Berdebar

101 19 3
                                    

Pada pagi hari bersama orang asing yang perlahan menjadi orang penting

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada pagi hari bersama orang asing
yang perlahan menjadi orang penting

Jejak hujan tertinggal berupa aroma embun yang menyambut pagi. Langit masih tak secerah biasanya. Jangan tanyakan apa yang terlewat malam tadi, biar saja ranjang yang menjadi saksi.

Suara decitan terdengar, pertanda bahwa salah satu penghuninya telah sampai di alam sadar. Gerakan kaku itu terhenti, sebab mengamati wajah tertidur Abi lebih menyenangkan dari menyambut pagi.

Jika Gevan bisa, dia akan minta pada Tuhan untuk tak mendatangkan pagi. Sebab saat malam Abi terlihat manusiawi; wajah tenangnya saat tidur serta merta pelukan dan usapan pada punggung Gevan masih terasa. ahhh bagaimana jika Gevan sudah mulai menaruh rasa?

Tak berniat untuk bangkit, Gevan menyamankan posisi. Bagaimana bisa lelaki dihadapannya terlihat begitu manis?  Bulu mata di bawah kelopak tumbuh begitu lebat dan panjang. Gevan jadi banyak berpikir, apa iya yang di bawah sana tumbuh selebat ini?

Merasa penasaran, tangan Gevan terulur menyentuh bulu mata nan lentik itu. Mulanya  dengan gerakan pelan, lama-lama Gevan gemas sendiri. Jadilah ia tarik bulu mata itu hingga rontok beberapa helai. Si pemilik tersentak sambil mengaduh. "Aww, sakit!"

Dilihatnya bulu mata kebanggaannya teronggok mengenaskan di tangan Gevan, bulu mata yang malang. Si pelaku justru hanya menampilkan senyum tak berdosa, dipikirnya Abi tak akan bisa marah saat ia tersenyum tapi Gevan lupa jika ini sudah pagi, bukan malam hari.

"SIALAN, KELUAR DARI KAMAR SAYA!!!"

Shit, Abi dan jiwa maungnya yang keluar.

Sarapan pagi dalam hening bukanlah sesuatu yang Gevan sukai. Pemuda berkaus hitam itu lebih memilih mengoceh di meja makan di banding mendengar suara dentingan piring dan sendok yang bersahutan. Dia tak suka ketenangan, maka saat berhadapan dengan Abi sekeras mungkin akan dia ganggu ketenangan lelaki itu.

Di bawah meja, Gevan melancarkan aksi kriminalnya. Kakinya ia luruskan sampai mengenai kaki Abi yang makan dengan tenang. Lantas jari-jari kaki biadabnya menjelma menjadi capit yang menjepit betis Abi sangat kuat. Abi tersentak, betisnya terasa perih.

Pelototan tajam Gevan terima dari si korban, tapi tak membuat jiwa bangsadnya memudar. Sekali lagi dia melancarkan aksinya, dan sekali lagi pula betis Abi menjadi sasaran. Abi sungguh tak terima, diliriknya Bunda yang sedang fokus pada sarapannya. Kemudian  yang terjadi berikutnya adalah si korban yang membalas perbuatan si pelaku.

Terjadi baku hantam di bawah meja. Kaki-kaki itu saling melilit, mencubit, dan menendang satu sama lain. Bunda masih saja fokus dengan sarapan yang tersisa setengah, sama sekali tak menyadari kejahatan yang terjadi dihadapannya. Sampai saat suara teriakan Gevan menggema, Bunda tersentak.

"Gevan kenapa nak?" Raut wajah Bunda tampak khawatir, takut-takut anak tetangga keracunan. Sarapan pagi ini kan hasil olahan jari-jemari Bunda di dapur.

Adorasi Dama (NOMIN)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang