be ambitious 33

630 79 17
                                    

Menghela napas pelan, Kim Bum lalu membuka pintu kamarnya dan mendorongnya pelan. Selanjutnya, ia jadi tersenyum kecil saat maniknya menangkap keberadaan So Eun yang duduk di lantai sambil bersandar di sisi ranjangnya dengan tangan yang memeluk kakinya dan mata yang terpejam.

“Kenapa tidur seperti ini?”

Bergumam samar, pria Kim itu lalu berjongkok di hadapan si cantik. Tangan kanannya lalu terulur—hendak melepas pelukan So Eun pada kakinya, berniat untuk mengangkat si cantik naik ke ranjangnya. Tapi, entah apa yang salah, gerakannya tidak jadi ia lanjutkan. Tangannya malah bergerak lebih dulu untuk menyibak surai lembut So Eun yang jatuh di keningnya.

Hampir tersenyum lagi, sebuah kerutan lantas tercipta di kening Kim Bum. Detik berikutnya, pria itu jadi meraih kedua pipi So Eun dan membawa wajah wanita itu untuk ia tatap lebih jelas.

“Panas sekali, mukanya juga pucat. Sso...” Selanjutnya, ia menepuk pelan pipi bulat So Eun, berusaha membangunkannya. “Kau demam? Hari ini kau sudah makan atau belum sih?”

So Eun melenguh kecil, lalu mengerjap pelan sebelum membuka pelan matanya. “Bum-ah...?”

“Kau sudah makan atau belum?”

“Ya?”

Tidak ada jawaban, Kim Bum segera bergerak cepat untuk meraih tubuh So Eun. Ia lalu membantu wanita itu berdiri sebelum membawanya duduk di atas ranjang. Tangannya kembali terulur untuk meraih wajah cantik itu sebelum menyuruhnya untuk berbaring.

Selanjutnya, pria Kim itu meraih telpon yang ada di atas nakas di sisi tempat tidur dan menghubungi asisten rumah tangga untuk menyiapkan bubur dan membawa kompresan padanya. Dan tak butuh waktu lama hingga seorang asisten rumah tangga datang dan membawa kompresan.

Setelah asisten rumah tangga itu mengatakan bahwa bubur masih dimasak dan keluar, Kim Bum segera bergerak untuk mengompres So Eun.

“Bum-ah?”

Di antara kegiatannya, suara lirih So Eun tiba-tiba terdengar. Membuatnya menghentikan sejenak kegiatannya dan menatap si cantik.

“Kenapa?”

“Mau peluk.”

“Peluk?”

Mengangguk kecil, wanita Kim itu lalu mengulurkan kedua tangannya—memberi kode jika ia memang ingin dipeluk. Kim Bum sendiri hanya tersenyum kecil sebelum meletakan terlebih dahulu handuk kecil yang digunakan untuk mengompres So Eun, sebelum meraih wanita itu untuk ia peluk.

“Kenapa?”

Pertanyaan itu Kim Bum ajukan setelah si cantik bersandar nyaman di pundaknya, sedang ia sendiri sibuk mengusap punggung wanita itu.

Gelengan samar ia rasa di pundaknya. Detik berikutnya, jawaban lirih wanita itu terdengar. “Tidak apa-apa. Hanya mau peluk saja.”

“Tidak mungkin seperti itu. Kalau mau peluk, pasti ada alasannya.”

“Tapi sungguh tidak ada apa-apa.” Jawaban pelan kembali terdengar, seiring dengan dirasanya pelukan So Eun yang semakin mengerat. “Hanya ingin merasakan bagaimana rasanya dipeluk saat sakit.”

Lalu, lanjutan jawaban yang diberikan So Eun sukses membuat Kim Bum diam. Gerakannya untuk mengelus punggung So Eun juga berhenti. Ia sempat diam selama beberapa saat sebelum menghela napas dan mengajukan sebuah pertanyaan.

“Kenapa seperti itu?”

“Ya, karena aku belum pernah merasakannya.”

Kim Bum kembali diam saat jawaban itu So Eun berikan. Ia juga masih tetap diam bahkan saat So Eun sudah sibuk mencari kenyamanan di pundaknya. Lalu, diamnya masih berlanjut hingga ketukan pada pintu kamar terdengar.

Tidak berniat melepas pelukannya, Kim Bum menyuruh orang di luar sana untuk masuk. Ternyata adalah asisten rumah tangga yang datang membawakan bubur untuk So Eun, juga obat penurun panas untuk si manis.

Setelah asisten itu pergi dan menutup pintu, Kim Bum memilih untuk menepuk pelan puncak kepala So Eun.

“Sso, makan dulu, ya.”

So Eun bergerak sedikit, melirik nampan yang ada di pangkuan Kim Bum lalu kembali bersandar di pundak pria itu.

“Tidak mau.”

“Jangan seperti itu. Kau sedang sakit, bagaimana kalau semakin sakit?”

“Tapi, aku tidak mau makan. Aku tidak ada selera.”

“Tidak bisa. Kau harus makan.”

Berucap cepat, pria Kim itu lalu memaksa So Eun untuk melepas pelukannya. Tapi, wanita itu bergerak cepat dan tetap memeluknya.

“Tidak mau.”

“Makan, So Eun.”

“Tapi, aku tidak mau makan.”

“Kalau kau tidak mau makan, kau akan semakin sakit. Kalau kau sakit, akan kumasukan kau ke rumah sakit dan meninggalkanmu di sana.”

Ucapan Kim Bum setelah itu sukses membuat So Eun menjauhkan wajahnya dari pundak pria itu dan menatapnya dengan delikan tajam. “Maksudmu, kau tidak akan menjagaku kalau aku semakin sakit?”

Kim Bum mengangguk langsung. “Tidak.”

“Kenapa jahat?”

“Kau juga jahat dengan dirimu sendiri. Tinggal makan saja agar sakit saja kau tidak mau. Siapa yang lebih jahat di sini?”

“Kau menyebakan!” Berucap kesal, si cantik lalu melepas pelukannya dan kembali merebahkan dirinya ke atas ranjang sebelum menarik selimut untuk membungkus tubuhnya. “Aku kan masih mau peluk.”

Ucapan So Eun setelah itu sukses membuat Kim Bum melongoh. Wanita ini kalau sakit jadi begini ya?

Meletakan nampan berisi makanan di atas nakas, Kim Bum lalu menarik selimut. Tapi, So Eun bergerak cepat untuk menahan selimutnya.

“Makan dulu, Sso.”

“Tidak mau. Aku merajuk.”

“Apa-apaan itu? Merajuk pakai bilang-bilang.”

“Bodoh, yang penting aku merajuk.”

“Makan dulu, baru merajuk lagi.”

“Tidak mau. Aku maunya peluk.”

“Ya sudah, nanti kupeluk. Tapi, makan dulu.”

Ucapan Kim Bum setelah itu sukses membuat So Eun menyingkap selimutnya dan menatap Kim Bum dengan senyum super lebar.

“Kelon.”

Mendengus kecil, Kim Bum lalu mengangguk kecil dengan tangan yang bergerak meraih kembali nampan makanannya.

“Iya.”

•be ambitious•
















Thank you...

be ambitiousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang