenapa kamu lakukan semua ini nak, kenapa? Masih banyak perempuan di dunia ini kenapa harus dia?"

Bunda memang berharap memiliki menantu seperti Gevan untuk anak perempuannya, tapi bukan untuk anak laki-lakinya.

"Kamu paham agama, kamu tau akidah, kamu belajar segalanya. Tapi kenapa kamu ga juga mengerti, hubungan seperti itu haram Raden!" Bunda menangis tersedu-sedu, tak sanggup untuk sekedar berpijak pada lantai rumah yang terasa dingin menusuk sampai ke tulang.

"Bunda mendidik kamu sebagai laki-laki sejati, Bunda kasih kamu segalanya, ini balasan kamu hah?! Tega kamu begini sama Bunda?! Apa salah bunda nak? Apa!!" Abi mendekat, menangis bersama Bunda dan membawa wanita yang melahirkannya itu ke dalam rengkuhan.

Adorasi Dama (NOMIN)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang