“Sialan, apa yang kalian berdua lakukan?”
So Eu tersentak kaget saat sebuah suara terdengar dari arah pintu. Tapi, ketika ia akan menoleh ke sumber suara, Kim Bum malah menahan sebelah pipinya sebelum mendaratkan sebuah ciuman kilat di bibirnya.
“KIM SANG BUM!!! SEO JUN, MIN HO, MATAKU SUDAH TAK SUCI LAGI!”
Plak...
“Berisik, setan!”
“KYA!! Pacarku, bodoh!”
So Eun masih kaget dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Ia bahkan tidak mendengar dengan jelas apa yang sedang diributkan oleh Hye Sun, Seo Jun dan Min Ho yang baru datang tadi. Matanya masih terpaku pada Kim Bum yang hanya menatapnya biasa saja—setelah berhasil membuatnya hampir mati berdiri.
Astaga, apa-apaan ini?
“Kenapa dengan wajahmu?”
“Kenapa?”
“Kaget sekali. Padahal kau sendiri yang minta dicium.”
“Ya?”
So Eun masih tidak paham. Sedangkan Kim Bum sudah tersenyum kecil begitu saja. Detik berikutnya, pria Kim itu mengulurkan tangannya dan meraih puncak kepala So Eun sebelum mendekatkan wajahnya untuk menatap wajah So Eun lebih dekat.
“Wajahmu memerah.”
“Ya?”
“Kenapa ya lagi? Kau jadi lucu, aku makin gemas. Aku cium lagi ya?”
“Cium?”
“Kan aku habis menciummu, So Eun. Lupa? Mau kuulangi agar kau mengingatnya? Kalo iya, sini aku cium lagi.”
Kim Bum mengucapkan kalimat tadi dengan santai. Kedua tangannya bahkan sudah meraih kedua pipi So Eun. Tapi, gerakannya tidak jadi ia lanjutkan karena teriakan Hye Sun diikuti gerakan So Eun yang melepas paksa tangannya dari pipi wanita itu—sebelum wanita itu yang bergerak lebih dulu untuk menyembunyikan wajah di dadanya.
“Kim Sang Bum, apa yang kau lakukan?”
Hye Sun bertanya lagi—terlihat tidak senang, memang. Ia bahkan hampir maju untuk menarik So Eun yang masih menempel pada Kim Bum. Tapi, tidak jadi karena Min Ho yang lebih dulu menahannya agar jangan maju selangkah saja.
“Apa? Jangan bertingkah seakan kau tidak pernah melakukannya.”
“Aku pernah melakukannya, tapi tidak seperti kau, sialan!”
Jawaban—masih—kesal yang Hye Sun berikan sukses membuat Seo Jun menepuk kuat pundak Min Ho. “Kya, Lee. Dia iri. Cepat cium dia di sini agar dia tak iri lagi. Karena kalau dia iri, kelakuannya bisa lebih kejam dari ibu tiri.”
“Jaga mulutmu, Park.”
Melihat kelakuan mereka, Kim Bum jadi mendengus malas. Ia lebih memilih untuk melirik So Eun yang masih anteng di dadanya. Kedua tangan wanita itu juga memeluknya sedang tangan kanannya sendiri kini melingkar di pinggang So Eun.
Kembali menatap ketiga temannya itu, Kim Bum mendengus lagi sebelum mempertanyakan kehadiran mereka di situ.
“Apa yang kalian lakukan di sini?”
Dan itu sukses saja membuat Hye Sun yang hampir baku hantam dengan Seo Jun tidak jadi melanjutkan aksinya. Min Ho sendiri juga mendengus malas—sudah bosan berada di situasi Hye Sun dan Seo Jun yang bertengkar tidak penting.
“Mau mencari sarapan. Tuan muda Lee Min Ho katanya mau membeli setoko-tokomu untuk pacar kesayangannya, jadi kami ke sini.”
“Tapi bukannya mendapat roti panas yang baru keluar dari oven, kami malah mendapati toko yang masih tutup dengan orang yang mau berbuat dosa di dalamnya. Luar biasa ya, tuan Kim Sang Bum.”
Jawaban dua sahabatanya membuat Kim Bum mendengus. Tapi ia tidak memberikan jawaban apapun dan tetap diam pada posisi yang sama, bahkan ketika ketiga orang itu sudah duduk di kursi yang ada di depan meja bar.
So Eun juga masih diam. Wanita itu masih enggan melepas pelukannya dan masih tetap pada posisi yang sama. Bahkan ketika Min Ho mengajukan sebuah pertanyaan, ia hanya menjawab dengan sebuah gelengan kecil.
“Sso, kau terlihat sangat nyaman. Tidak mau melepaskannya?”
“Astaga, bisa kau melepaskannya? Mataku yang sakit saat melihatnya.”
“Makin iri dia, Lee.”
“Berisik, sialan!”
Seo Jun tidak dapat menahan dirinya untuk tertawa ketika Hye Sun menjawabnya dengan kesal. Min Ho juga sudah terkekeh kecil. Tidak terlalu paham juga dengan tingkah pacarnya ini.
Sedang Kim Bum lebih memilih untuk memanggil So Eun.
“Sso?”
“Ya?”
“Lepas dulu ya?”
“Tidak mau.”
“Kenapa?”
“Malu.”
“Tidak apa-apa. Hanya ada mereka di sini. Lagi pula, ada Min Ho juga.”
Ucapan Kim Bum setelah itu membuat So Eun sedikit menjauhkan wajahnya dari dada Kim Bum—hanya sedikit, benar-benar hanya untuk menatap pria Kim itu.
“Kau menciumku di depan mereka, aku malu.” Dan setelah mengatakan satu kalimat itu, ia kembali pada posisi yang sama.
Kim Bum sendiri hanya menghela napas—pasrah saja dengan apa yang So Eun lakukan. Ia kemudian memilih untuk menekan tombol di mixernya—yang ketika benda itu berbunyi sukses membuat So Eun menjauhkan diri dari dadanya.
“Kyaa, menyebalkan sekali benda ini.”
Tapi, seakan tidak peduli dengan apa yang dikatakan si cantik, ia lebih memilih untuk menarik So Eun ke arah meja dan mendudukan wanita itu di salah satu kursi yang ada di sana.
“Bum-ah, kau benar-benar belum buka, kan?”
“Belum. Memangnya kenapa?”
“Tadi, saat kamu sampai di sini, ada orang yang mau masuk ke sini.”
“Siapa?”
“Tidak tahu. Tapi terlihat sangat mencurigakan. Pakaiannya hitam-hitam, pakai topi dan masker juga.”
“Lalu, saat kami tanya apa yang dia lakukan, katanya tokomu sudah buka dan dia mau masuk. Tapi saat kami mengajaknya agar masuk bersama, dia tidak mau dan malah pergi.”
•be ambitious•
Thank you...
KAMU SEDANG MEMBACA
be ambitious
FanfictionBumsso Awalnya, hidup keduanya terlampau biasa saja, terlalu datar dan hanya berjalan apa adanya. Tapi tidak lagi setelah mereka bertemu. Karena setelah hari itu, ada ambisi rahasia di diri masing-masing, membuat hidup yang awalnya biasa-biasa saja...