Adiwarna

97 19 2
                                    

Pada pagi menjelang siang dengan keterpaksaan yang membawanya pergi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada pagi menjelang siang dengan keterpaksaan yang membawanya pergi

"Lepasin." Abi menghentak tangannya kasar. Lelaki itu berhenti, membuat Gevan yang tadi menyeret dirinya juga ikut berhenti.

"Udah cepetan ga usah bacot."

"Kamu yang bacot, seenaknya sama saya. Kamu pikir kamu siapa bisa-bisanya ngajak saya keluar?"

"Gua? Calon bapak dari anak-anak lu."

Hening seketika. Abi bungkam.

"Saya laki-laki, sialan. Kamu juga laki-laki."

Gevan maju beberapa langkah, menghapus jarak di antara keduanya. "Trus kenapa? Kalo gua laki-laki, lu juga laki-laki kenapa? Ada masalah?"

Pertanyaan bertubi-tubi itu membungkam Abi. Dari jarak sedekat ini hidungnya bisa mencium dengan jelas aroma maskulin yang menguar dari tubuh kekar di depannya.

"K-kamu bilang mau keluar kan? Y-ya udah saya ambil kunci motor dulu." Abi merutuki mulutnya yang tiba-tiba tergagap. Saat tungkainya hendak kembali ke rumah, ada yang menahan lengannya.

Abi menoleh, menatap Gevan penuh tanya. "Ga perlu, kita naik motor gua aja."

"Gila kamu. Motor butut begitu mau di naikin berdua? Ujung-ujungnya di tengah jalan saya yang capek dorong." Sarkasnya.

"Asem lu ya, gini-gini motor gua tahan banting. Lu tinggal pilih mau naik motor ini bareng gua atau kita naik motor lu tapi gua yang bawa. Mau lu nungging-nungging begitu di kira cabe-cabean?" Sahut Gevan tak terima.

Disinilah Abi sekarang, berdua keliling kota Medan bersama Gevan di atas motor butut kesayangannya. Setidaknya ini lebih baik di banding naik motornya sendiri.

Sedari tadi, Abi tak henti bersungut-sungut. Memaki pemuda di depannya dalam hati, pasalnya Gevan mengemudi luar biasa pelan.

"Gas dikit bisa ga? Saya serasa naik odong-odong sama kamu."

"Sstt... diem sayang, abang bawa motor gini demi keselamatan kamu dan calon bayi kita."

Lantas pemuda berhelm polkadot itu terkekeh. Di hadiahi pukulan bertubi-tubi di punggungnya oleh Abi.

"Sinting kamu? Saya ini laki-laki mana bisa hamil."

"Masa? Mau nyoba?"

Tak peduli dengan Gevan yang sedang mengemudi, Abi lantas mencubit pinggang pemuda itu cukup keras. Gevan memekik, mengaduh minta di lepaskan.

"Ampun, lepasin. Kalo abang ga fokus nanti bahaya, abang mati siapa nanti yang ngurus kamu dan anak kita?"

"Diem kamu. Ga usah godain saya, ga bakal tergoda."

"Amoso?" Dengan wajah menyebalkan Gevan menatap wajah Abi dari kaca spion. "Kalo muka orang merah tandanya apa?"

Cepat-cepat Abi memalingkan wajah. Merasa malu dengan mulut yang tak selaras dengan hatinya. "Kepanasan kali."

Adorasi Dama (NOMIN)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang