Pelipur Luka Menganga

67 10 4
                                    

WARN!!! MENGANDUNG KATA-KATA KASAR YANG DAPAT MENYINGGUNG PIHAK-PIHAK TERTENTU. YANG MERASA TERSINGGUNG PART INI BOLEH DI SKIP

Masih di pagi hari dengan badai yang kian menghempas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masih di pagi hari dengan badai yang kian menghempas

Mendung menjadi penghantar perjalanan dua insan yang tak terlibat pembicaraan. Sesekali si pemuda yang berada di depan menghela napas berat. Bukan karna dia  lelah menahan bobot tubuh Abi di balik punggung, melainkan untuk meredam emosi yang masih kentara.

"Ayo, kita obati lukamu dulu." Ucapnya setelah sekian menit terlewat tanpa suara. Kondisi Abi bisa dibilang cukup mengenaskan, Jefran sudah menawarkan untuk pergi ke rumah sakit tapi lelaki itu berupaya menolak.

"Gevan mana?" Lirihnya hampir tak terdengar. Sempat ia mengkhawatirkan orang lain ketimbang memeriksa kondisinya yang jauh dari kata baik.

"Tenang, dia baik-baik aja." Jefran membawa tungkainya bergerak menuju parkiran. Mendudukkan Abi di sebuah pendopo kecil di sudut parkiran.

"Astaga, Dep!" Dengan tergesa Gevan menyambutnya dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Abi menelisik pemuda itu dari ujung rambut sampai ujung kaki, menghembuskan napas lega saat perkataan Jefran benar adanya. Gevannya baik-baik saja.

"Sayangku kenapa? Kok bisa gini?" Tangan besar Gevan menangkup wajah Abi yang nampak layu, ada sisa darah di sudut bibirnya. Tatapannya teralih pada kedua tangan si pujaan hati, memar. Gevan bisa menebak kalau Abi berusaha keras melindungi wajahnya. "Kamu di apain sama mereka sayang?" Tanyanya pelan, Abi menggeleng samar. 

Rasanya untuk berbicara sepatah kata pun sulit, tenaganya sudah terkuras habis. Abi memposisikan diri berbaring di atas paha Gevan yang disambut elusan di kepala oleh kekasihnya itu.

"Di pukul, di tendang, di lempar, di injak-injak dia sampe mampus." Cibir Jefran yang menjadi saksi seberapa parah kesakitan yang diterima oleh Abi.

"Kok ga ngelawan?"

"Aku lawan."

"Kalo kamu ngelawan ga akan sampe kaya gini. Tenaga kamu gede, kalo mukul kerasa sakitnya. Harusnya kamu lawan jadinya kaya aku ga kenapa-napa."

"Aku pikir...aku pantas dapat ini." Kalimat itu terdengar putus asa.

Jantung Gevan perlahan bertalu, ia mendadak gusar. "Sayang, sayang, hey.. kamu bilang apa? Ga ada yang boleh perlakuin sayangku kaya gini, ga ada. Kamu ga nyuri, kamu ga ngerampok, kamu bukan begal, kamu ga perkosa anak orang, kamu cuma jatuh cinta sama aku. Ga ada yang salah sama itu."

Pelan-pelan Abi terisak, perih menjalari hati sampai ke ujung nadi. Melihat itu Gevan panik, "Sstt sstt udah sayang, kita ke rumah sakit mau ya?" Bujuk Gevan yang hanya di jawab oleh gelengan. "Ya udah, aku yang obatin sini. Biar cepat sembuh kan ngobatinnya pake cinta." Guraunya berharap mengurangi sedikit rasa sakit Abi.

Jefran yang sedari tadi memperhatikan memasang gelagat ingin muntah tapi tak jadi sebab mata tajam Gevan sudah lebih dulu memperingatkannya. Sebenarnya, satu dua orang ada yang berlalu lalang menuju parkiran, tapi memilih tidak jadi mendekat sebab melihat sosok Jefran disana. Tampaknya berita kemarahannya cukup cepat menyebar. 

Adorasi Dama (NOMIN)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang